Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Ketenangan yang ternyata Sementara
Bibi Dini menahan diri untuk tidak mengatakan apapun. Ketika Berta bahkan kedua anaknya menertawakan Alisa dan mengatakan hal yang begitu buruk pada wanita itu.
"Sekarang tahu kan tempat kamu itu sebenarnya dimana? kamu itu cuma pengganti kak Karina. Gak lebih dari ban serep!" ujar Tasya.
Wanita itu masih berusia 24 tahun, dan dia sedang koas di salah satu perusahaan yang ada di kota ini. Tapi lidahnya begitu tajam.
Sementara adiknya Rena, si bungsu. Juga terlihat menertawakan Alisa.
"Karena kak Karina tidak suka melihat wajahmu. Mulai sekarang kamu bekerja di bagian belakang ya! jangan pernah muncul di depan, apalagi di rumah utama. Kamu bagian bersih-bersih gudang dan taman belakang. Cabut itu rumput, sama kasih makan burung peliharaan kakak. Oh ya, jangan lupa bersihkan kotorannya ha ha ha"
Dan Rena, wanita berusia 20 tahun yang merupakan mahasiswa salah satu perguruan tinggi terbaik di kota ini. Sungguh tak tahu aturan, dia belajar dengan baik di kampusnya sebagai mahasiswa. Tapi di rumah ini, dia bahkan tidak mengerti bagaimana cara menghormati dan bersikap pada yang lebih tua.
"Bagus lah! jadi kita gak perlu sering lihat muka menyebalkannya itu. Menantu pilihanku sejak awal memang Karina! bukan gelandangan gak berguna seperti ini!"
Dia Berta, wanita paruh baya yang selalu tidak bisa menerima Alisa menjadi menantunya. Tampak begitu puas, karena Alisa sekarang sudah pindah ke kamar pelayan yang paling jelek di antara kamar pelayan yang ada di rumah besar ini.
Ketiganya sudah pergi, setelah puas menertawakan dan menghina Alisa. Bagi orang lain, Alisa memang dibuang. Tapi setidaknya, di tempat ini. Maria yang memang hobi cari muka, jadi selalu berusaha terlihat oleh majikan. Tidak sering lagi mengganggunya.
Dan meski jatah makan di sini lebih sedikit. Setidaknya dia bisa makan dua kali satu hari. Dan meski pekerjaan di tempat ini lebih kasar. Setidaknya, dia tidak menerima cacian dan hinaan dari Berta dan kedua anaknya.
Alisa sungguh merasa lebih baik, setelan benar-benar di anggap pelayan oleh Mark dan keluarganya. Bedanya, pelayan lain mendapatkan gaji. Sedangkan dia, selama satu bulan ini pindah ke halaman belakang. Dia sama sekali tidak mendapatkan gaji. Dan dia adalah orang yang paling tidak punya uang di rumah ini.
Awal-awal dia tinggal, di halaman belakang. Memang para pelayan dan tukang kebun sering membicarakannya diam-diam. Namun, Alisa berusaha untuk tidak terpengaruh sama sekali pada gunjingan mereka itu. Hanya gunjingan seperti itu saja, tidak membuatnya terluka. Dia pernah di hina, di rendahkan dan di pukul, di dorong, di tampar. Hanya gunjingan dari orang-orang itu, dia sama sekali tidak perduli karena memang tidak menyakitinya.
Menjadi orang yang di lupakan, Alisa pikir itu juga tidak masalah. Asal dia punya tempat tinggal, makanan untuk dimakan dan pekerjaan yang masih bisa dikerjakan. Jadinya dia tidak merasa berhutang budi atas makanan yang dia makan.
Namun ketika Alisa akan mengunci pintu kamarnya, karena memang sudah larut. Seseorang mendorong pintu itu dari luar. Membuat pintu itu terbuka. Alisa tidak berusaha menahannya, dia pikir mungkin itu bibi Dini. Selama satu bulan ini, memang bibi Dini bekerja di rumah utama dan jarang bertemu dengannya. Tapi, terkadang datang di malam hari membawakan makanan enak sisa makan malam majikan mereka. Selama Karina tinggal di rumah ini, setiap harinya memang masakan selalu yang terbaik.
Alisa tersenyum, dia benar-benar berpikir itu bibi Dini.
"Bibi..." ucapan Alisa terjeda. Karena ternyata itu bukan bibi Dini.
"Su... suami"
Itu adalah Mark. Datang dengan jubah tidur dan tampak dalam suasana hati yang tidak baik.
Tangan Alisa masih memegang gagang pintu, ketika Mark bahkan mendorong tubuh Alisa masuk ke dalam kamar. Mark mengunci kamar itu dan dengan cepat meraih pinggang Alisa mendekat ke arahnya.
Alisa tampak sangat khawatir. Obatnya sudah habis, suaminya tidak memberikannya lagi. Dia pikir, suaminya tidak akan menyentuhnya lagi setelah kedatangan Karina.
Alisa menelan salivanya dengan susah payah melihat tatapan Mark padanya.
"Sudah satu bulan! apa kamu benar-benar nyaman di tempat ini. Tidak berusaha menemuiku dan memohon padaku untuk bisa tinggal di rumah utama?" tanya Mark dengan tatapan tidak senang.
Alisa semakin merasa ketakutan. Kenapa Mark bicara seperti itu. Bukankah pria di depannya itu yang mengusirnya pergi. Kenapa dia harus memohon untuk kembali ke rumah depan dan mendapatkan penyiksaan dari orang-orang itu lagi.
"Kenapa diam? memohonkan padaku!" seru Mark sambil meremass pinggang Alisa.
Alisa memejamkan matanya sekilas. Rasanya tubuhnya tersengat sesuatu. Dan membuatnya nyaris mengeluarkan suara yang akan membuat Mark marah.
"Cepat memohon untuk kembali ke rumah utama!" ujar Mark berbisik di telinga Alisa dan tiba-tiba menciumi daerah yang cukup sensitif itu.
Tubuh Alisa sampai gemetaran. Dia sulit menahan semua itu. Sentuhan Mark memang selalu membuat tubuhnya bereaksi.
"Suami bilang, wanita yang dicintainya kembali. Aku tidak boleh terlihat olehnya!" jawab Alisa dengan cepat.
Tangan Mark yang tadinya meremass pinggang Alisa itu merenggang. Pria itu menarik dirinya, dan tiba-tiba saja mendorong tubuh Alisa ke atas matras.
Brukk
Tubuh Alisa terjatuh di matras yang memang menjadi tempat tidurnya di kamar pelayan ini.
"Buka baju!" perintah Mark.
Tangan Alisa malah spontan menyilang di depan dadanya.
"Suami, obatnya habis!" kata Alisa.
Karena memang Mark selalu memberi obat pada Alisa. Mark mengatakan dia tidak ingin punya anak dengan Alisa.
"Aku tidak perduli!" kata Mark yang langsung menyerang Alisa dengan ciuman yang begitu brutal.
***
Bersambung...