Dilarang Boom Like !!!
Zulaikha Al-Maira. Wanita yang sudah berstatus seorang istri itu harus terpaksa menelan pil pahit kebohongan dan pengkhianatan.
Awalnya, Zulaikha mengira kalau pernikahannya baik-baik saja, tapi semua berubah saat dia mendapati kebenaran tentang pernikahan pertama suaminya.
Zulaikha merasa hancur, dia tidak terima dan memilih untuk pergi dari sisi suaminya.
Zulaikha pergi dan memilih untuk melupakan semua hal tentang suaminya, tapi saat dia ingin memulai. Tiba-tiba, sang suami datang dan kembali mengejar cintanya.
Bagaimanakah kisah Zulaikha selanjutnya ?
Akankah Zulaikha kembali pada suaminya, atau malah membuka lembaran baru dalam hidupnya ?
Ikuti perjalanan cinta Zulaikha yang penuh dengan perjuangan dan air mata.
Follow IG Author ayu.andila 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 8. Tamparan
"ceraikan aku, Mas!"
satu kata keramat itu keluar dari mulutku membuat raut wajah Mas Defin menjadi sangat menyeramkan, tapi aku tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi padanya. Sungguh, aku sudah mengikhlaskan jika memang dia bukan jodohku.
Aku sedikit menggeser tubuh Mas Defin agar bisa masuk ke dalam kamar, melihat wajah suamiku membuat hatiku semakin sesak.
"kita bisa membicarakan ini baik-baik Zulaikha, bukan dengan cerai seperti ini!"
Aku semakin mengepalkan tanganku, seenaknya saja dia mengatakan bisa membicarakan ini baik-baik. Seharusnya dari awal dia membicarakan ini denganku, bukan di saat seperti ini!
"Tidak ada lagi yang harus kita bicarakan! sudah cukup! pergilah, pergilah bersama wanita yang kau bilang adalah istri pertamamu. Biarkan aku sendiri mencari jalan hidupku."
Blam, aku menutup pintu kamar dengan sangat kuat. Sudah cukup, aku sungguh tidak tahan lagi. Tubuhku merosot terjatuh dibalik pintu, sungguh suamiku sangat kejam padaku.
Aku menangis sendirian dalam sepi, tak terhitung waktu yang sudah aku habiskan untuk menunggunya. Perjuanganku berujung sia-sia, laki-laki yang sangat aku cintai menaburkan racun mematikan dalam hatiku hingga membuat batinku terluka.
Siapa? siapa sebenarnya yang sudah menikah dengannya? kenapa aku tidak pernah tau? kenapa keluarganya juga tidak pernah memberitahuku? atau memang tidak ada yang tau kalau dia sudah menikah? lantas kenapa dia menikahiku? apa alasannya?
Pertanyaan demi pertanyaan terus berputar dalam kepalaku, bertahun-tahun aku mengenalnya ternyata aku tidak tau apapun tentangnya.
Perlahan aku mulai bangkit, kurasakan kakiku yang mati rasa akibat terlalu lama dilipat. Aku mulai merangkak naik ke atas ranjang, lalu mengambil bantal dan memeluknya dengan erat.
Ya Allah, aku serahkan kepadamu semua yang terjadi dalam hidup ini. Engkau lah sang pemilik hati, Engkau sang pemilik raga. Hanya Engkau lah yang berhak untuk menggariskan takdir bagi hamba yang hina
Perlahan aku mulai memejamkan mata, berharap mendapat kedamaian walau dalam mimpi.
***
Aku menggeliatkan tubuhku saat terdengar suara adzan berkumandang, ku angkat selimut yang masih setia menutup tubuh seraya turun dari atas ranjang.
Aku beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri menghadap sang Ilahi. Ku ambil sajadah yang tergantung di samping lemari kaca, tak lupa dengan mukena dan Al-Qur'an yang memberi ketenangan jiwa.
Setelah selesai menunaikan kewajiban, aku mengangkat tangan untuk memohon ampunan dan do'a. Beberapa kali air mata kembali menetes, saat aku mulai mengadu pada Sang Pemilik.
Ya Allah, aku laksana kapal kecil yang terombang-ambing menabrak karang di tengah lautan luas. Bimbinglah aku, tunjukkan lah jalan kepadaku, terangilah langkahku, dan berikan kekuatan di setiap keputusan yang ku ambil.
Ya Allah, berikan petunjuk untuk rumah tanggaku. Jika Engkau menggariskan takdir perpisahan di antara kami, maka ikhlaskan hati ini untuk menerimanya. Namun jika Engkau menggariskan takdir jodoh, maka berikan setitik cahaya di kegelapan pernikahan kami.
Aku mengusap wajah saat sudah selesai mengadu pada Sang Penguasa, lalu ku buka Al-Qur'an untung bersenandung menenangkan jiwa yang sedang lemah.
Setelah selesai dengan semua peraduanku, aku segera keluar kamar untuk menyiapkan sarapan seperti biasanya. Namun langkahku terhenti saat melihat seorang pria sedang duduk di kursi dapur, siapa lagi pria dirumah ini kalau bukan suamiku.
"kau baru bangun?"
dia bertanya saat aku sudah mendekat, ku lihat beberapa puntung rokok telan kandas dihisap dan terletak si atas asbak.
Aku hanya menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan Mas Defin, lalu beralih membuka kulkas untuk mengambil sayuran dan ikan yang akan aku olah menjadi menu sarapan.
Aku tidak tau apa yang sedang dia lakukan di sini, namun keberadaannya sungguh mengusik ke tenanganku. Aku jadi tidak bisa konsentrasi dengan apa yang akan aku lakukan.
Setelah 1 jam berkutat di dapur, aku mencuci tangan dan membereskan meja yang sedikit berantakan. Suamiku masih setia berada di tempat itu seakan-akan sedang menemaniku.
Aku beralih membuatkan secangkir teh untuknya yang masih menghisap rokok, entah sudah batang yang keberapa yang pasti asbak itu terlihat penuh karnanya.
"Ini tehnya, Mas." Ku letakkan teh itu dengan hati-hati, aku takut kejadian dulu terulang kembali.
Tiba-tiba dering ponsel terdengar cukup keras, aku melirik ke arah Mas Defin yang langsung mengambil ponsel itu dan menjauh dariku.
Siapa yang sedang menelponnya? kenapa dia sampai menjauh?
pikiran demi pikiran terus berkeliaran dikepalaku, aku memilih untuk naik ke kamar setelah menu sarapan sudah terhidang dengan sempurna.
Aku duduk termenung di atas kasur, memikirkan akan jadi seperti apa hubungan ini ke depannya. Namun hatiku benar-benar merasa penasaran dengan semua yang terjadi, aku penasaran dengan alasan suamiku menikahiku.
Aku mengambil dompet dan ponsel, lalu memasukkannya ke dalam tas. Aku segera keluar kamar setelah memakai hijab yang selalu menutup kepalaku jika aku berada di luar rumah.
"aku berangkat Mas, Assalamu'alaikum," aku langsung pergi begitu mengucap salam, langkahku mulai goyah saat tak sengaja mengingat kenangan sewaktu mengantarnya pergi kerja.
Tak mau terlalu larut, aku langsung masuk ke dalam mobil dan melajukannya menuju ke toko.
Sekitar 10 menit aku sudah sampai, suasana toko terlihat masih sepi karna memang jam masih menunjukkan pukul 7 pagi.
Anak-anak pasti masih tidur
Aku melangkah masuk setelah membuka pintu menggunakan kunci cadangan yang memang selalu aku bawa, ku lihat keadaan toko masih sangat berantakan pertanda bahwa kedua gadis itu masih bergelung di bawah selimut.
Karna merasa risih melihat barang yang berserakan, akhirnya aku mengambil alat-alat kebersihan untuk membereskan seluruh isi toko.
***
1 jam kemudian, keadaan toko sudah kembali rapi dan bersih. Aku kembali menyimpan peralatan itu dan beranjak ke kamar dua gadis yang benar-benar sudah tidak ingat bangun lagi.
"Lailaha illallah Muhammadar Rasullullah," aku berteriak dengan sangat kencang membuat dua manusia yang tengah tidur menggeliat karna terusik dengan teriakanku.
"Bangun! Syifa, Sita, bangun kalian!" Aku menarik kaki mereka satu persatu hingga mereka mengerrang marah, lalu aku memaksa mereka untuk bangun dan membuka kedua mata mereka.
"duuh, apa sih Mbak!" Syifa melihatku dengan kesal, dia mencebikkan bibirnya sembari melotot membuatku terkekeh pelan.
"jam berapa kalian tadi malam tidur?" tanyaku dengan meletakkan tangan dipinggang, padahal jam sudah menunjukkan pukul 8 tapi mereka malah masih muka bantal.
"gak lama kok Mbak," Syifa menjawab pertanyaanku sambil menguap sedangkan Sita sudah lari masuk ke dalam kamar mandi.
"kau itu udah dewasa Syifa, masa jam segini baru bangun!" aku selalu mengulang-ulang ceramahku setiap pagi, tapi sudah begitu pun adikku ini tetap tidak mendengarnya.
"iya-iya Mbak," jawaban yang selalu sama sejak 10 tahun yang lalu.
Setelah memastikan mereka bangun, aku beranjak ke dapur untuk membuatkan mereka sarapan. Sungguh gadis-gadis yang tidak pantas untuk ditiru.
"waah, wangi banget,"
Aku mendengar suara Syifa yang masih berada di atas tangga, aku menoleh dan mendapatinya sedang berlari menuju meja makan bersama dengan Sita.
"habiskan! Mbak mau membuka toko dulu," perintahku pada mereka sembari beranjak pergi.
Aku mulai membuka toko dengan ucapan basmalah, berharap agar rezeki hari ini penuh dengan rahmat dan keberkahan. Aku memutar tulisan close menjadi open yang tergantung tepat di pintu depan.
Sembari menunggu pelanggan, aku memilih untuk menyiram sebagian tanaman yang sudah agak kering.
Ting, tiba-tiba suara pintu berbunyi menandakan bahwa ada pelanggan yang datang.
"selamat pagi Mbak, ada yang bisa saya bantu?" aku bertanya dengan ramah agar pelangganku merasa nyaman dan senang.
"kau Zulaikha, kan?
Aku sedikit terkejut saat mendengar suara ketusnya, lalu aku melihat ke arah wanita cantik itu yang wajahnya sangat tidak asing bagiku.
"benar Mbak, apa ada yang-"
Plak, aku sangat terkejut saat satu tamparan melayang tepat ke wajahku.
•
•
•
TBC.
Terima kasih buat yang udah baca 😘
intinya goblok.
untung ridwan pria tegas!