NovelToon NovelToon
Daisy

Daisy

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Kriminal dan Bidadari / Chicklit
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Inisabine

Hidup Singgih yang penuh kegelapan di masa lalu tanpa sengaja bertemu dengan Daisy yang memintanya untuk menjadi bodyguard-nya.


Daisy
Penulis: Inisabine
Copyright Oktober 2018

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inisabine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 06

Daisy mengantuk, sangat. Matanya masih ingin tetap memejam, tetapi ia menolak untuk tidur. Bukan dikarenakan tempat baru. Melainkan ia tak bisa tidur dengan perut kosong.

Ada baiknya ia mengisi perut terlebih dahulu, lalu istirahat sebentar, dan setelahnya minta diantarkan pulang.

Daisy beranjak menuju pintu. Tangannya meraih gagang pintu dan membuka pelan. Langkahnya tiba-tiba tertahan karena rasanya tak enak jika keluar dan meminta makan. Ia pun memutuskan untuk menutup pintu kembali, tapi tertahan saat mendengar obrolan Singgih dan temannya itu.

"Aku bergabung ke grup sekolah dan bertanya-tanya tentang Ajeng. Mereka hanya bilang kalau Ajeng mengambil sekolah kedokteran, lalu pindah ke Jerman. Hanya itu yang mereka tahu. Katanya, Ajeng juga memutus kontak dengan teman-temannya."

Daisy menyimak obrolan mereka dengan saksama, hingga pada sebuah kesimpulan bahwa: Singgih dan Ajeng dulunya pernah pacaran. Nah, sepertinya Ajeng berselingkuh dengan Rolan. Singgih merasa hidupnya sekarang hancur karena ulah Ajeng dan berniat untuk mencari keadilan. Keadilan? Karena pacarnya telah direbut? Dan, kemungkinan besar uang yang didapat Singgih akan digunakan untuk pergi ke Jerman.

Aah, cinta memang rumit. Cintanya bahkan bertepuk sebelah tangan. Karena itulah, Daisy tak terlalu memikirkan tentang cinta.

Daisy tak bisa menunda lebih lama lagi. Perutnya terus saja berteriak minta makan. Sungguh tak tahan menerima cobaan ini. Daisy menutup pintu, lalu membuka pintu kembali dengan suara keras untuk menghentikan obrolan mereka―yang sebenarnya sudah selesai.

"Tidurmu nyenyak?" tanya Singgih.

"Hmp," ringkas Daisy. "Cukup tidur lima menit sudah mengembalikan seluruh energiku." Ia menarik kursi di sebelah Singgih. "Katanya tadi mau bikinin aku makan. Mana?" tagihnya.

"Oh, iya." Singgih hampir saja lupa. "Tunggu sebentar."

Singgih beranjak menuju dapur untuk mengambil makanan yang tersedia di bawah tudung saji. Lalu keluar dengan sepiring nasi, telur dadar, tempe goreng, dan tumis kangkung.

Daisy memandang tak berselera makanan yang tersuguh di hadapannya. "Ini benar-benar seadanya," beonya yang masih ingat dengan kalimat yang dijanjikan Singgih sewaktu di hutan.

"Udah, makan aja. Nggak usah pilah-pilih." Temannya Singgih tampak tak menyukai sikap Daisy yang memandang hina makanan.

"Ini, Reas." Singgih memperkenalkan temannya pada Daisy. "Daisy." Lalu mengenalkan Daisy pada temannya.

"Hmp," sahut Daisy tak tertarik dengan perkenalan tersebut. "Aku memberimu seratus juta, seenggaknya hidangkan makanan yang enak."

"Dua ratus juta," koreksi Reas.

"Dia belum mengantarku ke rumah, jadi dia baru punya seratus juta untuk saat ini."

"Singgih, cepat antarkan dia pulang." Reas menggeram melihat sikap Daisy yang berlagu.

"Setelah dia makan, baru kuantar pulang," kata Singgih. "Cepat makan. Biar kamu ada tenaga buat ketemu orang tuamu," ujarnya kemudian ke Daisy.

Daisy tak menyahut. Makanan di hadapannya, bagi Daisy, adalah makanan rakyat jelata. Tapi berhubung ia lapar ditambah dengan kalimat penuh perhatian dari Singgih yang seolah menjadikan sihir untuknya, hingga ia pun melahap makanannya.

"Dua ratus jutanya mau kamu apakan?" tanya Daisy di sela-sela makan.

"Belum terpikir."

"Kerja di mana?" Daisy mulai menginterogasi Singgih.

"Antar-angkut barang."

"Sehari bisa dapat berapa?"

"Cukup untuk makan."

"Dua ratus jutanya benaran ada?" Reas rasa gadis ini hanya membual.

"Maksudmu aku bohong, gitu?" Daisy merasa tersinggung. Menatap sinis Reas. "Tahu Ekadanta Grup, kan?"

Singgih dan Reas saling melempar pandang. Keduanya mengerut kening seakan kurang paham dengan maksud Daisy.

"Buka hape kalian dan cari di internet, deh," saran Daisy yang malas menjelaskan.

Melihat tak ada respons dari kedua laki-laki ini, Daisy kembali bersuara.

"Nggak ada kuota? Dasar fakir kuota." Daisy tertawa sinis. "Duit yang kamu dapat bisa kamu belikan kuota. Belikan juga buat temanmu ini." Ia menunjuk Reas yang duduk di depannya dengan dagu.

Singgih mengabaikan. Ia lebih memilih ketan bakar daripada ngomongin kuota.

"Seenggaknya kalian tahu Ekaroyal dan Ekamart, kan?"

"Ekamart?" Reas yang pertama memberi respons. "Aku pernah kerja di sana."

"Ekamart yang itu?" Singgih memastikan pada Reas.

"Iya." Reas membenarkan. "Yang bosnya gendut, botak, dan pelitnya seanak Gunung Krakatau."

"Sialmu, dong," ejek Daisy.

"Sial banget sampai aku harus berakhir di―" bungkam mulut Reas. Ia masih kesal dengan hari kejadian itu, tapi ia juga menyesali perbuatannya.

Singgih menatap Reas dengan empati. Tak mau temannya ini merasa bersedih karena mengingat masa lalu, ia lalu buka suara. "Nek Ipon sudah mulai sehat. Kita bisa kembali besok."

"Kembali ke mana?" sela Daisy.

"Semarang."

"Kalian bukan orang sini?"

"Bukan."

"Ini bukan rumah kalian?"

"Bukan."

"Terus ini rumah siapa?"

"Rumah Nek Ipon."

"Siapa Nek Ipon?" cecar Daisy yang sudah mirip petugas sensus yang mendata anggota keluarga.

"Kita jelaskan pun, kamu juga nggak bakal tahu," sela Reas.

Daisy menyuap makanannya hingga tak terasa makanan di piring sudah habis. Apa pun makanannya―entah itu makanan rakyat jelata atau pun bangsawan―menjadi lezat jika perut sudah mengembik minta makan.

"Aku putri bungsu di keluargaku." Daisy menutup sendok, lalu menenggak tandas air putih dalam gelas. "Papaku pengusaha sukses. Rekan bisnis atau lawan... kita nggak pernah tahu. Bahkan kejadian penculikan ini sudah pernah kualami sebelumnya. Papa pernah menyewa bodyguard untuk menjagaku, tapi aku merasa nggak nyaman. Karena setiap kegiatanku selalu terpantau. Ke mana pun aku pergi selalu diikuti. Jadi, oleh karena itu..."

Daisy menoleh menatap Singgih yang duduk di sebelahnya.

"Aku ingin kamu jadi bodyguard-ku."

Singgih membeliak. Reas langsung menelan ketan bakar tanpa mengunyah halus.

"Kamu bisa cari orang yang lebih berpengalaman." Singgih menyarankan.

"Berapa gajinya?" tembak Reas.

"Aku suka antusiasmu." Daisy tersenyum semringah. "Tujuh juta." Ia menyebutkan sejumlah uang yang nantinya akan diterima Singgih.

"Setuju," sahut Reas tanpa pertimbangan lain.

"Dia setuju." Singgih mengusulkan Reas untuk menggantikannya.

"Tapi aku maunya kamu," tandas Daisy.

Singgih hanya menatap datar Daisy. Sama sekali tak tertarik dengan tawaran tersebut. Ia memang sedang membutuhkan uang, tapi dengan menjadi bodyguard, tentunya ia tak mau melibatkan dirinya ke dalam hal-hal yang kemungkinan bisa membahayakan dirinya, begitu pula dengan orang yang dijaganya ini.

"Singgih, bicara sebentar." Reas mengedik kepala agar Singgih mengikutinya.

Mereka beranjak bersamaan dan menuju dapur. Reas sengaja berbisik-bisik agar tidak kedengaran Daisy. Sesekali ia menoleh ke arah Daisy melalui ambang pintu.

"Ini kesempatan bagus. Ambil saja tawarannya."

"Kalau dia tahu aku mantan napi, aku pasti akan dipecat."

"Kita bisa merahasiakannya. Nggak ada yang tahu. Kamu akan tinggal di Jakarta, bukan di Semarang. Kemungkinan hanya sedikit bertemu dengan orang-orang yang kamu kenal."

Singgih masih ragu.

"Kapan lagi digaji tujuh juta?" Reas masih membujuk. Ia kembali mengintai ke arah Daisy yang dilihatnya gadis itu tengah makan ketan bakar. "Dia anak orang kaya. Pastinya punya banyak koneksi. Kamu bisa mencari tahu di mana keberadaan Ajeng."

Singgih memikirkan bujukan Reas. Bukan ide yang buruk, tentunya.

"Tapi... seperti aku sedang memanfaatkannya."

"Berhenti bersikap nggak enak gini." Reas menggeram tipis. "Kalau kamu begini terus, kamu akan terus ditindas. Sekarang ini kamu menerima sangsi moral. Tapi apa yang dilakukan Rolan di luar sana? Hanya bersenang-senang."

Singgih terdiam. Yang dikatakan Reas memang benar. Setelah keluar dari penjara, ia yang menerima sangsi moral dari masyarakat. Mereka mencap dirinya pelaku kriminal dan kehadirannya akan meresahkan jika ia tinggal di lingkungan mereka. Tak ada tempat yang aman untuknya berlindung, karena semua orang menolak kehadirannya.

    *

1
elica
wahhh keren bangettt🤩🤩
mampir di ceritaku juga dong kak🤩✨
elica
hai kak aku mampirrr🤩✨
Inisabine: Haii, makasih udah mampir 😚✨
total 1 replies
US
smg aksyen baku hantam /Good//Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!