Wei Lin Hua, seorang assassin mematikan di dunia modern, mendapati dirinya terlempar ke masa lalu, tepatnya ke Dinasti Zhou yang penuh intrik dan peperangan. Ironisnya, ia bereinkarnasi sebagai seorang bayi perempuan yang baru lahir, terbaring lemah di tengah keluarga miskin yang tinggal di desa terpencil. Kehidupan barunya jauh dari kemewahan dan teknologi canggih yang dulu ia nikmati. Keluarga barunya berjuang keras untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang mencekik, diperparah dengan keserakahan pemimpin wilayah yang tak peduli pada penderitaan rakyatnya. Keterbelakangan ekonomi dan kurangnya sumber daya membuat setiap hari menjadi perjuangan untuk sekadar mengisi perut. Lahir di keluarga yang kekurangan gizi dan tumbuh dalam lingkungan yang keras, Wei Lin Hua yang baru (meski ingatannya masih utuh) justru menemukan kehangatan dan kasih sayang yang tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
Kedua kakaknya sudah meracau tidak jelas karena pengaruh arak yang cukup kuat. Liu Yuan bahkan sudah mulai terisak, sementara Liu Han hanya tertawa hambar. "Cih, toleransi mereka terhadap alkohol memang sangat rendah," gumam Lin Hua sambil menggelengkan kepalanya, lalu kembali mengisi gelasnya dengan arak yang tersisa di teko. Aroma alkohol yang kuat menusuk hidungnya, tetapi ia tidak peduli.
Mengingat ia sempat melihat ibunya menggandeng tangan seorang gadis muda yang anggun, yang jelas-jelas bukan dirinya, di jalanan kota tadi, Lin Hua sedikit merasa sesak tanpa sebab. Bukan karena ia ingin merasakan kasih sayang seorang ibu, karena ia sudah cukup mendapatkan cinta dari Ayah dan kedua kakaknya, tetapi karena ia mengkhawatirkan kedua pria yang kini sedang mabuk di hadapannya.
"Han'er... Ternyata ibu hanya menyayangi anaknya dari pria lain," gumam Liu Yuan sambil terisak, air mata mulai membasahi pipinya.
Lin Hua menatap kedua kakaknya dengan tatapan lembut. Di balik sikap dewasa dan kuat yang selalu mereka tunjukkan, ternyata ada luka yang masih menganga di hati mereka. Lima belas tahun ditinggalkan oleh sang ibu, kedua kakak kembarnya itu ternyata begitu mendambakan kasih sayang seorang ibu, sosok yang seharusnya selalu ada untuk mereka.
Ibu mereka tega meninggalkan kedua kakak kembarnya saat mereka masih berumur tiga tahun, dan meninggalkan Lin Hua saat dia baru lahir hanya untuk menjadi seorang selir di kediaman Adipati, mengejar kekayaan dan kekuasaan yang tidak pernah bisa ia dapatkan di keluarga Wei.
"Yuan'er... Tanpa dia, kita tetap bisa hidup. Dia hanya wanita jahat... Dia jahat pada kita, pada Hua'er, dan Ayah..." jawab Liu Han dengan suara serak, mencoba menenangkan kembarannya meskipun dirinya sendiri juga sedang berjuang melawan emosinya.
Meskipun mereka mabuk berat, Liu Han maupun Liu Yuan masih cukup sadar untuk berkomunikasi dengan baik. Lin Hua terkekeh kecil dalam hati, tahu bahwa mereka berdua akan lupa dengan apa yang mereka bahas jika sudah tersadar nanti. Namun, ia tetap merasa terharu dengan perhatian dan kasih sayang yang selalu mereka berikan padanya.
"Han'er... Tadi aku melihat ibu, dia terlihat bahagia... Aku tidak ingin Hua'er terluka, jadi aku membawa kalian ke sini," ujar Liu Yuan, yang kini mulai terpejam, sepertinya sudah tidak bisa menahan kantuknya lagi.
Liu Han hanya terkekeh pelan, "Aku pun melihatnya, tapi aku tidak peduli lagi." Meskipun kata-katanya terdengar acuh tak acuh, Lin Hua bisa melihat kesedihan yang terpancar dari matanya.
Lin Hua menatap kedua pria yang sudah tidak sadarkan diri itu dengan tatapan sayang. Ternyata bukan hanya dia yang melihat wanita itu, tapi kedua kakaknya juga. Mereka pasti merasa sangat terluka melihat ibu mereka bahagia dengan orang lain, seolah mereka tidak pernah ada dalam hidupnya. Helaan napas berat terdengar dari bibir Lin Hua, ia merasa bersalah karena telah membawa kesedihan bagi kedua kakaknya. Ia kembali memesan beberapa teko minuman lagi, berharap bisa menghilangkan rasa tidak nyaman yang menggerogoti hatinya.
Setelah menghabiskan banyak sekali arak, Lin Hua akhirnya mabuk. Namun, tidak ada suara atau kata-kata yang keluar dari bibir wanita itu. Ia hanya terdiam dengan tatapan kosong, sementara air mata terus mengalir deras membasahi pipinya. Rasa sakit, kesedihan, dan kekecewaan bercampur aduk menjadi satu, menciptakan badai emosi yang tidak bisa ia kendalikan.
Tiba-tiba, pintu ruangan mereka terbuka dan seorang pria masuk. Anggota Lotus yang berjaga di dalam langsung bergerak cepat menghampiri pria itu, menghalangi jalannya. "Aku tidak akan melukai tuan kalian, kembalilah," ujar pria itu dengan tenang, yang tak lain adalah Pangeran Han Yuan.
Anggota Lotus yang mengenali Pangeran Han Yuan segera mundur, memberikan jalan bagi sang pangeran. Meskipun begitu, mereka tetap waspada terhadap pria itu, maupun tangan kanannya, Zhang Bei, yang kini ikut masuk dan bergabung duduk di dekat mereka.
Pangeran Han Yuan menghampiri Lin Hua yang masih terdiam dengan tatapan kosong, air mata terus mengalir tanpa henti membasahi pipinya. Pria itu merasa iba melihat wanita itu begitu sedih. "Kau baik-baik saja?" tanyanya lembut, lalu duduk di sebelah Lin Hua. Aroma arak yang kuat langsung menusuk hidungnya.
Meskipun mabuk, Lin Hua menoleh ke arah suara itu. Ia menggeleng pelan, "Aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara serak dan datar, tanpa emosi.
Pangeran Han Yuan terkekeh kecil, merasa heran karena Lin Hua masih sama seperti saat wanita itu sadar, dingin dan sulit ditebak. Pria itu lalu mengulurkan tangannya dan menghapus air mata di pipi Lin Hua dengan lembut. "Jika kau baik-baik saja, kenapa kau menangis?" tanyanya pelan, berusaha menenangkan wanita itu.
"Aku masih manusia, dan masih memiliki hati. Melihat kedua kakakku bersedih, aku pun ikut merasakannya," jawab Lin Hua, tatapannya kosong menatap ke depan.
Pangeran Han Yuan mengerutkan dahinya, merasa bingung. Ia yakin Lin Hua sudah sangat mabuk, tetapi kenapa jawaban wanita itu terdengar begitu jelas dan logis, seolah-olah ia tidak mabuk sama sekali.
Tiba-tiba, Lin Hua menoleh dan menangkup wajah Pangeran Han Yuan dengan kedua tangannya. Pangeran Han Yuan terkejut dengan tindakan tiba-tiba Lin Hua, tetapi ia tidak menolak atau menghindar. Jantungnya berdegup kencang, wajahnya terasa panas. Wajah Lin Hua semakin mendekat, mata wanita itu menyipit, meneliti setiap inci wajahnya.
Kedua telinga Pangeran Han Yuan sudah memerah padam, ia yakin Lin Hua akan menciumnya. Anggota Lotus dan Zhang Bei yang penasaran dengan apa yang terjadi di dalam, langsung mengintip dari celah pintu dan terkejut dengan apa yang mereka lihat.
"Astaga, apakah nona muda terhasut bisikan setan," gumam salah satu anggota Lotus dengan nada khawatir, saat melihat posisi Lin Hua dan Pangeran Han Yuan yang sangat dekat.
"Hei, kau tidak melihat nona muda kalian begitu tertarik pada tuan ku?" sahut Zhang Bei dengan nada mengejek, merasa bangga karena tuannya bisa menarik perhatian wanita secantik Lin Hua.
"Cih, itu hanya karena nona ku mabuk, jika tidak, mungkin kini tuanmu sudah mendapatkan sebuah pukulan," sahut anggota Lotus yang tidak terima, karena mereka tahu betul bahwa Lin Hua tidak akan pernah menyimpan perasaan pada pria dari keluarga bangsawan manapun, apalagi sampai bersikap seperti ini.
Sedangkan di dalam ruangan, wajah Lin Hua kini hanya berjarak beberapa inci saja dari wajah Pangeran Han Yuan. Ia bisa merasakan napas hangat pria itu menerpa wajahnya. "Mengapa aku merasa, wajahmu selalu berubah-ubah? Dan saat bersamaku, wajah dan sikapmu mirip sekali dengan Putra Mahkota Han Xuan," ujar Lin Hua tiba-tiba dengan tatapan tajam, yang membuat tubuh Pangeran Han Yuan membeku seketika. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mulai membasahi dahinya.