Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Lo!!!
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, akhirnya El dan Alvyna tiba di gerbang SMA Bintara.
Apa mereka berangkat bersama? Tentu saja tidak. Jangan mengada-ada.
El membawa motornya sendiri begitu pula dengan Alvyna. Meski hanya terpaut dua menit, nyatanya El diam-diam membuntuti Alvyna dari belakang. Bukan tanpa alasan, kalau terjadi apa-apa dia juga yang bakal pusing sendiri.
SMA Bintara pagi itu seperti biasa, sudah ramai dengan siswa-siswi yang berlalu-lalang. Tapi hari ini atmosfernya sedikit berbeda. Dua motor sport yang melaju masuk ke pelataran parkir sekolah sukses menyedot perhatian banyak mata. Satu pengendara laki-laki dengan jaket gelap dan helm full face. Satunya lagi, perempuan dengan gaya yang tak kalah sangar.
“Gila! Anak baru itu kok bisa sekeren itu sih?!” bisik salah satu siswi sambil menepuk temannya.
“El lo kenapa makin hari makin ganteng aja!” celetuk siswa lain, membuat teman-temannya cekikikan.
“Pasangan serasi banget sih, sama-sama cakep dan cool!” komentar lain sambil menatap tak berkedip.
“Hus! Nanti di tampol Lyra baru tau rasa lo!” seorang cewek memperingatkan sambil melirik ke arah Lyra yang masih berjalan dari kejauhan.
Tanpa menanggapi celotehan dan bisikan itu, baik El maupun Alvyna sama-sama cuek. Mereka langsung membuka helm full face masing-masing dan melanjutkan kegiatan masing-masing tanpa repot menanggapi reaksi sekitar.
El masih duduk santai di atas motornya, menarik sebungkus rokok dari saku celana jeans hitamnya. Jemarinya yang panjang menyelipkan sebatang ke bibir, namun belum sempat menyalakan dia hanya menghela napas malas. Sementara Alvyna berjalan menjauh, menenteng jaket di salah satu tangannya, dengan langkah mantap yang seolah tak mengenal rasa gugup.
Tatapan kagum dan heran terus mengikuti tiap langkah gadis itu. Tapi Alvyna tetap cuek. Untungnya, dia memang tidak punya sahabat dekat di sekolah ini. Jadi, setelah pernikahannya dengan El kemarin, dia tidak perlu repot-repot menyembunyikan apapun dari siapa pun.
Brukk!
“Eh sorry-sorry. Gue gak sengaja.”
Tubuh Alvyna sedikit terdorong. Ia mendongak, menatap seorang siswa laki-laki yang tampak baru saja berlari kecil dan menabraknya. Siswa itu tampan, rapi, dan terlihat cukup populer dari gaya berpakaiannya yang tertata sempurna.
“Hmm gapapa,” jawab Alvyna singkat.
Tatapan cowok itu sempat terpaku padanya, menatap selama beberapa detik dengan senyum tipis menggoda. Tapi Alvyna hanya menaikkan sebelah alisnya, lalu memilih melanjutkan langkah.
“Riasan gue ada yang salah ya?” batinnya sambil meraba wajahnya cepat-cepat.
Drrtt Drrtt
Ponselnya bergetar. Nama di layar membuat matanya menyipit. 'Sagara.'
"Sagara? Gak salah? Jangan-jangan dia udah kelar marahnya?" gumamnya malas, mata tetap menatap layar ponsel.
Panggilan pertama dia abaikan. Panggilan kedua, dia mendecak dan akhirnya mengangkat.
“Sayang ke apartemen aku ya. Aku lagi sakit sendirian disini,” suara lembek Sagara langsung terdengar.
“Kan bener, ada maunya,” batin Alvyna sembari memutar bola mata.
“Sekolah,” jawabnya singkat.
“Pulang sekolah dong.”
“Gak janji liat nanti aja.”
“Kamu masih sayang gak sih sama aku? Lagi sakit loh ini!”
“Gue tutup kalau lo ngajak debat.”
Suasana hening beberapa detik, hanya terdengar desahan pelan dari seberang.
“Oke maaf. Nanti siang ke sini ya? Aku kangen banget.”
Alvyna tak langsung menjawab. Pandangannya kini tertuju pada sosok El yang berjalan melewatinya. Lelaki itu masih memegang rokok yang belum dinyalakan dan satu tangan lainnya menggenggam ponsel.
Dari arah lain, Lyra muncul dengan seragam sekolah ketat dan wajah penuh percaya diri. Jelas tujuannya hanya satu yaitu El.
“Kamu denger gak sih!” bentak suara di telepon, menyadarkan Alvyna dari lamunannya.
“Hmm nanti siang gue ke sana. Cepet sembuh gue mau masuk kelas,” tutupnya tanpa basa-basi dan langsung memutus panggilan.
“Beneran ya! Jangan bohong loh!”
Alvyna hanya menjawab dengan gumaman malas lalu menyelipkan ponselnya ke saku jaket.
Tak jauh di depan, Lyra kini menyeret El dalam pertengkaran panas yang membuat beberapa siswa melambatkan langkah, ikut menyimak.
“Mau ke mana kamu?!” Lyra menahan lengan El dengan keras.
“Kelas,” jawab El pendek, wajahnya sudah jelas menunjukkan rasa jenuh.
“Kamu gak ingat semalam aku ngambek?! Harusnya kamu minta maaf!”
El mengembuskan napas kasar, benar-benar tak berniat menanggapi.
“Gue lagi gak mood ribut. Kalau mau debat lain kali aja.”
Dia melepaskan tangan Lyra dan melangkah pergi. Rokok masih terselip di bibirnya, menyisakan aura bad boy yang malah membuat banyak siswa cewek makin histeris dalam diam. Alvyna yang menyaksikan dari kejauhan hanya menyilangkan tangan di dada.
“Sepertinya ini waktu yang tepat buat nunjukin diri gue,” gumamnya dalam hati. Ia lalu mengambil masker putih dari dalam tasnya dan memakainya, menyembunyikan sebagian wajahnya.
Alvyna mulai berjalan mendekat, memainkan ponselnya dan menunduk, menciptakan kesan acuh dan misterius. Senyum tipis tersungging di balik masker putihnya.
Brukk!
“Aduh.”
“Shit! Lo punya mata gak?!”
Lyra hampir jatuh dan langsung menoleh dengan marah. El juga langsung menengok, mencari sumber suara.
Di hadapannya, seorang gadis yang tampaknya Alvyna jatuh dan memegangi lututnya. Ia masih mengenakan masker.
“Sakit sorry, gue gak sengaja,” ucap Alvyna dengan suara lirih, berusaha terdengar lemah.
Lyra yang masih meledak-ledak langsung menarik rambut Alvyna dengan kasar.
“Sakit! Gue udah bilang gak sengaja!” seru Alvyna sambil mencoba melepaskan diri.
“Cukup!” El bergerak cepat, menarik tangan Lyra menjauh dan melindungi Alvyna di belakang tubuhnya.
“Kamu belain dia?! Kamu peluk dia di depan gue?!” suara Lyra meninggi, wajahnya penuh emosi.
El menghela napas panjang. “Sekali aja bisa gak ngomong pelan tanpa teriak?!”
Suasana makin gaduh. Beberapa siswa berkumpul menonton tontonan gratis pagi itu. Bahkan guru piket mulai berjalan cepat ke arah keributan.
“Kamu liat dia nyenggol aku kan?!”
“Dia udah minta maaf. Mau apa lagi?!”
“Kata maaf gak cukup!”
Tak puas Lyra langsung menarik masker dari wajah Alvyna dengan kasar.
Sett
Deg
Wajah itu kini terlihat jelas. Lyra membeku pupil matanya membesar.
“L-lo?”
Alvyna hanya menyeringai kecil.
El menatap bergantian antara Lyra dan Alvyna, bingung.
Kringggg
Bel berbunyi, menyelamatkan situasi yang makin panas. Lyra langsung berbalik dan pergi tanpa sepatah kata. Sementara Alvyna hanya memutar badan dan berjalan tenang ke arah kelas. El mengejarnya pelan, masih penasaran.
“Lo kenal cewek gue?” tanyanya setengah berbisik.
“Gak,” jawab Alvyna singkat.
“Gak percaya gue.”
“Terserah. Gue gak maksa lo percaya.”
El sempat ingin naik ke rooftop untuk menghindari kelas, tapi mengurungkan niatnya saat melihat Alvyna masuk ke ruang kelas IPA 1.
“Lo anak IPA 1?”
“Hmm,” jawab Alvyna tanpa menoleh, langsung duduk di bangku pojok belakang, tempat yang sama dengan saat hari pertama ia pindah ke sekolah ini.
El pun menyusul, duduk di bangku pojok berlawanan. Matanya terus mengamati Alvyna, banyak pertanyaan berputar di kepala.
“Kenapa Mama Papa gak bilang kalau dia satu kelas sama gue?” pikirnya, merasa sedikit kesal karena tidak tau lebih awal.
Tak lama kemudian, suara langkah sepatu terdengar dan seorang guru perempuan masuk ke dalam kelas.
“Selamat pagi semua,” sapanya ramah.
“Pagi Bu,” jawab siswa-siswi kompak.
“Katanya ada murid baru? Yang mana?”
Alvyna pun mengangkat tangan. “Saya Bu. Belum sempat perkenalan karena waktu itu semua guru rapat.”
“Oh ya silakan ke depan perkenalkan diri,” ucap sang guru.
Alvyna berjalan ke depan kelas dengan langkah tenang dan tatapan lurus ke depan. Ia berdiri tegak dan mulai memperkenalkan diri.
“Nama gue Alvyna Rae Damaris. Panggil aja Alvyna.”
Beberapa siswa langsung bersuara.
“Hai Alvyna!”
“Namanya secantik orangnya!”
El mendengus kecil, menyender ke kursi dengan ekspresi cemburu.
“Ck fix saingan gue nambah. Gini banget punya istri kelewat cakep!” batinnya sambil menatap ke depan, berusaha menahan senyum yang nyaris muncul.