NovelToon NovelToon
Hujan Di Istana Akira

Hujan Di Istana Akira

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi / Harem / Romansa / Dokter
Popularitas:322
Nilai: 5
Nama Author: latifa_ yadie

Seorang dokter muda bernama Mika dari dunia modern terseret ke masa lalu — ke sebuah kerajaan Jepang misterius abad ke-14 yang tak tercatat sejarah. Ia diselamatkan oleh Pangeran Akira, pewaris takhta yang berhati beku akibat masa lalu kelam.
Kehadiran Mika membawa perubahan besar: membuka luka lama, membangkitkan cinta yang terlarang, dan membongkar rahasia tentang asal-usul kerajaan dan perjalanan waktu itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon latifa_ yadie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Inti Waktu

Cahaya putih itu tak punya ujung.

Aku melayang di tengahnya, tak tahu ke mana harus melangkah.

Tak ada langit, tak ada tanah — hanya ruang tanpa bentuk yang terasa hangat tapi sunyi, seperti dunia baru yang belum diberi nama.

Untuk sesaat, aku berpikir aku sudah mati.

Tapi kemudian aku mendengar suara detak — pelan, teratur.

Bukan detak jantungku… tapi detak waktu.

“Selamat datang di Inti Waktu, Mika dari dunia langit.”

Suaranya terdengar di seluruh arah, lembut tapi berat, seperti gema di dalam pikiranku sendiri.

Aku menoleh, tapi tak melihat siapa pun.

“Siapa kau?”

“Aku adalah waktu itu sendiri. Aku tak punya wajah, tak punya awal, tak punya akhir. Tapi aku mengenalmu, karena kau adalah satu-satunya yang pernah menentangku.”

Aku menarik napas panjang. “Aku tidak berniat menentangmu. Aku hanya… ingin menyelamatkan dunia.”

“Dan kau sudah melakukannya. Tapi setiap penyelamatan selalu meninggalkan retakan.”

Cahaya di sekelilingku bergetar lembut, lalu membentuk lingkaran-lingkaran seperti air.

Dari lingkaran itu, muncul potongan-potongan kenangan — hidupku di dunia modern, hari pertama aku tiba di istana, tawa Akira, pengkhianatan Riku, senyum Ryou, tangisan Permaisuri Mei. Semuanya mengelilingiku, berputar seperti film yang diputar ulang.

“Setiap waktu adalah cerita. Dan setiap cerita menuntut akhir. Tapi kau, Mika, menolak memberi akhir. Itu sebabnya waktu kembali padamu.”

Aku menunduk. “Kalau begitu… apa yang kau inginkan dariku?”

“Pilih satu waktu untuk hidup, dan biarkan yang lain beristirahat.”

Kata-katanya membuat dadaku bergetar.

“Pilih satu waktu?”

“Ya. Dunia modern tempat asalmu, atau dunia ini — dunia yang tercipta dari cinta dan pengorbananmu.”

Aku menatap cahaya yang berputar, perasaan takut tiba-tiba memenuhi dada.

“Kalau aku memilih dunia modern… dunia Akira akan hilang?”

“Ia akan menjadi bayangan. Hanya tersisa dalam kenanganmu.”

“Dan kalau aku memilih dunia ini?”

“Kau tak akan pernah kembali ke asalmu. Dunia modern akan menganggapmu hilang selamanya.”

Aku menutup mata. Dua dunia. Dua cinta. Dua kehidupan.

Dan aku hanya diberi satu kesempatan.

Tiba-tiba, dari dalam cahaya muncul sosok-sosok samar.

Pertama, Ryou. Ia berdiri dengan jubah putih, matanya tenang tapi penuh kerinduan.

“Kalau waktu memberimu pilihan,” katanya pelan, “ingatlah siapa yang pertama kali membuatmu percaya bahwa cinta bisa melintasi masa.”

Aku menatapnya, suaraku nyaris berbisik. “Ryou…”

Dia tersenyum lembut. “Kau datang dari langit, dan aku menatapmu dari tanah. Tapi cinta kita tidak punya arah, hanya tujuan — menyembuhkan waktu.”

Dari sisi lain, muncul Akira.

Ia berjalan perlahan, dengan tatapan yang sama seperti malam terakhir kami bersama di bawah hujan.

“Mika,” katanya lembut, “aku tidak peduli dunia mana yang kau pilih. Aku hanya ingin kau hidup.”

Air mataku langsung jatuh. “Aku tidak ingin kehilangan siapa pun dari kalian.”

Ryou tersenyum. “Kau tidak akan kehilangan kami. Kau hanya akan menjadi alasan kami ada.”

Aku terisak. “Bagaimana aku bisa memilih di antara dua cinta yang sama?”

Ryou menatap Akira, lalu menatapku. “Karena waktu tidak butuh dua cinta. Ia hanya butuh satu hati yang berani tetap mencintai, bahkan saat dunia berakhir.”

Akira mendekat, menggenggam tanganku.

Tangannya hangat, nyata.

“Kalau dunia ini yang kau pilih,” katanya, “aku akan terus ada bersamamu. Tapi kalau kau kembali ke asalmu, aku ingin kau tetap hidup bahagia — jangan menunggu hujan lagi.”

Aku menatap keduanya bergantian.

Ryou — masa lalu yang membuatku memahami arti pengorbanan.

Akira — masa kini yang membuatku mengerti arti hidup.

Cahaya di sekeliling kami semakin terang.

Suara waktu bergema lagi.

“Pilih, Mika. Karena waktu tidak bisa menunggu.”

Aku memejamkan mata, menarik napas panjang.

Lalu aku mendengar suara lain — bukan dari waktu, bukan dari mereka.

Suara lembut, seperti angin.

“Cinta tidak perlu dipilih, Mika. Cinta hanya perlu dipercaya.”

Aku membuka mata.

Di depanku berdiri Reina, tubuhnya bercahaya lembut, tersenyum dengan damai.

“Reina…” bisikku.

Dia mendekat, menyentuh pipiku. “Kau sudah melanjutkan kisahku. Aku pernah gagal menjaga keseimbangan, tapi kau berhasil. Sekarang waktunya kau menulis akhir yang tidak lagi tentang kehilangan.”

Aku menggenggam tangannya. “Tapi bagaimana?”

Dia menatap kedua pria di sisiku. “Kau tidak harus meninggalkan siapa pun. Kau hanya harus membuat dunia baru — dunia di mana waktu tidak perlu membedakan masa lalu dan masa depan.”

Aku menatapnya, terkejut. “Dunia baru?”

Reina mengangguk. “Satukan semuanya, Mika. Dunia modernmu, dunia istana, semua kenangan. Waktu sudah cukup lama memisahkan kalian. Sekarang saatnya ia belajar bersatu.”

Aku menatap ke arah Ryou dan Akira.

Cahaya di tubuh mereka mulai bersinar lebih kuat — biru dari Akira, merah dari Ryou, dan putih dari Reina.

Ketiganya saling berpadu, membentuk pusaran cahaya besar di tengah ruangan.

Aku merasakan hangatnya menjalar ke seluruh tubuhku.

“Kau memilih untuk menyatukan waktu?” tanya suara besar itu.

Aku menatap ke langit cahaya. “Aku memilih cinta. Dan cinta tidak mengenal batas waktu.”

Tiba-tiba, cahaya itu meledak.

Tubuhku terangkat, semua warna bercampur — merah, biru, putih — lalu berubah jadi keemasan.

Aku merasa seluruh ingatan hidupku berputar cepat: suara tawa teman-teman di dunia modern, suara hujan di istana, tangan Akira yang menggenggamku, mata Ryou yang menatap penuh cinta. Semuanya menyatu dalam satu rasa yang tak bisa kugambarkan.

Aku berteriak, bukan karena sakit, tapi karena rasanya seperti lahir kembali.

Semua batas hilang. Semua waktu berhenti.

Ketika aku membuka mata, aku berdiri di atas padang luas di bawah langit biru.

Udara segar, angin lembut berembus membawa aroma tanah basah.

Aku menatap sekeliling — dan tertegun.

Di kejauhan, ada kota modern dengan gedung tinggi dan kendaraan beroda.

Tapi di sisi lainnya, ada istana tua dengan taman plum yang mekar.

Keduanya berdiri berdampingan, tanpa batas, tanpa garis pemisah.

Masa lalu dan masa depan telah menjadi satu.

Aku menyentuh dadaku — liontin Akira masih ada, tapi kini bersinar lembut, seolah menjadi bagian dari tubuhku.

“Jadi… ini dunia baru itu,” bisikku. “Dunia di antara waktu.”

Di bawah pohon plum, seseorang berdiri menatapku.

Rambutnya hitam, wajahnya tenang, dengan senyum yang kutahu di mana pun aku berada.

“Akira…”

Dia mendekat, menyentuh tanganku. “Kau berhasil.”

Air mata langsung mengalir. “Aku pikir aku kehilanganmu.”

Dia menggeleng. “Kau tidak bisa kehilangan sesuatu yang menjadi bagian dari waktumu sendiri.”

Aku tertawa di antara tangis. “Dan Ryou?”

Dia menatap ke arah istana.

Aku mengikuti pandangannya, dan di sana, di balkon tinggi, Ryou berdiri mengenakan jubah putih, menatap kami dengan senyum damai.

Dia mengangguk pelan, lalu menghilang dalam cahaya.

Akira memelukku. “Dia sudah menjadi bagian dari dunia ini. Dari kita.”

Aku menutup mata, bersandar di dadanya.

Untuk pertama kalinya, tidak ada rasa kehilangan.

Tidak ada batas antara dulu dan kini.

Hanya kedamaian — dan cinta yang tetap hidup.

Malam itu, aku duduk di atap rumah, menatap bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit.

Tidak ada hujan malam ini, tapi aku tahu hujan akan turun lagi suatu hari nanti — bukan sebagai tanda perpisahan, tapi sebagai simbol waktu yang hidup untuk cinta.

Aku menulis di buku catatanku:

“Aku pernah berjalan di dua dunia, mencintai dua masa, dan kehilangan dua kali.

Tapi kini aku tahu, waktu bukan musuh.

Waktu hanyalah cara semesta memastikan cinta kita tidak pernah berakhir.”

Angin malam membawa aroma bunga plum yang baru mekar.

Dan di antara hembusan itu, aku mendengar suara Akira berbisik pelan di telingaku:

“Selamat datang di dunia tanpa waktu, Mika.”

Aku tersenyum, menatap langit.

“Dan selamat datang di masa depan yang akhirnya bisa mencintai masa lalu.”

1
Luke fon Fabre
Waw, nggak bisa berhenti baca!
Aixaming
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!