"Aku hanya minta satu tahun, Jingga. Setelah melahirkan anak Langit, kau bebas pergi. Tapi jangan pernah berharap cinta darinya, karena hatinya hanya milikku.” – Nesya.
_______
Di balik senyumnya yang manis, tersimpan rahasia dan ambisi yang tak pernah ku duga. Suamiku terikat janji, dan aku hanyalah madu pilihan istrinya—bukan untuk dicinta, tapi untuk memenuhi kehendak dan keturunan.
Setiap hari adalah permainan hati, setiap kata adalah ujian kesetiaan. Aku belajar bahwa cinta tidak selalu adil, dan kebahagiaan bisa datang dari pilihan yang salah.
Apakah aku akan tetap menanggung belenggu ini… atau memberontak demi kebebasan hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Semakin memanas dan rumit
...0o0__0o0...
...Jingga meronta lagi, namun pelukan di pinggangnya makin mengeras....
...“Kak… tolong lepaskan. Aku sesak…” suaranya bergetar, wajahnya merah padam....
...Langit menunduk, napasnya berat, wajahnya begitu dekat hingga Jingga bisa merasakan hembusan panasnya....
...“Sesak karena aku… atau karena tadi kau di nikmati lelaki lain dengan pandangan itu ?” desisnya, suaranya dingin sekaligus membakar....
...Jingga terbelalak, tak percaya dengan tuduhan itu....
...“Aku tidak pernah menginginkan tatapan itu! Jangan salahkan aku atas perasaan orang lain!” suaranya meninggi, ada tangis yang tertahan di ujung matanya....
...Namun bukannya melunak, genggaman Langit justru semakin erat....
...“Kau terlalu cantik… terlalu lembut… dan terlalu polos. Satu senyuman kecil mu saja bisa membuat orang kehilangan akal sehat. Apa kau pikir aku bisa diam melihat itu ?!”...
...“Kak… tolong sadar! Ini rumah sakit! Ayah ada di sini! Kalau orang lain lihat—”...
...“Biar!” potong Langit cepat, matanya berkilat. “Biar semua orang tahu… kau hanya milik aku, Jingga. Aku tidak peduli tempat, tidak peduli siapa yang melihat.”...
...Jingga menahan napas, tubuhnya bergetar. Rasa sesak, marah, dan hangat yang aneh bercampur jadi satu di dadanya....
...“Kamu… keterlaluan, Kak…” bisiknya, matanya berkaca-kaca....
...Langit menunduk lebih dekat, hampir menyentuh bibir istrinya yang gemetar....
...“Kalau aku keterlaluan, itu karena aku menjaga mu terlalu dalam, Jingga… sampai-sampai aku tidak rela ada laki-laki lain yang mengagumi mu, walau hanya dengan pandangan.”...
...Jingga terdiam, dadanya naik turun cepat. Ia tidak tahu harus membenci atau justru luluh dengan kata-kata suaminya yang penuh cemburu posesif itu....
...Langit menunduk semakin dekat, jarak wajah mereka tinggal sejengkal....
...Jingga membeku, matanya melebar....
...“Kak… jangan… ini bukan tempatnya…” suaranya lirih, nyaris bergetar....
...Namun Langit tidak peduli. Amarah dan rasa cemburu membuatnya kehilangan kendali. Ia menekan pinggang Jingga makin erat, lalu menangkap bibir istrinya dengan paksa....
...“Mmpt—!” ...
...Jingga terkejut, meronta sekuat tenaga. Tangannya mendorong dada bidang Langit, namun cengkeraman pria itu terlalu kuat....
...Ciuman itu panas, kasar, seakan menjadi pelampiasan cemburu yang membara....
...Beberapa detik kemudian, Langit akhirnya melepaskan-nya, menatap Jingga yang terengah-engah dengan wajah memerah....
...“Aku sudah bilang… kau hanya milik ku. Tidak ada satu pun lelaki yang boleh bernafas atas nama mu, apalagi menikmati wajah mu.”...
...Jingga menyeka bibirnya dengan gemetar, matanya basah....
...“Kak… kamu gila… kamu keterlaluan… ayah ada di sini…” bisiknya lirih....
...Langit mengangkat dagu Jingga, memaksa istrinya menatap matanya. ...
...“Dengar baik-baik, Jingga. Aku tidak peduli siapa pun yang ada di sekitar kita. Bahkan jika dunia menentang, aku tidak akan pernah melepaskan mu.”...
...Jingga terdiam, dadanya naik turun cepat. Ada amarah yang membakar, tapi juga ada ketakutan sekaligus rasa asing yang bergetar dalam dirinya karena sikap posesif suaminya yang tiba-tiba....
...Langit mendekat lagi, bibirnya hampir menyentuh telinga Jingga. “Kau mengerti, Jingga ?” suaranya rendah, serak, tapi tajam menusuk ke hati....
...Jingga memejamkan mata rapat-rapat, menahan perasaan yang campur aduk....
...Jingga akhirnya berhasil mendorong dada Langit dengan keras, hingga jarak mereka terlepas. Wajahnya merah padam, bukan lagi karena tersipu, melainkan amarah yang mendidih....
...“Cukup, Kak!” serunya dengan suara bergetar. “Jangan perlakukan aku seenak mu! Kau pikir aku ini siapa ? Boneka yang bisa kau peluk dan cium sesuka hati saat cemburu ?”...
...Langit terdiam, rahangnya mengeras, namun matanya tetap menusuk istrinya. “Kau istriku, Jingga. Itu alasan kenapa aku tidak bisa diam melihat lelaki lain menatap mu.”...
...Jingga mendengus getir, matanya berkaca-kaca....
...“Istri ? Jangan membuat ku tertawa, Kak. Aku tahu di hatimu hanya ada Kak Nesya—istri pertama mu. Aku hanyalah bayangan, pengganti, istri kedua yang tidak pernah benar-benar kau inginkan!”...
...Langit tertegun, wajahnya menegang....
...“Jingga…” suaranya melembut sedikit, namun Jingga cepat menepis....
...“Jangan sebut namaku dengan nada itu! Kau tidak berhak menuntut kepatuhan dari ku sementara cinta mu bahkan bukan milik ku!” Jingga menatapnya dengan sorot tajam penuh luka....
...Langit menghela napas berat, tapi genggaman-nya di sisi ranjang semakin mengepal. “Cintaku pada siapa pun tidak ada hubungan-nya dengan kewajiban ku melindungi mu.”...
...“Melindungi ?” Jingga menyeringai pahit. “Apa dengan cara mempermalukan ku di depan orang lainb? Dengan cara menciumku paksa di samping ayahku yang sekarat ? Itu bukan cinta, Kak… itu ego.”...
...Suasana mendadak hening, hanya bunyi detakan monitor jantung ayah Jingga yang mengisi ruang....
...Air mata Jingga jatuh tanpa bisa ia tahan....
...“Aku lelah… Aku bukan dia, Kak. Aku bukan wanita yang kau cintai… aku hanya istri kedua mu yang kau ikat dengan alasan yang bahkan aku sendiri tidak tahu.”...
...Langit menunduk, wajahnya tertutup bayangan. Ia tidak menyangkal. Dan itu saja sudah cukup menghancurkan hati Jingga....
...Air mata Jingga jatuh deras. Ia mengusapnya cepat, berusaha tetap tegar di hadapan suaminya....
...“Kalau memang aku hanya istri kedua yang tidak kau cintai… lebih baik jangan pernah memperlakukan ku seolah-olah aku berharga untuk mu, Kak. Itu hanya membuat ku sakit.”...
...Langit mendongak, matanya tajam namun bergetar. “Jingga, jangan bicara sembarangan. Kau tetap istriku. Kau tetap harus menuruti aku.”...
...Jingga mendengus getir. “Istri di kertas, mungkin iya. Tapi di hatimu ? Aku tidak ada di sana. Kau hanya mencintai ku ketika cemburu, ketika egomu terusik… bukan karena kau benar-benar ingin aku ada di sisimu.”...
...Langit maju setapak, mencoba meraih tangan istrinya. “Jingga, dengarkan aku—”...
...Namun Jingga menepis dengan kasar....
...“Cukup! Aku tidak ingin mendengar apa pun dari mu.”...
...Jingga segera berdiri, meraih tasnya, lalu menunduk sebentar menatap ayahnya. “Ayah… maaf, aku keluar sebentar…” bisiknya dengan suara parau....
...Langit menahan napas, wajahnya memanas....
...“Jingga! Jangan berani keluar ruangan!” suaranya meninggi, penuh kuasa....
...Namun Jingga tidak berhenti. Ia menoleh sejenak, menatap Langit dengan mata yang penuh luka....
...“Aku bukan tawanan mu, Kak. Kau bisa mengikat tubuhku dengan status istri… tapi tidak hatiku. Assalamualaikum.”...
...Brak!...
...Pintu ruang VIP tertutup keras di belakangnya, meninggalkan Langit yang berdiri kaku di samping ranjang mertuanya....
...Suasana mendadak hening, hanya suara mesin monitor pasien yang berdetak stabil. ...
...Langit mengusap wajahnya kasar, menahan gejolak di dadanya. Rahangnya mengeras, tapi matanya berkilat penuh kegelisahan....
...Dalam hatinya ia tahu… ucapan Jingga barusan menusuk terlalu dalam....
...Langit berdiri kaku di samping ranjang, napasnya masih memburu. Suara pintu yang di banting Jingga tadi terus terngiang di telinganya, membuat dadanya sesak....
...Ia menunduk, menatap tangan sendiri yang mengepal erat....
...“Kenapa aku bisa sebodoh ini…” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar....
...Tatapannya lalu jatuh pada mertuanya yang masih tak sadarkan diri di ranjang....
...“Ayah… aku bahkan tidak bisa menjaga perasaan putri Ayah. Aku hanya membuatnya terluka,” suaranya berat, getir....
...Bayangan wajah Jingga muncul jelas di kepalanya—mata bulatnya yang berkaca-kaca, bibirnya yang bergetar menahan tangis, hingga suara marahnya yang memantul tajam:...
..."Aku bukan tawanan mu, Kak. Kau bisa mengikat tubuhku dengan status istri… tapi tidak dengan hatiku."...
...Langit mengusap wajahnya kasar. Amarah yang tadi mendidih kini berganti jadi kekosongan. Ada perih yang menusuk di dadanya, namun egonya masih berusaha menyangkal....
...“Kenapa aku tidak bisa tenang saat ada lelaki lain menatapnya ? Kenapa aku tidak rela kalau dia pergi ?” desisnya....
...Langit menatap kosong ke arah pintu yang baru saja ditutup Jingga. Jantungnya berdebar aneh—campuran cemas, takut, dan sesuatu yang enggan ia akui....
...Dalam hatinya ia tahu, ada sesuatu yang berbeda dengan Jingga....
...Namun di sisi lain, bayangan istri pertamanya terus menghantui. Ia terjebak di antara istri pertama yang tak bisa ia lepaskan, dan kenyataan bahwa istri keduanya perlahan menancapkan luka sekaligus harapan dalam hidupnya....
...Langit menggertakkan giginya, lalu menunduk dalam. “Aku tidak boleh goyah… Tapi, kenapa rasanya aku takut kehilangan dia ?”...
...0o0__0o0...
baca cerita poli²an tuh suka bikin gemes tp mau gk dibaca penasaran bgt 😂