Tentang Almaira yang tiba-tiba menikah dengan sepupu jauh yang tidak ada hubungan darah.
*
*
Seperti biasa
Nulisnya cuma iseng
Update na suka-suka 🤭
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ovhiie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Setelah mandi dan berdandan sedikit, Almaira terkulai lemas di atas tempat tidur Yaga, yang kini menjadi kamar bersama. Rasanya seluruh tubuhnya remuk nyaris tidak bisa bergerak.
Matanya terbuka dan tertutup lemas, menatap jendela kaca di depannya tanpa fokus yang berati.
Ekspresi lembut dan tatapannya yang manis namun sayu itu pada dasarnya adalah ciri khasnya yang alami.
Terkadang, tatapan matanya selalu membuat orang berasumsi bahwa dia menjalani kehidupan yang rasanya membosankan.
Padahal dia tidak begitu.
Gadis itu dilahirkan dalam keluarga kaya. Ayahnya mantan seorang pengusaha eksekutif di kalangan kelas atas.
Ibunya, mantan mahasiswa jurusan musik, yang suka menghabiskan hari-harinya di sebuah rumah, yang didekorasi dengan indah untuk mengajarkan alat musik pada beberapa siswa menengah yang kesulitan di kampungnya dulu.
Namun naas beberapa tahun yang lalu, ibunya meninggal dunia karena penyakit tertentu.
Almaira Nandya Utami adalah anak tunggal mereka.
Meski begitu, Almaira tetap merasa bersyukur atas kehidupan yang telah diberikan Rita kepadanya seratus kali lipat. Walaupun kadang-kadang hatinya merasa gelisah.
Dan meski awalnya, dia mengalami masa remaja yang tertunda setelah pernikahan. Sekarang, dia merasa bersyukur sekali.
Mungkin benar,
Dulu dia melewati masa remajanya tanpa banyak pengalaman yang berati, tapi sekarang... rasanya seperti dia akhirnya memasuki masa remaja yang sesungguhnya.
Aira benar-benar akan kehilangan kendali kalau terus begini, pikirnya.
Setelah mengingat momen tadi malam jantungnya kembali berdebar kencang.
'Aku mencintaimu Almaira'
Kata-kata indah itu bahkan mengubah segalanya. Rencana perceraian pun telah di lupakan.
Masih menatap kosong pada jendela, tiba-tiba Almaira merasakan sesuatu di punggungnya, kepalanya menoleh ke belakang.
Begitu pandangan mereka bertemu, Almaira sedikit tersentak melihat Yaga berbaring sambil mendekap punggungnya tanpa bicara apa-apa.
Dalam benaknya, dia tiba-tiba teringat pada momen dimana Yaga mengatakan sesuatu dengan santai tadi malam.
Bahwa tubuhnya adalah hadiah ulang tahun terindah di malam pertamanya. Di banding hadiah yang sempat dia foto sebelumnya
Almaira, yang sebelumnya menatap jendela dengan ekspresi lemas, menunjukkan sedikit perubahan di wajahnya.
Sedikit gugup, sedikit tegang dan sedikit kegelian.
"Aku tadinya mau menunggumu sarapan, tapi sepertinya kamu malah bermalas-malasan disni Almaira. Apa kamu tidak ada kegiatan di luar hari ini?"
"Aira tidak pergi keluar setiap hari Kak..."
"Oh, benarkah?"
"Ya"
"Bagaimana dengan ayahmu?"
"Ah, benar. Aira lupa kalau Aira ingin berkunjung ke rumah ayah di kampung. Apa itu boleh?"
"Boleh, asalkan kamu turuti apa mau ku."
"Apa saja yang harus Aira turuti?"
"Semuanya Almaira. Pertama kamu tidak diperkenankan melanggar aturan ku..."
"Kedua, Aira harus tahu waktu kan Kak?" Almaira menyela kata-kata Yaga
"Mmm, ternyata kamu ingat ya. Bagaimana yang ke tiga? Kamu masih mengingatnya?"
"Yang ke tiga? Apa itu? Bukankah ketentuan Kak Yaga hanya ada dua ya?"
"Kamu benar, sekarang, sudah saatnya aku akan menambahkan yang ke tiga. Yaitu, tidak ku izinkan kamu menyentuh laki-laki manapun selain aku."
"Baik, Aira akan terima ketentuannya, tapi Kak Yaga juga harus berjanji satu hal. Bagaimana, mau tidak?"
"Katakan, aku harus apa?"
"Kak Yaga, tidak boleh menemui Amera lagi. Hm?"
Keheningan singkat pun terjadi, tidak ada satu katapun yang keluar dari bibir Yaga. Hanya kicauan burung yang terdengar nyata disana.
Alih-alih menjawab, Yaga malah mengangkat kepalanya dan bibir Almaira langsung ditelan dalam-dalam olehnya. Ciuman yang menekan, menuntut dan memaksa.
Yaga tidak memberinya ruang untuk bernapas. Sampai air mata menggenang di pelupuk mata Almaira.
Almaira mencoba menekan dada Yaga dengan kedua tangannya, mencengkeram kerah bajunya seolah ingin menggaruknya, tetapi pergelangan tangannya ditahan.
Seolah tidak peduli, Yaga menjelajahi bibirnya lebih dalam. Lidah mereka bercampur aduk, hingga meninggalkan jejak basah di dagunya.
Sementara Almaira, tidak bisa berbuat apa-apa selain menelan suara lembut yang berusaha keluar dari tenggorokannya sekuat tenaga.
"Ehmph..!"
Namun, ketika tangan laki-laki itu meremas dadanya, suara itu pun tidak dapat keluar lagi.
Mata Yaga menatapnya tajam dengan dahi yang saling bersentuhan, tampak tenang dan dalam.
Tidak seperti Almaira, yang terguncang oleh panas dan lembap, Yaga tampak begitu tenang.
"Hngh.."
Setiap kali tangannya yang besar menggoda dan meremas dadanya, erangan tajam keluar dari bibir Almaira.
Sebaliknya, Yaga di depannya tampak tenang, seolah-olah dia sama sekali tidak terpengaruh.
Pikiran Almaira kosong, dia bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi. Pipinya berdenyut memanas, dan dengan tubuh gemetar, dia menatap Yaga.
Namun, dia hanya tersenyum tipis sambil memilin-milin putingnya.
"Hngh..."
Tubuh Almaira begitu panas hingga hembusan nafas panas yang menerpa tengkuknya membuat bulu kuduk Almaira rasanya berdiri tegak.
"Almaira, maukah kita melakukan lagi?"
Yaga berbisik lembut di dekat telinganya.
"...."
"Kenapa diam? Tidak mau ya?"
Yaga menundukkan kepalanya, bibirnya menelusuri wajah Almaira,
Dari dahinya yang berkerut, kelopak matanya yang masih basah, hingga ujung hidungnya.
Dengan mata yang menatap tajam ke arah Almaira, ujung jarinya bergerak lembut di atas bajunya dengan gerakan memutar.
Dia membelainya perlahan, memberinya sensasi geli dengan usapan pelan untuk merangsangnya.
"Almaira, sepertinya kamu benar-benar tidak mengenal dirimu sendiri, ya?"
Ketika dia mengucapkan kata-kata itu dengan nada tidak percaya, tangannya meremas penuh dadanya, seolah ingin mengambil kendali penuh.
"Ugh."
Sulit untuk menahan suara lembut yang keluar dari bibirnya.
Kelopak mata Almaira berkedip, pikirannya kosong saat dia menerima sentuhan itu. Pun tanpa sadar, bibirnya sedikit terbuka.
Yaga menatapnya dalam diam sementara Almaira terkesiap dalam keadaan acak-acakan.
Mata gelapnya terlihat tanpa emosi, membuatnya merasa malu karena tubuhnya secara naluriah melengkung minta lebih banyak sentuhan.
Saat jari-jarinya dengan lembut mencubit dan memutar putingnya, suaranya meninggi, seolah keluar bagaikan melodi lembut, sementara rasa malunya semakin menyesakkan.
Tatapan Yaga berubah sesaat, memancarkan sesuatu yang berbeda.
"Ahh, tunggu, apa yang …?!"
Yaga melepaskan pakaian Almaira.
Meski Almaira berusaha melawan dengan menahan pakaiannya, mustahil baginya untuk menang melawan kekuatan Yaga.
Semua pakaian yang dikenakan Almaira akhirnya terlepas dari genggamannya dan jatuh ke lantai di bawah tempat tidur.
Almaira bahkan tidak punya waktu untuk melawan.
Saat dengan panik mencoba menarik selimut untuk menutupi dirinya, Yaga lebih cepat meraih kedua pergelangan tangannya dan menjepitnya di atas kepala.
"I-Ini…"
"Tidak mau?"
Kenapa? Itulah pertanyaan yang tersirat dimatanya
Dengan wajah pasrah, Almaira menatap Yaga yang sedikit memiringkan dagunya, lalu menatap lurus ke arahnya.
Almaira dapat melihat dengan jelas bagaimana tatapan mata Yaga saat mengikuti lekuk tubuhnya, menelusuri setiap garis yang terbentuk di kulitnya.
"Sungguh tidak mau?"
"Aira tidak tahu"
Yaga hanya tertawa, seolah menikmati ekspresi malu di wajah Almaira. Dia perlahan menelusuri tubuhnya dengan tatapan yang melambat.
Dari tengkuknya yang terbuka, bahunya yang membulat, hingga dadanya yang sedikit bergetar karena perlawanannya, tatapan matanya tertuju lebih lama di sana.
Rasa panas merayapi kelopak matanya.
"Almaira, setelah ku mainkan, ternyata dadamu terlihat jauh lebih besar ya."
Dengan hidungnya menyentuh kulitnya, Yaga menghirup aroma tubuh Almaira dalam-dalam, menggigitnya dengan keras, hingga meninggalkan bekas memar.
Dengan tangannya yang besar, dia memijat dan meremas dada Almaira yang membuatnya merasa tersiksa.
"Ehmh.."
Tubuh Almaira bergetar saat dia melengkungkan punggungnya.
Yaga yang menyaksikan adegan itu, membuka bibirnya lebar-lebar, menelan dada Almaira sepenuhnya.
Di mulutnya yang basah, dia memainkan lidahnya di sekitar puting Almaira yang kaku, menggodanya dengan nakal seperti bayi.
Almaira menggigit bibir bawahnya erat-erat, mencoba menelan erangan yang hampir keluar.
"Almaira, angkat kepalamu."
"Hengh?"
"Apa rasanya enak bila dadamu ku hisap seperti ini?"
Almaira segera memalingkan muka dan menjawab "Aira tidak tahu juga."
Segera Yaga mencengkeram dagu Almaira yang berusaha mati-matian untuk bersembunyi, lalu menekan bibir bawahnya seolah ingin melahapnya.
Lalu Yaga, menanggalkan kemejanya yang basah oleh keringat. Saat itu tubuh bagian atasnya yang berotot terlihat.
Sesudahnya, Yaga mendekatkan tangannya ke bawah. Menekan bagian intim Almaira dengan ibu jarinya, dia dengan lembut mengusap tonjolan halus di area itu.
"Engh.... Pelan-pelan Kak.."
Yaga hanya menatapnya dengan penuh minat dan bicara, "Pelan-pelan?" Almaira tiba-tiba merinding melihat arah tatapannya.
"Maaf sepertinya aku tidak bisa Almaira."
Almaira tersentak dan mencoba memutar pinggangnya saat jari Yaga perlahan menggoyangkannya ke atas dan ke bawah tanpa ampun.
Pikirnya tiba-tiba kosong.
Sial
Melihat pemandangan itu, Yaga mendesah tidak sabar dan segera membuka ikat pinggangnya.
Dan...
Di antara kedua kakinya yang terbuka, Yaga menghantam tubuh bagian bawahnya yang mengeras, masuk ke dalam tubuh Almaira.
"Ugh!"
Ketika akhirnya Almaira berhasil mengumpulkan kesadarannya, dia mendongak.
Saat itu Yaga sudah ada di atasnya, terjebak dengan tubuhnya yang besar.
Dengan mata gemetar, Almaira menatap Yaga yang membelai pipinya dengan lembut.
Wajahnya pasti memerah jantungnya berdetak kencang.
Dengan tubuh masih gemetar, Almaira meraih punggung tangan Yaga yang menangkup wajahnya.
Dia dengan tenang menghadapi tatapan Yaga seolah-olah membuatnya terkungkung hanya dengan menatap matanya.
"Peluklah aku Almaira."
Almaira menurut, memeluk Yaga erat-erat, lalu menempelkan dahinya di bahu Yaga.
"Engh..."
Setiap kali Yaga bergerak, Almaira mengerang tak tertahankan, menciptakan sensasi kehangatan diantara mereka.
Sentuhan lembut di kulitnya yang saling bergesekan, irama getaran yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Membuatnya semakin tenggelam dalam kenikmatan.
"Ugh, Almaira aku mencintaimu."
Pada akhirnya Almaira terhanyut oleh irama yang dibuat Yaga hingga dia menutup matanya seolah-olah kesadarannya hilang sesaat.
Dan..
Dalam kesadarannya yang memudar, hanya satu hal yang rasanya tetap jelas.
Saat kehangatan bibir Yaga kembali ke bibirnya.