Alseana, penulis muda berbakat yang masih duduk di bangku SMA, tak pernah menyangka kehidupannya akan berubah hanya karena sebuah novel yang ia tulis. Cerita yang awalnya hanya fiksi tentang antagonis penuh obsesi, tiba-tiba menjelma nyata ketika Alseana terjebak ke dalam dunia ciptaannya dan menjadi salah satu tokoh yang berhubungan dengan tokoh antagonis. Saat Alseana masuk kedalam dunia ciptaannya sendiri dia menjadi Auryn Athaya Queensha. Lebih mengejutkan lagi, salah satu tokoh antagonis yang ia tulis menyadari rahasia besar: bahwa dirinya hanyalah karakter fiksi dengan akhir tragis. Demi melawan takdir kematian yang sudah ditentukan, tokoh itu mulai mengejar Alseana, bukan hanya sebagai karakter, tapi sebagai penulis yang mampu mengubah nasibnya. Kini, cinta, kebencian, dan obsesi bercampur menjadi satu, membuat Alseana tak tahu apakah ia sedang menulis cerita atau justru sedang hidup di dalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia memang kesayangan gue!
"Auryn!!" Raven yang melihat Auryn sedang dipapah seorang cowo langsung menghampiri adiknya tersebut.
Auryn yang melihat kakak keduanya menghampirinya langsung menatapnya. Wajah Auryn masih sedikit pucat apalagi wajah sembabnya yang habis menangis tadi di UKS.
"Kamu gapapa sayang? ayo kita pulang saja. Biar supir yang mengambil barangmu yang masih berada di kelas." Ucap Raven dan ingin mengambil alih tubuh adiknya tersebut dari seorang cowo yang sepertinya dia kenal tapi dia tak ingin menyebutnya.
"Lo siapa? Jangan panggil Auryn dengan panggilan menjijikkan kaya yang lo ucapkan." Ucap Fredo dengan dingin.
Auranya sangat suram saat seorang cowo yang tidak dikenalnya memanggil gadis yang sedang dalam pelukannya ini dengan sebutan sayang.
Raven yang melihat itu tersenyum miring.
"Dia emang kesayangan gue. Jadi, apa masalah Lo?"
Fredo mengepalkan tangannya dengan kuat bahkan giginya bergemeletuk dengan keras.
Auryn yang merasa ada aura permusuhan ini langsung menghentikannya karena dia ingin segera pergi dari sekolah ini karena jika dia kembali ke kelas kemungkinan dia akan bertemu dengan Naren lagi.
"Kak ayo pulang." Ucap Auryn dengan lemas dan melepaskan tangan Fredo dengan pelan.
Fredo yang melihat itu terkejut karena Auryn memilih cowo asing itu dibandingkan dengan dirinya.
Raven tersenyum miring melihat wajah Fredo yang terlihat kalah telak tersebut.
Dia mengambil alih tubuh adiknya dan menatap Fredo dengan penuh kemenangan dan pandangan yang meremehkan.
Fredo langsung menahan tangan Auryn yang akan pergi dengan cowok itu.
"Lo pulang bareng gue! Lo kenapa mau sama cowo asing ini dibanding dengan gue!!"
Auryn menatap Fredo dengan tenang, dia tidak tahu kenapa cowo itu marah. Bukankah tak ada larangan dia pulang bersama siapa? Walaupun Fredo belum tahu dia adalah kakaknya tapi bukankah tidak masalah baginya?
"Gue serumah sama kak Raven, jadi lebih mudah dan tidak merepotkan Lo untuk mengantarkan pulang." Ucap Auryn dengan pelan.
"Oiya, Fredo. untuk yang tadi gue ucapkan makasih yaa jika gaada Lo, gue gatau apa yang akan terjadi." Ucap Auryn sambil tersenyum.
Auryn dan Raven langsung pergi dari sana setelah mengucapkan hal tersebut.
Fredo hanya diam lalu pergi dari sana dengan mood yang buruk. Sampai di mobil Raven langsung melajukan mobilnya ke mansion Maximilian.
"Kenapa kamu ga jujur saja jika kakak adalah kakakmu Auryn?" Tanya Raven dengan penasaran karena sesama pria dia tahu tentang perasaan Fredo tersebut.
Dia tak melarang siapapun untuk mendekati adiknya yang berharga karena Auryn berhak mendapatkan semua itu di masa mudanya tapi semua tak akan mudah karena harus menghadapi para kesatria Maximilian terlebih dahulu.
"Rumit, Kaka bayangkan saja bagaimana aku bisa menjelaskannya? Semua orang tahu aku dari Queensha bukan dari Maximilian. Alasan apa yang harus aku ucapkan untuk menjelaskan semua itu? Apalagi kisah keluarga kita harus dirahasiakan." Ucap Auryn dengan bingung.
Raven juga paham tentang hal itu, dia harus membicarakan hal ini dengan Daddy apalagi dia juga mengetahui jika adiknya sedang digosipkan dengan daddynya sendiri.
"Aku akan membicarakan ini dengan Daddy, kau tenang saja tak akan ada yang akan menilai mu buruk lagi." Ucap Raven sambil mengelus lembut rambut adiknya tersebut.
"Tapi jangan menyakiti mama papa saja kak."
Auryn tak ingin menyakiti kedua keluarganya, bagaimana pun mama papanya sudah sangat baik merawatnya hingga sekarang.
"Tenang saja baby, kami tak akan merusak nama baik keluarga Queensha."
Auryn mengangguk puas, lalu menatap ke jalan yang mereka lewati.
"Kak kita ke mansion Queensha saja, Daddy hari ini juga ada kunjungan bisnis kan? Kakak tinggal di mansion Queensha saja." Ucap Auryn.
Raven berpikir sejenak, dia belum pernah mengobrol dengan keluarga adiknya tersebut jadi pasti nanti akan canggung.
Tapi di rumah dia nanti akan sendirian karena Daddy dan kakak sulungnya sedang bekerja di luar negeri.
Akhirnya dia mengangguk, dia pun putar balik ke arah mansion Queensha karena memang arah mansion mereka saling berlawanan.
Hingga mereka sampai di mansion Queensha, Auryn langsung keluar dari mobil tersebut.
"Mama!!!" Ucap Auryn, entahlah moodnya sudah kembali lagi dan tidak selemas tadi.
"Sayang? Akhirnya kau pulang. Tapi bukankah ini masih jam sekolah? Kamu bolos sayang?" Tanya mama Analise pada putrinya tersebut.
Lalu dia langsung salah fokus pada luka di bagian pipi dan dagu putrinya yang terluka seperti tercakar.
"Ini kenapa sayang? Pipi dan dagu mu kenapa bisa seperti ini?" Tanya mama Analise dengan terkejut.
Tiba-tiba suara langkah sepatu yang masuk membuat mama Analise langsung melihat ke arah pintu.
Dia bisa melihat jika ada seorang lelaki yang masuk ke dalam mansion. Mama Analise langsung melihat kearah anaknya karena seragam yang dipakai oleh lelaki itu sama dengan seragam sekolah anaknya.
"Oiya ma, aku bawa kak Raven anak kedua Daddy pulang karena Daddy sedang kerja di luar negeri begitupun kak Maven. Tak apa kan ma? kasian kak Raven jika sendirian di mansion sebesar itu" Ucap Auryn sambil menampilkan puppy eyesnya yang sangat menggemaskan.
"Iya sayang tak apa, ini juga rumahnya kok." Ucap mama Analise dengan tersenyum manis lalu mengajak mereka untuk duduk dan menyuruh pelayan untuk menyiapkan minuman untuk mereka.
"Jelaskan pada mama, ini kenapa? dan tak biasanya kau pulang secepat ini, apakah karena ini kau pulang cepat hm?" Tanya mama Analise dengan serius dan khawatir secara bersamaan.
"Auryn tadi hanya berantem sama teman Auryn saja ma, tak perlu risau." Bohong Auryn karena tak ingin membuat orang tuanya khawatir.
"Tak biasanya kau berantem sama temanmu, apakah semua baik-baik saja?"
"Ya, kan ada kak Raven sekarang jadi semua akan aman." Ucap Auryn mencoba menenangkan hati mamanya tersebut.
Mama Analise pun langsung menatap Raven. Dia sebenarnya agak canggung untuk mengobrol dengan lelaki itu yang merupakan kakak anaknya tersebut tapi bukankah kakak anaknya adalah anaknya juga walaupun bukan sedarah?
"Nak Raven apakah memang seumuran dengan Auryn?" Tanya mama Analise karena memang tak pernah mencari tahu seluk beluk keluarga Maximilian.
"Tidak tante, saya sudah mahasiswa semester akhir dan dalam proses pengerjaan tugas akhir." Ucap Raven dengan sopan.
"Jangan panggil tante, panggil saja mama seperti Auryn. Bukankah walau tak sedarah kita memiliki hubungan? anggap saja aku mamamu dan papa Marava adalah papamu." Ucap mama Analise dengan tersenyum ramah.
Walaupun mama Analise sedikit bingung dengan Raven yang masih memakai seragam sekolah yang sama dengan Auryn tapi dia sudah mahasiswa tingkat akhir.
"Tapi kenapa Raven memakai seragam sekolah? apakah ada tugas akhir di sekolah Auryn dan menyamar untuk mendapatkan survei terbaik? dulu mama juga seperti itu harus terjun langsung untuk mencari audiens untuk tugas skripsi mama." Tanya mama Analise dengan ramah.
"Benarkan tan- ma? wah anda sangat rajin, saya masih menyusun sampai bab tiga belum sampai ke tahap mencari data, tapi mungkin Raven akan memerlukan bantuan mama." Ucap Raven dengan senang karena menemukan orang yang bisa membantunya dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya tersebut karena jujur saja dia sudah sangat takut lulus telat karena daddy nya sangat menuntut untuk sempurna dan harus imbang dengan kakaknya.
Tapi bagaimana bisa dia bisa mengimbangi kecerdasan kakaknya itu, kakaknya bahkan dia sebut otak gila yang bisa mengerjakan apapun dengan sempurna.
Mama Analise yang mendengar itu tersenyum tulus.
"Tenang saja, jika kamu butuh sesuatu datanglah kesini pintu mansion ini sangat terbuka untukmu."
Raven mengangguk dengan semangat, kedua orang beda usia dan gender tersebut sudah mulai akrab dan mengobrol dengan asyik yang bahkan melupakan gadis yang hanya dia menatap mereka berdua.
Auryn yang melihat itu sangat senang dengan keakraban ini, setidaknya kedua keluarga secara perlahan mulai menyatu dan tak ada garis jarak diantara mereka.
Dia diam-diam pergi dari sana dan menuju ke kamarnya dan membiarkan mereka untuk mengobrol dengan nyaman dan agar bisa semakin akrab satu sama yang lain.
......................
Waktu berlalu begitu saja hingga waktu menjelang malam tiba, namun suasana tegang tengah dirasakan oleh Erzabell karena dia baru saja mendapatkan nomor telepon crush nya dari sahabatnya.
Dia sangat tegang karena dia ingin menelpon namun takut ada pekerjaan penting yang dilakukan oleh Maven disana.
Apalagi pekerjaannya sebagai seorang tentara membuatnya harus fokus karena menyangkut hidup dan mati semua orang.
"Tapi ini sudah malam, apakah tentara masih bekerja di malam hari?" Gumam Erzabell karena dia sudah sangat ini berbicara dengan Maven.
Entahlah pesona pria dewasa itu sangat mengganggunya hingga terus menerus berputar di otaknya tentang pria itu.
Namun saat dia ingin menekan tombol panggil tiba-tiba ada panggilan masuk dari orang lain.
Erzabell langsung mendatarkan wajahnya saat yang menelpon adalah mantan calon tunangannya.
Padahal dia sudah memblokir kontak lamanya dan dia selalu memakai nomor baru hingga dia sudah hafal jika nomor yang menelpon dengan nomor tak dikenal ini adalah Haizar.
Dia langsung menekan tombol merah dan mengabaikannya.
Namun dering telepon tersebut sangat mengganggunya hingga dia dengan terpaksa mengangkatnya.
"Jangan ganggu hidup gue lagi bisa gasi bangsat?! Lo itu ganggu gue tau ngga!! Jangan hubungin gue karena gue udah gak peduli lagi sama Lo!" Ucap Erzabell dengan sangat emosional.
Dia langsung mematikan telepon tersebut dan memblokirnya. Sepertinya dia perlu nomor ponsel yang baru agar tidak di ganggu oleh Haizar.
Erzabell juga bingung dengan sikap pria iu yang akhir-akhir ini sangat ngebet menghubunginya, padahal dulu saja dia tak pernah sekalipun membalas satu pesan pun darinya namun saat dia sudah move on dan hampir mendapatkan penggantinya malah cowo itu seakan mengejarnya.
"Sangat menjengkelkan." Gumam Erzabell.
Dia menjadi tidak mood malam ini, dia berpikir untuk menelpon Maven yang mungkin bisa mengembalikan moodnya.
Namun saat ia mencoba memanggil tak ada jawaban sama sekali selama dua kali, dia akhirnya menyerah karena berpikir jika pria itu sedang sibuk bekerja jadi dia memilih untuk mematikan ponselnya dan menarik selimutnya untuk tidur.
......................
"Sial! kenapa dia jadi berubah! apa yang membuatnya berubah." Haizar yang sangat emosi menggenggam ponselnya dengan sangat kuat.
Dia kini sedang berada di kamarnya, kamar yang penuh dengan kenangan. Banyak foto gadis yang selama ini mengejarnya namun sekarang gadis itu seakan tak menyukainya lagi.
"Erzabell, mau lo suka atau engga suka lo harus tetap suka sama gue!" Ucapnya sambil menatap foto besar Erzabell yang tertancap pisau di tepat pada bagian jidatnya tersebut.
"Lo tahu Erzabell, cuma lo yang ada di hidup gue. Dan lo harus tetap mengejar gue seakan ga ada pria lain di dunia ini karena lo harus butuh gue Erzabell!!! !. Arrrgggghhhhhh kenapa lo harus berubah anjing!!!" Amuk Haizar sambil membanting ponselnya ke dinding hingga hancur.
Dia tak menerima ini semua, Erzabell adalah gadisnya apapun itu. Selama ini hanya dia yang ditatap oleh Erzabell tapi sekarang gadis itu malah bersama dengan pria lain.
"Lo udah berani menjauh dari jangkauan gue Erzabell, sekarang tunggu saja gue akan membuat lo tak bisa hidup tanpa gue bahkan lo akan merasa seakan mati tanpa gue. Hahahaha." Haizar berkata sendiri dengan tertawa yang sangat keras bahkan pelayan yang berada di luar kamarnya langsung menjauh dari area kamar tersebut.
Semua orang di mansion ini sangat takut dengan temperamen tuan muda mereka yang terkadang sangat sensitif dan sedikit gila.
"Erzabell!!!!"
Teriakan tersebut kembali lagi, mereka sudah terbiasa mendengarkan teriakan tuan muda mereka yang akhir-akhir ini menyebut nama seorang wanita itu.
"Kenapa lagi dia?" Tiba-tiba seorang pria dengan usia matang dengan pakaian jas nya menghampiri salah satu pelayan karena mendengarkan teriakan tersebut.
Pelayan tersebut langsung terkejut kala tuan muda pertama mereka berada di belakang mereka.
"Apa yang dilakukan cecunguk itu kali ini?" Tanyanya pada pelayannya tersebut dengan dingin.
"E-eh tuan muda pertama, I-itu tuan muda kedua sedang berteriak menyebut nama seorang wanita. M-mungkin kekasih tuan muda kedua." Ucap pelayan tersebut dengan terbata-bata.
Pria yang disebut oleh tuan muda pertama itu langsung naik ke atas meninggalkan pelayan tadi. Pelayan tersebut menghela nafasnya, jika punya pilihan lain lebih baik dia tidak bekerja di keluarga yang menurutnya sangat aneh ini. Setiap anggota keluarga ini memiliki kepribadian yang sangat aneh dan menyeramkan baginya.
"Apa yang kau lakukan kali ini?" Pria berjas tadi membuka pintu kamar Haizar dengan tanpa izin sang pemilik kamarnya.
Haizar yang tengah berbaring sambil memandangi pigura foto Erzabell langsung menatap dengan tatapan dingin pada kakaknya tersebut.
"Siapa yang memberikan izin lo buat masuk!"
Haizar berdiri dan menghampiri Renan yang sedang berdiri sambil menyilangkan tangannya di depan dada.
"Kau selalu membuat kegaduhan di mansion, apa kau tak puas menjadi beban kami semua?" Ucap Renan dengan dingin.
Haizar menatap dingin pria yang sialnya jadi kakak pertamanya itu, karena dia hidupnya seperti ini dan karena ia juga dia selalu salah di mata ayahnya.
"Diam lo bangsat! urus saja urusan lo itu jangan ganggu hidup gue dengan mulut lo yang kotor!"
Renan terkekeh mendengar itu lalu dia memberikan amplop coklat yang sengaja dia bawa kesini karena memang tujuannya pulang ke mansion ini hanya untuk itu karena sudah lama dia tinggal sendiri.
"Mungkin itu bisa membuat hidup lo tambah sengsara." Ucap Renan dengan tersenyum miring lalu pergi meninggalkan adiknya tersebut.
Haizar melihat amplop coklat yang tergeletak itu dengan dingin lalu membanting pintu kamarnya dengan keras lalu mengambil amplop coklat tersebut.
Saat membukanya matanya membelalak karena sangat terkejut dan meremas isi dari amplop tersebut dengan kuat.