Dea Gadis desa yang biasa nya berjualan kue di kampung nya.
Karena tradisi perjodohan di kampung nya masih sangat ketat, Dea di paksa menerima perjodohan dengan anak juragan teh di kampungnya.
Untuk menolak juga tidak mungkin, karena orang tua nya bekerja di perkebunan teh milik juragan itu.
Akhirnya Dea memutuskan ke kota, dengan alasan akan pulang saat tunangan juga kembali ke desa. Karena sang tunangan sedang menuntut ilmu di Malaysia.
Tapi, lagi-lagi takdir tak berpihak padanya, setelah ijab Kabul sang suami langsung menceraikan nya.
Bagaimana kah perjalan kisahnya? apa penyebab suaminya menceraikan nya?
.
.
.
Novel ini berbahasa Jawa campur indonesia. ada beberapa yang di beri terjemahan dan tidak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khawatir
Opo to mbak sing penting? Mbok Yo kalo ngomong itu sing jelas gitu Loh’’ ujar sepupu nya.
“Kowe kepengen kerjo Ning Jakarta ora?’’ tanya Dea serius.
“Yo mau toh Mbak m, kan uwes dari dulu aku tu pengen sekali kerja dan melihat monas’’ balasnya antusias.
“Yo uwes. Kalo bisa besok langsung berangkat ke Jakarta, nanti ongkos nya Mbak kirim.’’ ucap Dea lagi.
“Ora perlu Mbak, uang tabungan ku Eneng Iki. Kalo gitu udah dulu Yo Mbak?!, aku mau langsung meminta izin pada simbok, Assalamu'alaikum’’
“Wa'alaikum salam’’ ucap Dea mematikan sambungannya.
“Bagaimana?'’ tanya Naura penasaran.
“Insyaallah besok Dia berangkat. Ini, Lo nggak ada niatan buka Toko kue Nau? Ini serius Loh, kue buatan mu memang seenak itu.’’ ujar Dea memakan kuker yang di bawa Naura dari rumah.
“Bagus deh jika gitu, jadi kita nggak kewalahan melayani tamu. HM, Lo pikir buka toko tinggal simsalabim aja?!!Rencana dan kemauan ya memang ada, tapi nggak mudah untuk membangun sebuah Usaha. Toko pakaian ini aja butuh waktu untuk membeli nya.’’ balas Naura.
“Iya deh iya Buk Owner!’’ ucap Dea berisik tagak dan hormat. Naura hanya menggeleng kepala saja.
“Gue ke bawah dulu, mau buka Toko lagi.’’
“Iy, Gue mau beresin ini dulu, nanti gue nyusul.’’
Usai beres-beres dan mencuci piring kotor, Dea kembali ke bawah. Ternyata sudah ada beberapa pembeli yang datang. Dirinya langsung melayani pembeli.
.
❤️❤️❤️❤️
.
Di kampung Bu Ratmi sedang membuat opak. Meski tak lagi berjualan kue keliling, Dia beralih menjual kerupuk yang di bungkus dan di titipkan di warung-warung terdekat. Jadi nya tidak perlu jualan keliling. Bukan hanya opak saja, terkadang juga keripik pisang dan keripik singkong balado. Sedangkan suami sedang di kebun seperti biasa.
Singkong halus yang telah selesai di pipihkan di atas daun pisang Iya susun di atas tampah, karena mau di jemur. Untung saja hari ini langit terlihat cerah, jadi hanya perlu waktu dua hari saja sudah kering kerupuk nya. Setelah semua opak di susun, kini siap untuk di jemur. Bu Ratmi langsung membawa tapah ke luar rumah. Iya akan menjemurnya di sasag jemuran yang memang senantiasa ada di halaman rumah mereka. Sasag ini memang untuk menjemur makanan, baik rempah, ikan mau pun kerupuk.
Dari arah jalan terlihat delman yang berhenti. Seorang wanita paruh baya turun dengan anggunnya menggunakan kebaya, bawahan kain jarik, rambut di sanggul sambil mengipaskan diri. Ndoro ayu terlihat kepanasan karena cuaca memang luar biasa panas. Di belakang kusir membawa karung yang entah apa ksi nya.
Bu Ratmi yang melihat calon besannya langsung menghentikan kerjaan nya untuk menyambut Ndoro Ajeng.
“Eh Ndoro, panjenengan dari mana Iki?’’ ucap Bu Ratmi.
“Yo dari rumah lah Mbak. Kok malah nanya, Iki aku ora ditawari masuk rumah gitu?’’ jawab Ndoro Ajeng.
“Ayo Munggah, tak buatin banyu cemol kesukaan panjengan.’’ ujar Bu Ratmi mempersilakan tamu masuk rumah nya.
Ndoro mengikuti langkah Bu Ratmi. Masuk rumah tamu sederhana, Ndoro Ajeng langsung duduk di kursi yang tidak empuk. Kursi yang terbuat dari anyaman rotan khas jaman dulu.
“Ha boleh, Aku wis suwe ora ngombe cemol.“ (Cemol adalah minuman khas solo yang ternuay dari rempah).
Bu Ratmi mengangguk lalu berjalan menuju dapur.
Setelah wedang Cemol siap di buat, Iya membawa ke ruang tamu beserta kue basah yang sempat di bikin.
“Monggo, di minum sek selagi anget Ki biar lebih enak.’’ ucap Bu Ratmi.
Ndoro Ajeng langsung meminum nya, karena emang tidak terlalu panas. Lalu menaruh kembali ke atas meja. Kini ekspresi nya berubah serius. Bu Ratmi yang melihat juga jadi tidak enak hati nya.
“Begini Mbak yu, si Dea iku berangkat Jakarta ora ono pamit sekali pun pada kami selaku calon mertua nya. Pada Suroto saja orang di kabari sedikitpun. Kan bisa di kabari melalui sambungan telepon. Dadi, aku Iki bisa mau membekali nya uang atau makanan. Gitu Lo Mbak yu. Sing parah lagi nomer ponselnya Iki loh malah Ndak aktif. OPO jangan-jangan ada apa-apa ya di sana? Kan di sana kota besar ’’ ucap nya terlihat khawatir.
“Apa? Ya Allah Gusti. Ngandi anak ku Ki!!’’ raungnya.
“Eh? orang gitu juga lah Mbak yu, aku Iki kan cuma khawatir dan menebak. Belum tentu juga kejadian, Malah nangis! Ojo nangis lagi. Anak mu iku sudah seperti preman, jadi sudah di pastikan ora ono yang mengganggu nya di sana. Yo uwes, aku pulang dulu.’’ Setelah mengatakan itu, Ndoro Ajeng pamit pulang.
Bu Ratmi menangis sendirian di rumah mengingat sang anak memang dari berangkat belum ada memberi kabar, sehingga makin besarlah rasa khawatir wanita tua ini. Dirinya sudah tidak sabar menunggu kepulangan anak lelaki nya dari sekolah. Dia akan meminta Tama untuk menghubungi anak perempuan satu-satunya itu, untuk memastikan kabarnya.
Sedangkan Ndoro Ajeng tersenyum sendiri di atas delman. Dia memang sengaja membuat Bu Ratmi khawatir, karena masih kesal sang anak malah melamar wanita yang tidak disukainya itu. Jadi lah Bu Ratmi jadi sasaran kekesalannya.
Anak satu-satunya yang diharapkan bisa di atur dengan siapa harus menikah, malah memilih jalan sendiri. Mana yang di pilih gadis modelan seperti Dea. Tentu Ndoro Ajeng tidak setuju. Menurutnya Dea memang tidak seperti wanita Jawa, dari sifat mau pun sikap nya. Apa lagi perkataan nya yang tidak bisa di filter dan di rem. Ajeng berharap, menantu nya harus yang bisa di atur, patuh dan mengikuti perintahnya. Sedangkan Dea jauh dari kata itu, jangankan patuh, di senggol sedikit saja langsung mengamuk. Sehingga mendidih sudah darah Ajeng di buat nya.
“Ada untung nya juga memang putra ku memilih Kuliah di negeri Jiran. Jadi tidak perlu bertemu dengan gadis itu. Kalau bisa harus batal pertunangan ini. Em bagaiman caranya ya?!’’ Ajeng memikirkan rencana untuk memisahkan sang anak dengan gadis yang tak di sukainya itu.
.
.
.
“Kamu menguntit ku ya kaku??!! kemarin kamu mencari kesempatan memeluk ku sekarang malah mengikuti seperti Intel’’ ucap Dea lantang.
.
.
Jangan lupa like subscribe vote dan komentarnya 🙏
,, mawar mendarat 🌹