"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Tante," panggil Vina berjalan menghampiri perempuan yang mengenakan gaun sederhana berwarna navi.
"Selamat ulang tahun sayang," ucapnya lalu memberikan sebuah bingkisan kecil. Vina mencium kedua pipinya, keduanya terlihat sangat dekat. Vina bagkan sesekali bergelayut manja pada sosok perempuan itu.
"Terima kasih banyak tante. Athur mana tan?" Vina memperhatikan sekeliling namun tidak menemukan pria pujaan hatinya.
"Tunggu sebentar lagi pasti datang. Tante kesana dulu, mau nemui mama kamu." senyum mengembang di wajahnya.
"OK tan,"
Vina merasa sedikit kesal, acara sudah mau di mulai namun sosok Athur belum juga muncul. Pesan teks juga sudah di kirim namun belum ada balasan. Panggilan telephone juga di abaikan olehnya, melempar benda pipih ke atas kasur. Namun tiba-tiba saja tangan kekas langsung melingkar di pinggang gadis itu.
"Athur." serunya kegirangan.
"Sayang,'' suara berat itu mengejutkan Vina. Jantungnya seakan ingin berhenti, berbalik dan benar saja dugaannya.
"Kau!"
"Kenapa sayang, aku sangat merindukanmu." semakin erat pria itu memeluknya.
"Tapi ini bukan waktu yang tepat. Tolong pergilah dari sini," Vina memohon karena takut.
"Tidak akan ada yang tahu sayang. Aku butuh daya," ujarnya tanpa aba-aba langsung melumat bibir Vina rakus.
"Emmm" suara lenguhan lolos di bibir Vina. Mau tidak mau wanita itu pun akhirnya membalas ciumannya. Semakin lama semakin panas, tangan kekarnya meraba sesuatu yang di dambakannya setiap lelaki.
Vina berusaha menahan tangan pria itu agar tidak bertindah lebih jauh. Namun usahanya gagal, semakin Vina menahan, semakin gencar jemari nakalnya bermain. Berusaha mendorong kuat, akhirnya kali ini usahanya berhasil. Wajah yang sedikit kesal karena takut jika ada yang tiba-tiba masuk kekamarnya.
"Kenapa sayang bukankah kamu selalu menyukainya?" senyum nakal menggoda Vina.
"Cukup! Tolong kali ini, pergilah dari sini." Vina memohon dengan mimik wajah memelas.
"Jangan pasang wajah seperti itu sayang. Dia tidak akan datang percayalah, malam ini hanya ada kamu dan aku." Jemari nakalnya mengusap lembut wajah Vina lalu beralih pada bibir favoritenya.
Vina pasrah, tidak di pungkiri dia juga sangat menginginkan sentuhan lebih dari apa yang barusan pria itu berikan. Menurutnya waktunya saat ini tidak tepat, mengingat dimana tadi Mama Athur ada di bawah. Gadis itu menggeleng, entah apa maksudnya.
Tok ... Tok ... Tok ...
Benar saja yang di pikirkan Vina. Detak jantungnya berdetak lebih cepat. Vina menatap pria di sampingnya memohon agar dia pergi dari kamarnya.
"Vin, Athur sudah datang." ucap seseorang di luar.
"Iya, tunggu sebentar," sahutnya sedikit berteriak.
"Sial kenapa bisa dia datang?" dalam hatinya.
"Aku tunggu kamu di tempat biasa. Ingat sayang di tempat biasa." bisiknya di telinga vina, sedikit menggigit kecil telinganya. Vina menganggu mengiyakan lalu merapikan rambut yang sedikit berantakan.
Ceklek
Suara pintu dibuka dari dalam, "lama sekali lo Vin."
"Ganti baju. Tadi sedikit tidak nyaman pake itu," ujarnya memang kini Vina sudah memakai gaun yang berbeda dari yang di pake tadi.
"Ya sudah ayo," ujar Vina mengajaknya pergi.
Vina berjalan menuruni anak tangga dengan anggun. Beberapa pasang mata menatap kearahnya. Wajah cantik gadis itu seakan menghipnotis para lelaki yang di undangnya. Bagaimana tidak dia itu adalah primadona dambaan para pria di sekolah dan kampus.
Tapi sayang gadis itu justru menjatuhkan pilihanya pada pria bernama Athur. Ya pria tampan yang juga tak kalah dari lelaki lain. Bahkan keduanya sudah bertunangan banyak pria dan wanita iri dengan mereka.
Vina melihat sosok pujaan hatinya berdiri di tengah kerumunan teman-temannya. Senyum wanita itu mengembang, rasa kesal yang di abaikan terbayar dengan kedatangannya. Vina berhenti di anak tangga terakhir, kedua pasang mata saling bertemu. Terseyum menggoda sambil mengacungkan secangkir jus kearahnya.
"Sayang akhirnya kamu datang." Vina bergelayut manja pada Athur.
"Kenapa pesanku tak di balas. Telponku juga tidak kau angkat." bibir Vina mengerucut kesal manja padanya.
"Bukankah aku sudah ada di sini. Hmm," ujarnya mengusap manja pucuk kepala Vina.
"Hai kalian, jika ingin bermesraan ajaklah kekamar." goda temannya.
"Ih ..., apaan sih kamu. Belum halal." sahut Vina malu.
"Wah lampu hijau ni," timpal satunya.
"Belum waktunya." sahut Vina lagi menegaskan.
"Acaranya mau di mulai nggak ni," timpal teman-teman Vina menggoda.
Acara berlangsung cukup meriah. Potongan kue pertama Vina berikan pada sang ibu. Kemudian dia berikan pada pujaan hati tercinta. Namun, siapa sangka saat ingin memberi kue itu. Ada sosok dua lelaki yang mengisi kehidupan Vina berdiri berdampingan di sana.
Vina mengabaikan sebelah Athur, lalu memberikam suapan pertama padanya. Athur menerima suapan itu tanpa penolakan. Sedangkan raut wajah lelaki di sebelahnya sedikit berubah namun tak ada yang memperhatikan.
***
Mentari sudah mulai meninggi, Athur menggeliat bangun dari tidurnya. Tangan kekarnya mencari benda pipih dan mengambilnya. Mengangkat kelapa dan membuka mata menatap layar yang menyala. Dia menghela nafas, karena apa yang di tunggu belum juga ada kabar.
"Kenapa dia belum menghubungiku?" gumamnya lirih.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Kak."
Dengan malas Athur mengibakan selimut beranjak bangun. Di bukanya pintu, kepalanya sedikit mencondong ke luar. Rambut acak-acakan wajah lesu Kas bangun tidur terlihat jelas.
"Hemm, ada apa?"
"Di panggil Papah." ujarnya menyampaikan pesan.
"Bentar lagi."
"Terserah yang penting udah gue sampaikan. Ya udah gue mau sekolah dulu." Athur menyipitkan bola matanya, melihat sebuah kotak kecil di bungkus rapih.
"Hai ..., tunggu." Athur menarik tas sekolahnya.
"Ih ..., apa sih lo kak. Main Tarik segala," kesalnya.
"Apaan tu," ujar atur menunjuk dengan wajarnya.
"Kepo. Udah gue mau berangkat."
Adiknya berlari cepat meninggalkan Athur, dia tidak mau terlambat. Berbada dengan Athur, dia tahu jika sang papah memanggilnya sepagi ini pasti ada hal penting yang ingin di bicarakan. Pria itu kini sudah berada di ruang kerja sang Papa.
"Duduk."
"Ada apa?" merasa lama tak ada pembicaraan do antara keduanya Athur memberanikan diri bertanya.
"Jelaskan?" tatapan Papanya begitu tajam saat ini. Tidak biasanya wajah Louis seserius sekarang.
Louis Kaelan dia adalah Papa Athur berusia sekitar 48 tahuan. Sangat menyayangi keluarganya, sosoknya juga tegas. Jika anak salah dia tidak akan pernah membela. Tetapi dia juga memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk memilih apa yang mereka inginkan.
Athur mengambil amplop coklat yang di sodorkan padanya. Membuka dan melihat isinya, bola matanya membelalak, detak jantung atur tak beraturan. Bagaimana bisa papanya mempunyai foto itu.
"Kenapa masih diam? Jawab!" Athur menghela nafas berat. bingung dari mana dia mau menjelaska.
"Apa maksudnya itu semua?" Louis ingin sang anak jujur padanya. Walaupun sebenarnya dia sudah mengetahui kebenaran dari foto yang di ambil oleh anak buahnya.
"Baiklah akan ku jelaskan." Sahutnya pelan namun tegas.
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭