NovelToon NovelToon
Khilaf Semalam

Khilaf Semalam

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwidia

Mencintaimu bagai menggenggam kaktus yang penuh duri. Berusaha bertahan. Namun harus siap terluka dan rela tersakiti. Bahkan mungkin bisa mati rasa. - Nadhira Farzana -


Hasrat tak kuasa dicegah. Nafsu mengalahkan logika dan membuat lupa. Kesucian yang semestinya dijaga, ternoda di malam itu.

Sela-put marwah terkoyak dan meninggalkan noktah merah.

Dira terlupa. Ia terlena dalam indahnya asmaraloka. Menyatukan ra-ga tanpa ikatan suci yang dihalalkan bersama Dariel--pria yang dianggapnya sebagai sahabat.

Ritual semalam yang dirasa mimpi, ternyata benar-benar terjadi dan membuat Dira harus rela menelan kenyataan pahit yang tak pernah terbayangkan selama ini. Mengandung benih yang tak diinginkan hadir di dalam rahim dan memilih keputusan yang teramat berat.

'Bertahan atau ... pergi dan menghilang karena faham yang tak sejalan.'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 6 Putus

Happy reading

Senja hadir menyapa, menyuguhkan lukisan tangan Ilahi yang teramat indah dan memesona.

Di situ, pandangan netra Dira tertuju. Meraba makna yang tersirat.

Senja, peralihan antara siang dan malam, melambangkan transisi dan perubahan dalam kehidupan.

Keindahannya menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak selalu datang di awal atau di saat yang dirasa paling tepat, tetapi bisa hadir secara tak terduga. 

Seperti kebahagiaan para insan yang saat ini tengah diterpa ujian hidup, salah satunya Nadhira Farzana.

Dira menghela napas dalam. Membangun ketegaran dan berusaha berdamai dengan kenyataan yang tak selaras dengan harapan.

Mungkin kebahagiaanku bukan bersama Aldi dan kebahagiaan Aldi bukan bersamaku.

Batinnya berbisik lirih diikuti raut wajah yang terbingkai sendu.

"Sayang, aku boleh masuk?"

Terdengar suara lembut yang tidak asing di telinga.

Pemilik suara itu ... Aldi Fahreza, pria yang mewarnai hari-harinya selama tiga tahun.

"Masuk saja, Al," sahutnya dari dalam kamar.

Aldi mengayun langkah dan bermaksud untuk menutup pintu yang dibiarkan terbuka lebar oleh Dira.

"Jangan ditutup! Biarkan saja terbuka."

"Tapi, Yang --"

"Aku ingin pintu kamarku tetap terbuka, Al." Dira memangkas ucapan Aldi, lalu menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa.

"Baiklah." Aldi mengalah. Ia pun urung menutup pintu kamar dan berjalan mendekat ke arah Dira untuk memberikan buket bunga mawar merah yang dibawanya.

"Yang, aku bawakan bunga mawar merah untukmu sebagai ungkapan rasa cinta dan permintaan maaf dariku. Aku sengaja membelinya untukmu, karena aku tau ... kamu sangat menyukai bunga ini," tuturnya diiringi sebaris senyum yang terhias dua lesung pipi.

Tak seperti biasa. Dira enggan mengacuhkan buket bunga mawar itu dan malah melipat kedua tangannya di depan dada.

Aldi tak menyerah. Ia berusaha merayu dengan bersimpuh di hadapan Dira dan menatap lekat manik mata kekasihnya itu.

Ia yakin Dira hanya ngambek dan akan segera luluh, lalu memaafkannya.

Namun ternyata salah. Kali ini, Dira tak acuh dan terlihat dingin.

Terbesit tanya di dalam hati, kenapa Dira berubah?

"Duduklah, Al." Suara Dira terdengar datar. Pandangan netranya tertuju pada dinding kamar, bukan pada lawan bicara.

Aldi kembali mengalah dan mendaratkan bobot tubuhnya di sofa. Di sisi Dira.

"Yang, maaf. Aku bersalah karena membiarkanmu menunggu di Sunshine Cafe sendirian. Tapi percayalah, aku nggak bermaksud seperti itu. Aku terpaksa menggagalkan pertemuan kita untuk memenuhi permintaan Mr. Jonas, pemilik Perusahaan Dejavu. Jadi, tolong fahami keadaanku --"

"Aku sudah tau." Dira memangkas ucapan Aldi yang mungkin masih panjang dan melebar.

"Jadi?"

"Aku sudah memaafkan kamu, Al. Jadi, pergilah dan jangan pernah datang lagi di hidupku. Kita sudahi hubungan ini." Dira bertutur dengan merendahkan suara. Namun pandangannya tak beralih.

"Maksud kamu apa, Yang?"

"Kita putus, Al."

"Kenapa?"

"Karena ... aku sudah lelah mempertahankan hubungan yang tak jelas ke mana arah ujungnya."

"Ujungnya kita akan menikah dan hidup bersama. Memiliki anak-anak yang lucu dan --"

"Aku sudah sangat hafal kata-kata itu, Al. Bahkan di luar kepala." Dira kembali memangkas ucapan Aldi.

"Sepertinya, kamu ragu dengan ucapan ku? Baiklah, kali ini aku bakal membuktikannya. Minggu depan, aku pastikan datang bersama papa dan mama ke rumah ini untuk melamar kamu ... Nadhira Farzana."

Dira tersenyum kecut dan mengalihkan pandangan netranya ke arah Aldi. "Al, aku hargai niat baikmu. Tapi maaf, aku tetap ingin mengakhiri hubungan kita."

"Kenapa? Apa mungkin, karena ada pria lain yang berhasil merayu dan menyentuh hatimu?"

"Mungkin. Tapi bukan karena itu."

"Lalu, karena apa?"

"Karena aku sudah lelah dan menyerah. Pergilah. Carilah wanita yang selalu bisa memaklumi dan memahami mu."

"Nggak ada wanita yang bisa seperti kamu, Yang. Hanya kamu yang bisa memaklumi dan memahami aku. Jadi tolong, bertahanlah demi cinta kita."

"Pergilah, Al."

"Yang --"

"Pergilah! Jangan pernah kembali di hidupku." Dira berucap lirih. Namun penuh penekanan.

Ia berusaha terlihat tegar, meski sebenarnya rapuh.

"Jika itu maumu, baiklah. Aku akan pergi. Tapi suatu saat nanti ... aku akan datang lagi ke rumah ini untuk melamar mu dan menjadikan kamu istriku. Ibu dari anak-anakku."

Seusai berucap, Aldi beranjak dari sofa dan berlalu pergi dengan langkah gontai.

Sementara Dira, hanya bisa menatap punggungnya hingga menghilang dari pandangan mata.

"Al --" Dira menangis tergugu dan menekan dadanya yang terasa nyeri.

Ia tidak menyangka jika keputusan yang dipilihnya menorehkan rasa sakit.

Mengoyak ulu hati dan memaksa air kesedihan mengalir deras, membasahi wajah hingga basah.

Andai kamu memenuhi janjimu di malam itu, mungkin kisah kita nggak akan berakhir seperti ini, Al.

Dira tak kuasa menahan suara tangisnya, sehingga terdengar oleh Milah yang sedang mengepel lantai.

Milah buru-buru menyudahi pekerjaannya, lalu berlari menaiki anak tangga.

Sampai di dalam kamar, Milah mendapati Dira yang masih menangis dengan tubuh bergetar.

"Ya Allah, Mbak Dira? Apa yang terjadi, Mbak?"

Milah segera merengkuh tubuh Dira dan membawanya ke dalam pelukan.

Diusap punggung Dira dengan gerakan naik turun, seraya mentransfer energi positif untuk memberi rasa tenang.

"Mbak, apa yang terjadi?" Milah kembali bertanya dengan melirihkan suara.

Namun Dira hanya menggeleng pelan. Bibirnya serasa sulit untuk berucap meski sekedar menjawab tanya dengan sepatah kata.

"Istighfar, Mbak. Nyebut --"

Dira membalas ucapan Milah dengan mengangguk lemah, lalu menenggelamkan wajahnya yang basah di pelukan wanita paruh baya itu.

"Astaghfirullah, astaghfirullah," ucapnya lirih sambil terisak.

Cukup lama Dira menangis, sampai ia merasa lelah dan tertidur.

"Ya Allah, Mbak. Ulu hati Simbok serasa teriris sembilu setiap mendengar suara tangisan Mbak Dira. Simbok teramat sedih, karena Simbok ndak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Mbak Dira, selain terus berdoa."

Milah tak kuasa menahan butiran air bening yang sedari tadi ditahannya agar tak tertumpah.

"Tidur yang tenang ya, Mbak. Simbok akan menjaga dan menemani Mbak Dira di sini." Kecupan lembut berlabuh di pucuk kepala Dira, seiring pelukan yang perlahan terurai.

Dengan sangat hati-hati Milah membaringkan tubuh Dira di ranjang, lalu menyelimutinya sampai di atas da-da.

Samar-samar terdengar suara bel pintu diikuti suara salam.

Milah segera beranjak dari posisi duduk dan menutup pintu kamar sebelum membawa langkahnya menuruni anak tangga.

"Assalamu'alaikum." Sapaan salam kembali terdengar begitu Milah membuka pintu.

"Wa'alaikum --" jawabnya menggantung diikuti mimik wajah yang menyiratkan rasa terkejut.

"Mas Dariel --"

"Iya, Mbok."

Meski berkeyakinan beda, Dariel selalu mengucap salam ketika bertamu di rumah Dira.

Ia terbiasa meniru Dira yang seringkali mengucap salam ketika masuk ke dalam rumah atau bertamu.

"Dira ada di rumah, Mbok?" Tanya yang terucap dari bibir Dariel membuat Milah gelagapan. Ia bingung harus menjawab apa.

"Mbok, Dira ada di rumah 'kan?" Dariel kembali bertanya.

"A-ada, ta-tapi Mbak Dira sedang tidur," jawab Milah terbata.

"Aku boleh masuk ke dalam dan menemui Dira sebentar, Mbok?"

"Eng, anu, Mas --"

"Boleh ya? Sebentar saja, Mbok. Nggak sampai satu jam."

"Eng, ya sudah, Mas. Boleh. Tapi jangan mengganggu tidur Mbak Dira ya. Apalagi ituin Mbak Dira lagi --"

"Maksudnya apa, Mbok? Ituin --" Dariel mengernyit dan menatap Milah.

"Eng, ah, Simbok salah bicara, Mas. Maksud Simbok, jangan membangunkan Mbak Dira. Karena Mbak Dira sedang ndak enak badan dan butuh istirahat," elaknya.

"Owhh." Dariel manggut-manggut, sebagai pertanda bahwa ia mengerti maksud perkataan Milah.

Milah menutup pintu, lalu memandu Dariel menaiki anak tangga dan berjalan menuju kamar Dira.

Dira terlihat begitu nyenyak. Namun wajahnya tampak sembab.

"Mbok, kenapa wajah Dira sembab? Apa tadi dia ... menangis?"

Milah menghela napas panjang, lalu mengangguk pelan.

"Iya, Mas. Tadi sebelum tidur, Mbak Dira menangis terus sampai wajahnya sembab."

"Kenapa Dira menangis, Mbok? Apa mungkin karena --"

"Simbok ndak tau pasti. Yang Simbok tau, Mbak Dira menangis setelah Mas Aldi pergi. Mungkin mereka jadi putus," ujar Milah--memangkas ucapan Dariel.

"Apa? Aldi dan Dira putus?"

"Mungkin iya, Mas. Tadi, Mas Aldi datang ke rumah dan menemui Mbak Dira. Kesempatan itu ingin digunakan Mbak Dira untuk mengakhiri hubungannya dengan Mas Aldi."

"Ya Tuhan --" Dariel menyugar rambutnya dengan kasar.

Entah ia harus senang, atau malah semakin merasa bersalah karena telah menjadi penyebab kandasnya hubungan Dira dengan pria yang dicinta.

🌹🌹🌹

Bersambung

1
Hikari Puri
dtgu up nya lg thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Najwa Aini
karya yg bagus. dikemas dengan tatanan bahasa yg apik, rapi, enak dibaca dan mudah dipahami..
sukses selalu buat Autor yg maniiiss legit kayak kue lapis.
Ayuwidia: Uhuk, makasih Kakak Pertama
total 1 replies
Najwa Aini
Dariel aja gak tau perasaannya senang atau sedih, saat tau Dira putus dgn Aldi.
apalagi aku..
Najwa Aini
perusahaan Dejavu??
itu memang nama perusahaannya..??
Ayuwidia: Iya, anggap aja gitu
total 1 replies
Najwa Aini
Ayah bundanya Dira kayak sahabatnya ya
my heart
semangat Thor
Machan
simbok aja tau klo Dariel lebih sayang timbang Aldi😌
Machan: amiiin


berharap🤣🤣
Ayuwidia: Dari Gold jadi diamond ya 😆
total 6 replies
Najwa Aini
ooh jadi Dira itu seorang dokter ya..
wawww
Ayuwidia: huum, Kak. Ceritanya gtu
total 1 replies
Najwa Aini
Amiin..
aku aminkan doamu, Milah
Najwa Aini
kalau dari namanya sih, kayaknya mang lbh ganteng Dariel daripada Aldi
Najwa Aini
ooh..jadi gitu ceritanya..
ya pastilah hasratnya langsung membuncah
Ayuwidia: uhuk-uhuk
total 1 replies
Najwa Aini
Tapi tetap aja keliatan kan Riel
Najwa Aini
omah kenangan yg asri banget itu ya
Najwa Aini
jadi ceritanya Dira lupa dengan ritual naik turun Bromo semalam gitu??
Machan
🤭🤭🤭
Machan
aku tutup mata, tutup kuping, tutup hidung juga😜
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!