NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Tuan Davison

Istri Rahasia Tuan Davison

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rembulan Pagi

Pura-pura menikah dengan tetangga baru? Tentu bukan bagian dari rencana hidup Sheina Andara. Tapi semuanya berubah sejak tetangga barunya datang.

Davison Elian Sakawira, pria mapan berusia 32 tahun, lelah dengan desakan sang nenek yang terus menuntutnya untuk segera menikah. Demi ketenangan, ia memilih pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggir kota. Namun, hari pertama justru dipenuhi kekacauan saat neneknya salah paham dan mengira Sheina Andara—tetangga barunya—adalah istri rahasia Davison.

Tak ingin mengecewakan sang nenek, Davison dan Sheina pun sepakat menjalani sandiwara pernikahan. Tapi saat perhatian kecil menjelma kenyamanan, dan tawa perlahan berubah menjadi debaran, masihkah keduanya sanggup bertahan dalam peran pura-pura?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rembulan Pagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6. Luka Kecil Dan Rahasia

Pagi itu, cahaya matahari menembus sela-sela tirai jendela rumah Sheina. Udara terasa hangat, pertanda bahwa hari akan cerah. Dari lantai atas, Sheina turun perlahan menuju ruang makan. Di dapur, ibunya tengah sibuk menyusun beberapa kotak berisi kue yang akan dititipkan ke warung.

Di atas meja makan tidak ada sarapan tersaji. Hanya sepotong roti tawar dan selai yang sudah cukup untuk mengisi perut. Sementara itu, dari ruang tengah terdengar suara televisi. Ayah Sheina duduk santai di sofa, menyeruput kopi pagi sembari menyimak siaran berita.

Beberapa menit kemudian, sang ibu keluar dari dapur sambil membawa kotak kue besar. Sheina yang melihat itu segera mengambil inisiatif untuk membantu, sebab ada tiga kotak yang harus dibawa.

Ibunya tersenyum melihat kepedulian putrinya.

Saat keduanya keluar rumah, perhatian mereka tertuju pada sebuah mobil bak terbuka yang berhenti di depan rumah tetangga. Di atasnya tergeletak sebuah kasur berukuran besar dengan merek ternama.

"Itu kasur mahal, Sheina," ucap ibunya, menatap barang itu lekat-lekat.

"Iya bu. Udah, nggak perlu dilihat lagi," jawab Sheina datar, berjalan lebih dulu.

Mereka menyusuri jalan setapak menuju beberapa warung untuk menitipkan kue. Setelah semua selesai, mereka mengumpulkan kotak kosong dan menghitung hasil penjualan. Uangnya langsung diserahkan ke ibu Sheina.

Dalam perjalanan kembali ke rumah, mata mereka kembali tertarik pada pemandangan lain di depan rumah tetangga yang sama. Kini bukan hanya kasur, melainkan juga sebuah sofa baru dan kulkas besar yang terlihat mewah, jenis kulkas yang selama ini hanya bisa diimpikan ibunya.

"Sheina, lihat deh. Itu kulkas impian ibu. Ngapain ya bujangan punya kulkas segede itu? Nyimpen apa ya dia yah?" gumam sang ibu.

Sheina menarik lengan ibunya pelan, merasa risih.

"Udah-udah, bu. Kita masuk. Nggak usah dilihatin, malu."

"Lah, ngapain malu? Orang kita punya mata," balas ibunya santai.

"Takut dibilang tetangga lain julid, bu," ujar Sheina setengah kesal.

Mereka pun masuk ke rumah. Saat ibunya hendak menutup pagar, sosok Davison terlihat keluar dari rumahnya. Mereka bertukar senyum singkat sebelum sang ibu menutup pagar dan menyusul masuk ke dalam.

"Sheina, emangnya Dev kerja apa sih?" tanya sang ibu setelah duduk.

"Kurang tau bu. Tanya aja sama dia."

"Ibu lihat kayaknya kaya banget, mobilnya juga bagus. Kamu mau nggak nikah sama dia?"

Sheina yang sedang minum, langsung terbatuk dan menyemburkan air. Kebetulan, Sean—adik laki-lakinya—baru saja bangun dan sedang berjalan sambil memegang roti. Air semburan Sheina mengenai wajah Sean.

"SHEINA!" teriak Sean dengan suara serak.

Ia langsung mengambil bantal terdekat dan memukul Sheina.

"Aduh Sean! Nggak sengaja! Itu salahin ibu, dia yang bilang aneh-aneh," bela Sheina sambil menahan tawa dan rasa bersalah.

Sean hanya menatapnya sinis sebelum mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Sang ayah yang menyaksikan semua itu hanya menggelengkan kepala.

"Udah dibilang Sheina nggak mau nikah. Lagian ya, bu, Pak Dev itu orang kaya, ganteng, pasti udah ada incarannya. Atau jangan-jangan, dia diem-diem udah punya istri."

"Istri rahasia maksud kamu?" tanya ibunya dengan nada penasaran.

"Iya kayak gitu. Kita nggak tau. Bisa aja apa yang ditunjukin beda sama yang nyata."

Ibunya hanya mengangguk kecil, seolah menimbang-nimbang, meski dari raut wajahnya tampak belum sepenuhnya yakin.

"Kayaknya Dev itu orang baik, nggak mungkin bohong-bohongan kayak gitu."

Sheina tertawa kecil, bukan karena lucu, tapi lebih karena muak. Pelan, hampir seperti bergumam ke dirinya sendiri, ia berkata,

"Ngga suka bohong? Dia aja ngakuin aku sebagai istrinya di depan neneknya, padahal itu bohong," gumam Sheina, nyaris terdengar seperti bisikan.

"Hah? Kamu ngomong apa, Sheina?" tanya ibunya sambil memicingkan mata.

"Gapapa, nggak ada yang penting kok," jawab Sheina cepat, lalu berdiri dan masuk ke kamar.

Di sisi lain, Davison tengah sibuk menata ulang letak barang-barang di rumah barunya. Ruangan itu mulai terlihat rapi dan hidup, seolah menyambut babak baru dalam hidupnya. Tak lama kemudian, Ari datang bersama istrinya, Andin, dan anak mereka yang masih berusia tiga tahun.

“Datang juga kamu, Ri,” sapa Davison begitu melihat mereka di teras.

Ari mengangguk sambil tertawa kecil. “Kebetulan main ke rumah mertua. Terus Andin ngajak ke sini, katanya penasaran sama rumah kamu.”

“Terima kasih ya, Dev, udah mau beliin barang-barang buat aku,” kata Andin, ramah.

“Santai aja, Din. Kita udah temenan dari SMA, nggak usah sungkan.”

Sementara Ari dan Andin masuk ke dalam untuk melihat-lihat isi rumah, Alano tampak begitu senang bermain di halaman depan. Tawa kecilnya menggema, membuat Davison ikut tersenyum. Ia membiarkan Ari dan Andin menikmati waktu berdua, sementara dirinya menjaga Alano di luar.

Davison menggenggam tangan Alano, menemaninya berlari-lari kecil di halaman. Ada kelembutan yang jarang muncul dalam kesehariannya, namun terpancar jelas saat ia bersama anak kecil.

Namun, ketenangan itu terhenti sejenak saat teleponnya berdering. Ia mengangkatnya sambil tetap memperhatikan Alano yang kini duduk bermain batu kecil di pinggir halaman.

“Dev, kamu udah nikah?” suara perempuan terdengar tajam di seberang. “Kenapa nggak bilang ke Mama soal itu? Anaknya siapa? Apa latar belakangnya bagus?”

Davison menghela napas pelan. “Ma, aku cuma bohong sama Nenek. Itu nggak beneran.”

“Dev! Mama pikir kamu beneran nikah. Mama udah kesal, tahu nggak. Pernikahan kamu, kamu rahasiakan dari mama.”

“Ma, Nenek kan nggak ngerti soal sosial media. Tolong bilangin dia jangan sampai cerita ke siapa-siapa. Dev bilang itu rahasia, jadi Nenek pasti belum cerita ke teman-temannya. Lagian, dia juga pasti malu kalau tahu Dev nikah diam-diam.”

Di balik percakapan itu, Davison masih terus melirik ke arah Alano, memastikan anak itu masih dalam pengawasannya.

“Mama nggak ngerti jalan pikiran kamu, Dev.”

“Itu terpaksa, Ma. Kalau nggak, Nenek nyuruh Dev kencan buta terus.”

“Kenapa nggak sama Vallerie aja?”

Davison menahan napasnya, menurunkan egonya sejenak. “Ma, Dev mau nikah sama orang yang Dev pilih. Dan Dev juga belum selesai, Ma.”

Tapi kali ini, fokusnya mulai pecah. Pandangannya lepas dari Alano.

“Dev, usia kamu udah tiga puluh dua tahun. Kejadian itu udah lewat dua puluh tahun yang lalu. Kamu harusnya udah bisa lupain. Mama tahu semuanya, tapi Dev jalani hidup kamu. Kamu anak Mama satu-satunya.”

Davison terdiam, tak menjawab. Rasa khawatirnya langsung melonjak saat mendengar teriakan dari arah depan rumah.

"Aaaaa!"

Ia menoleh cepat, mencari Alano. Anak itu tidak ada di halamannya. Pandangannya berputar, lalu tertuju pada pagar yang terbuka sedikit. Tanpa pikir panjang, ia berlari keluar.

Ia terkejut.

Di sana, Sheina terduduk di tanah sambil memeluk Alano. Celana pendek yang ia kenakan memperlihatkan luka di lututnya, dan lengan sebelah kirinya lecet. Ia terengah, tapi tetap memeluk anak kecil itu erat, tangannya mengelus punggung Alano yang menangis keras.

“Gapapa, sayang. Gapapa,” ucap Sheina lembut, mencoba menenangkan.

Davison berdiri mematung beberapa langkah dari mereka, matanya tertuju pada pemandangan di depannya. Entah mengapa, hatinya terasa sesak. Ada sesuatu dalam cara Sheina memeluk Alano yang membuat waktu seakan berhenti.

1
LISA
Menarik juga nih ceritanya
LISA
Aneh tp ntar kmu suka sama Sheina Dev🤭😊
LISA
Aku mampir Kak
Rian Moontero
lanjuutt thor,,smangaaat💪💪🤩🤸🤸
Rembulan Pagi: terima kasih kakk
total 1 replies
Umi Badriah
mampir thor
Rembulan Pagi
Bagi yang suka romance santai, silakan mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!