Dominic, sang maestro kejahatan, telah menawarinya surga dunia untuk menutup mata atas bukti-bukti yang akan menghancurkan kerajaannya.
Yumi, jaksa muda bercadar itu, telah menolak. Keputusan yang kini berbuah petaka. Rumahnya, hancur lebur. Keluarga kecilnya—ibu, Kenzi, dan Kenzo, anak kembarnya—telah menjadi korban dalam kebakaran yang disengaja, sebuah rencana jahat Dominic.
Yumi menatap foto keluarga kecilnya yang hangus terbakar, air mata membasahi cadarnya. Keadilan? Apakah keadilan masih ada artinya ketika nyawa ibu dan anak-anaknya telah direnggut paksa? Dominic telah meremehkan Yumi. Dia mengira uang dapat membeli segalanya. Dia salah.
Yumi bukan sekadar jaksa; dia seorang ibu, seorang putri, seorang pejuang keadilan yang tak kenal takut, yang kini didorong oleh api dendam yang membara.
Apakah Yumi akan memenjarakan Dominic hingga membusuk di penjara? Atau, nyawa dibayar nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan
Di kamarnya, Yumi menarik napas panjang, melepas cadar dan topi yang ia pakai. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur yang empuk di kapal pesiar mewah itu. Namun, ketenangan itu segera tergantikan oleh kenangan yang menyakitkan. Ingatannya tiba-tiba tertuju pada Kenzi dan Kenzo, putra-putra semata wayangnya yang telah pergi untuk selamanya.
Matanya berkaca-kaca, bulir-bulir bening mengalir di pipinya tanpa sadar, membasahi bantal tempat ia berbaring. Kenangan bersama putra-putranya menghantui pikirannya, mengingatkannya pada tujuan utama misinya—mencari keadilan bagi keluarganya.
Air matanya menunjukkan kesedihan dan kehilangan yang mendalam, namun juga menunjukkan kekuatan dan keteguhan hatinya untuk terus berjuang.
Ya, kenangan sedih itu kembali menghantuinya. Ia teringat saat Kenzi dan Kenzo, kedua putranya, pulang sekolah dengan wajah murung.
“Kenzi, Kenzo, kalian kenapa sayang?” Yumi bertanya, khawatir melihat kedua putranya yang tampak tidak bahagia.
“Ma, besok ada kegiatan di sekolah, dan guru meminta para murid untuk menghadirkan sosok Ayah yang masih punya Ayah,” jelas Kenzi, suaranya sedikit tertekan. Ia sadar bahwa ia tidak pernah mengenal sosok ayah.
“Tapi Ma, kami tidak bisa melakukannya, kan, Ma? Kami kan tidak punya Ayah,” Kenzo, adiknya, menambahkan dengan suara yang polos dan lugu.
Bibir Yumi terasa kelu, ia tak tahu bagaimana menjawab pertanyaan anak-anaknya. Kesedihan jelas terpancar dari wajahnya yang langsung ditangkap oleh Kenzi sang kakak yang lebih berpikiran dewasa sebelum waktunya.
“Ma, apa benar kami orang yang tidak punya ayah?” Pertanyaan polos Kenzo kembali mengguncang perasaan Yumi. Air matanya mengancam akan tumpah.
Kenzi, yang lebih peka, segera mengubah suasana. “Mah, Kenzi lapar. Apa ada makanan di dapur?”
Yumi, yang tadi sempat kebingungan, segera tersenyum. “Ada sayang, ayo kita masuk ke dapur. Mama sudah siapkan makanan untuk kalian.” sembari mengusap matanya.
Yumi menuntun kedua putranya masuk ke dapur. Saat mereka akan menyantap makanan, Kenzo menunjukkan penyesalannya.
“Ma, maafkan pertanyaan Kenzo tadi. Kenzo janji tidak akan tanya-tanya soal Ayah lagi,” kata Kenzo, suaranya penuh dengan penyesalan.
Yumi tak bisa menahan tangis harunya. Ia memeluk kedua putranya dengan erat, perasaannya sakit dan haru bercampur baur.
Maafkan mama sayang. Batin Yumi dalam hati.
Kenangan pahit itu membanjiri Yumi dengan air mata. Kerinduannya pada Kenzi dan Kenzo begitu mendalam, kerinduan tanpa ujung, karena ia tahu ia tak akan pernah bertemu lagi dengan putra-putranya dan ibunya. Ia tak menyangka kecupan terakhirnya pada Kenzi dan Kenzo saat mengantar mereka ke sekolah adalah kecupan perpisahan untuk selamanya.
“Mama sangat merindukan kalian… kenapa kalian meninggalkan Mama sendirian?” Yumi menangis tersedu-sedu, rasa sakit dan kehilangan menghantamnya dengan keras.
Ia kembali berdiri, memakai kembali jilbab, topi, dan cadarnya. Ia mengambil alat perekam yang telah ia siapkan untuk mengumpulkan bukti kejahatan Dominic. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan membuat Dominic meringkuk di penjara selamanya.
“Nyawa dibayar nyawa! Saat aku tidak bisa memenjarakan mu, maka kau juga harus berakhir seperti putra-putra dan ibuku!” Yumi bergumam, suaranya penuh dengan kemarahan dan tekad yang membara. Ia berjalan keluar dari kamarnya.
Tiba-tiba, Yumi melihat Axel berjalan dengan gelagat mencurigakan. Axel, yang tengah asyik dengan urusannya, tidak menyadari kehadiran Yumi yang sedang mengamatinya dari kejauhan.
Ternyata, Yumi telah mengetahui rencana penyelundupan senjata api di tengah lautan—jauh dari jangkauan daratan. Rencana ilegal itu bocor, sepertinya ada pengkhianat di antara anak buah Dominic. Yumi terus mengikuti Axel, langkah demi langkah. Dengan penampilannya yang berbeda, Axel bahkan tidak mengenali Yumi.
Kapal pesiar besar itu berhenti di tengah lautan. Para pengunjung menikmati pemandangan, beberapa bahkan berani menyelam. Namun, tak ada yang menyadari penyelundupan senjata api yang sedang berlangsung di lantai paling bawah. Semua itu berkat kerjasama kapten kapal dengan Dominic, yang telah disuap dengan uang yang melimpah.
Semua aksi mereka terekam oleh Yumi. Ia berhasil merekam seluruh perbuatan ilegal Dominic, termasuk adegan penyerahan uang dalam jumlah besar kepada beberapa orang. Wajah Dominic terlihat jelas dan nyata dalam rekaman itu.
“Kena kau!” Yumi bergumam dalam hati, merasakan kepuasan yang mendalam. Ia telah berhasil mengumpulkan bukti yang cukup untuk menjerat Dominic.
Saat tak sengaja Yumi menjatuhkan sesuatu dari sakunya, bunyi benda itu jatuh menarik perhatian Dominic, rekan bisnisnya, dan beberapa anak buahnya. Mereka berhenti sejenak, mencari sumber suara.
“Sepertinya ada orang lain di sini,” si pembeli senjata berbisik, suaranya penuh dengan ketakutan dan kecemasan.
“Pergilah." Dominic meminta semua beredar pergi karena dia merasa ada yang sedang mengintai mereka.
Dominic menatap tajam ke arah tembok, tempat sumber suara tadi berasal. Tatapannya tajam dan penuh curiga, menunjukkan bahwa ia sudah mencurigai adanya sesuatu yang tidak beres. Ia melangkah perlahan, tapi pasti, menuju ke arah tembok itu. Setiap langkah kakinya menghasilkan suara
Tap… tap… tap…
Terdengar nyaring di lingkungan yang sunyi, membuat Yumi semakin terpojok. Detak jantung Yumi berdebar-debar keras, mengingatkannya pada bahaya yang mengancam. Jika Dominic menemukannya, maka semua usahanya akan sia-sia, dan ia akan tertangkap.
Langkah demi langkah Dominic semakin dekat pada Yumi.
Dan salam kenal para reader ☺️☺️😘😘