"Aku tidak bisa mencintainya, karena sejak awal hatiku tidak memilihnya. Semua berjalan karena paksaan, surat wasiat ayah, janji ayah yang harus aku penuhi."
"Semua yang terjadi bukan atas kemaunku sendiri!"
"Dengarkan aku, Roselyn... hanya kamu yang mampu membuatku merasakan cinta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qireikharisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Jayden Marah.
Jayden tiba di kantor cabang miliknya. Ia menerima laporan dari Rama, bahwa perusahaan cabang di ambang kebangkrutan karena penggelapan Dana perusahaan yang dilakukan oleh rekan bisnisnya.
"Rama, saya tidak terlalu masalah soal kerugian materi, tapi saya benci orang yang menipu, berkhianat dan membohongi saya! Mereka harus dapat pelajaran," ujar Jayden geram, rahangnya mengeras sambil mengepalkan lengannya kuat dengan sorot mata yang tajam.
"Mana data perusahaannya, bukankah perusahaan itu sudah lama menjalin kerjasama dengan perusahaan cabang? Kenapa baru ketahuan sekarang?"Jayden kesal, tatapannya kecewa. Rama menundukan kepalanya, hanya terdiam setelah memberikan dokumen.
"Jumlah dana yang digelapkan sangat banyak, apa mereka sanggup menggantinya? Sedangkan perusahaannya belum terbilang besar," ucap Jayden, matanya masih mengarah pada laporan keuangan.
"Tuan, justru karena itu perusahaan mereka sekarang diambang kebangkrutan. Pihaknya belum bisa mengganti rugi. Sepertinya mereka angkat tangan," jawab Rama ragu menelan ludahnya.
Jayden menyipitkan matanya, "Kabur?" Rama mengangguk.
"Kurang ajar mereka!" Jayden marah melemparkan dokumen itu ke mejanya. Rama tersentak dan memilih untuk diam tak bicara lagi.
Jayden mengatur napasnya yang berderu tak beraturan, wajahnya menampakan raut wajah marah. Ia berdiri tegak dengan sorot mata yang tajam menatap Rama.
“Siapkan jadwal pertemuan langsung dengan pemiliknya, bukan lewat perantara perusahaan mereka,” ucap Jayden dingin.
Rama masih menunduk, bibirnya bergetar cukup takut dengan kemarahan Jayden, ia berbicara hati-hati.
“Tuan, dari informasi yang saya terima mereka sudah pindah ke luar negeri, namun masih ada beberapa asetnya yang bisa disita."
"Kalau begitu segera gugat lewat jalur hukum. Saya tidak peduli prosesnya, Saya akan pastikan mereka bertanggung jawab."
Rama mengangguk dan menjawab dengan tegas. " Baik Tuan, Saya akan segera atur semuanya."
Jayden melangkah meninggalkan ruangan kantor, ia masuk kedalam mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi menuju ke sebuah tempat yang akan ditujunya. Namun suara ponsel tiba-tiba berdering dengan malas ia menerima telepon itu.
"Ada apa Naeira?" ucapnya tanpa basa basi.
" Mama udah sehat, aku ingin pulang Jayden. Aku rindu kamu," jawab Naeira.
"Hm, aku tidak bisa jemput. Aku sibuk, perusahaan ada masalah."
"Baiklah, tidak apa-apa Jayden, kalau begitu," Jawab Naeira, napasnya terdengar kecewa di balik sambungan telepon itu, tidak lama Jayden langsung menutup teleponnya.
-------
Jayden memberhentikan mobilnya tepat di sebuah bangunan kantor yang tampak sepi, tak ada seorang pun yang berada di sana, ia turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam kantor setelah meminta kunci dari seorang satpam yang berjaga.
Suasana kantor sunyi, aroma dingin yang bercampur debu tercium oleh indra penciumannya, beberapa meja dan kursi kosong masih tampak rapi.
Jayden melangkah lagi masuk ke sebuah ruangan pemilik perusahaan saat pandangannya meneliti kearah sudut ruangan, seketika tatapannya terpaku pada sebuah foto yang masih tergantung di dekat lemari.
Perlahan ia mendekat menatap lebih jelas pada potret wajah yang dikenalinya dalam foto keluarga itu, seketika napasnya tertahan dengan dada yang berdebar, lalu menyunggingkan bibirnya tersenyum penuh arti.
Sedangkan di kantin kampus Roselyn bersama teman-temannya tengah asik mengobrol meskipun pikirannya terlintas pada sosok Jayden, dalam hatinya ia penasaran hal penting apa yang membuatnya pergi meninggalkan kelas begitu saja tampak tak seperti biasanya.
"Eh, Pak Jayden tumben banget ya, pergi gitu aja ninggalin kelas. Malah ngasih tugas," ucap Reina cukup kesal. Fifi mengangguk sambil mengunyah makanan.
"Ya, ih lagi seru-seru nya padahal tadi," ucap Clara sambil melirik Roselyn yang juga menatap ke arahnya.
"Kamu tahu nggak Roselyn, kemana pacar kamu pergi," tanya Alisya dengan polos menahan tawa, menggoda Roselyn.
"Apaan sih, maaf bukan pacar aku yah, jadi jangan tanya ke aku!" jawab Roselyn ketus padahal dalam hatinya berdebar tak nyaman, Namun ia menutupi perasaan itu, teman-temannya tertawa melihat Roselyn menatap mereka dengan pandangan sinis.
"Hanya bercanda Roselyn, gak apa-apa di anggap serius juga," timpal Alisya lalu tertawa.
Roselyn terdiam, hanya fokus memainkan ponselnya, tak lama kemudian di layar ponselnya tertera notifikasi pesan masuk dari Jayden, dengan hati yang berdebar, ia membaca pesan itu, sekilas melirik ke arah teman-temannya.
"Roselyn, saya jemput kamu pulang, setelah selesai kuliah."
"Jika tidak ada jawaban. Saya akan langsung masuk kelas jemput kamu."
Roselyn mendesah kesal setelah membaca pesan itu, lalu membalasnya.
"Ancam terus." Balasnya singkat.
"Kamu kan suka di ancam, sayang. kalau gak di ancam kamu gak bakal nurut," balasnya lagi.
Seketika Roselyn tersenyum tipis membaca pesan itu, pipinya merona dadanya terasa hangat, ia tak membalas pesan lagi, dan fokus mengobrol dengan teman-temannya.
Lanjut Part 18》