Area khusus Dewasa
Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.
Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.
Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.
Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.
Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My sweet heart
Basten memainkan lidahnya tepat di atas klitoris Edel yang berkedut saat dia jilat. Tempo pelan Basten berhasil membuat gadis yang mati-matian menggigit bibirnya itu akhirnya mendesah lagi.
"Ahh ... Tu-tuan muda ke-kenapa di si .. tu ..."
Perlakuan tidak terduga yang Basten lakukan membuat Edel shock. Ia tidak pernah menyangka si tuan muda akan bermain dengan lidah. Kemaren saja pas main dengan jarinya, rasanya sudah membuat dia menggila. Sekarang dengan lidah ... Sensasinya membuatnya lebih menggila lagi. Beda saja rasanya meskipun sama-sama enak.
Edel benar-benar tersiksa dan malu. Ia mencoba mencegahnya dengan cara menjambak, namun tak membuahkan hasil karena mulut Basten bagaikan magnet yang sulit di lepas.
Di sisi lain Basten sudah sangat horny. Tubuh Edel melonjak tinggi saat Basten memasukan daging lunak tak bertulang semakin dalam di inti tubuhnya. Sensasi geli bercampur nikmat yang diterima Edel berhasil menurunkan pertahanannya. Ia tak lagi menjambak rambut, kedua tangannya menempel di dinding tembok, mencengkeram sekuat tenaga.
"Ahhh... Hnngghhh ..."
Basten tersenyum mendongak ke atas di sela-sela ia menjilat.
"Stop tuan muda... Ge- gelii ... A- aku, aku mau ..."
Edel kelojotan seperti cacing kepanasan. Sekuat tenaga ia mencoba mendorong kepala Basten dari intinya, tapi usaha yang dia lakukan sia-sia karena pangkal pahanya terkunci oleh cengkeraman kuat Basten.
Edel semakin tak tahan, pada akhirnya dia membiarkan kepala Basten tetap berada di antara pahanya saat cairan orgasme mulai bercucuran keluar.
Tenaganya perlahan melemah. Nafasnya terengah-engah, juga pandangannya menjadi satu. Ia mengalami orgasme yang jauh lebih hebat dari yang ia rasakan semalam.
"Hhahhh... Hngghh ... Uchhh ... "
Basten berdiri dan menggendong Edel ke sofa, membiarkan gadis itu merasakan sisa-sisa pelepasannya di sana. Tubuhnya masih mengejang. Basten tersenyum puas melihat gadis itu lemas tak berdaya tapi dengan mata yang satu karena kenikmatan yang baru saja dia berikan.
"Bagaimana, enak kan?" lelaki itu bertanya sambil mengelus wajah Edel. Tangannya yang lain mengambil tissue di atas meja sofa dan membantu membersihkan inti tubuh Edel yang masih basah.
Pinggul Edel terangkat ketika miliknya yang masih sangat sensitif kembali tersentuh oleh tekstur kasar dari tissue. Basten tersenyum lalu mengecup keningnya. Miliknya di dalam celana sudah sangat tegang, tapi dia menahan diri. Jangan dulu.
Basten ingin membuat Edel terbiasa dulu dengan sentuhan-sentuhannya. Memanjakan gadis itu, sampai gadis itu mulai mendambakan apa yang dia lakukan. Lalu setelah itu dia akan lanjut ke permainan selanjutnya. Membuat sang pembantu memanjakan miliknya, dan yang paling terakhir adalah ... Menyatu dengan gadis itu.
Basten masih bisa menahan diri. Dia ingin, saat dirinya mengambil keperawanan Edel, gadis itu memang memberikannya dengan sukarela, bukan karena paksaan dan ketakutan.
"Kau tahu betapa enaknya dirimu? Aku ingin memakanmu lebih dari yang tadi, tapi sekarang belum waktunya. Aku akan mengajarimu perlahan-lahan, termasuk cara bagaimana memuaskan aku." bisik Basten pelan di telinga Edel. Penuh sensual dan hasrat yang tertahan.
Wajah Edel memerah. Nafasnya masih terengah. Bodohnya, ia merasa seperti terjerat dalam pesona laki-laki yang sedang mengunci tubuhnya ini. Edel menggigit bibirnya malu-malu kemudian memalingkan wajah ke tempat lain.
Tingkahnya justru membuat Basten makin tertarik untuk menggodanya.
"Edel," panggilnya pelan.
"My sweet heart, " panggil Basten lagi. Suara rendahnya yang serak dan dalam menelusup pelan ke telinga gadis itu, seperti aliran listrik halus yang menggetarkan tulang belakangnya.
Edel menggigit bibir. Tubuhnya masih gemetar, belum sepenuhnya pulih dari sensasi yang belum pernah ia rasakan seumur hidup. Nafasnya masih tak teratur, dan ia bahkan tak tahu harus membalas panggilan itu dengan apa. Matanya menolak bertemu tatapan sang tuan muda.
Basten mendekatkan wajahnya, mencium pelipis Edel dengan lembut, seolah mencoba menenangkan badai yang baru saja ia ciptakan sendiri.
"Baru kali ini aku tertarik pada perempuan sampai melakukan hal sebrengsek ini. Tapi aku tidak menyesal, kau ... Adalah milikku, ingat itu." gumamnya lagi penuh hak kepemilikan.
Edel masih terdiam di pangkuan Basten. Tubuhnya lunglai, tapi hatinya justru berdebar hebat. Napasnya belum pulih sepenuhnya, namun pikirannya mulai melayang ke banyak arah rasa malu, bingung, tapi juga ... berbunga-bunga?
Apakah ini yang disebut candu? Sentuhan pria itu terasa mengalir seperti racun yang nikmat. Berbahaya, tapi membuatnya penasaran. Astaga, apa dia sebenarnya adalah perempuan murahan sebelum ingatan? Kenapa dia malah tidak merasa dilecehkan dan justru ... Menikmati?
Basten menyentuh pipinya dengan lembut, membuat Edel reflek menoleh. Mata mereka bertemu. Ada sesuatu di sorot mata lelaki itu, bukan hanya nafsu, tapi juga ketertarikan yang dalam. Seolah ia sedang menatap sesuatu yang ia inginkan ... dan ingin ia jaga.
"Aku suka melihatmu seperti ini," bisik Basten pelan, suara rendahnya menggetarkan ruang di antara mereka.
"Tulus. Jujur. Polos, dan tak berpura-pura."
Edel menggigit bibir. Ia ingin menolak, membantah, menyembunyikan gejolaknya. Tapi bagaimana bisa, jika lelaki ini sudah membongkar seluruh pertahanannya hanya dalam satu malam?
"Tuan muda aku ..." lirihnya.
Basten tersenyum kecil.
"Jangan katakan apa pun, aku masih ingin memelukmu seperti ini."
Jantung Edel mencelus. Perkataan itu sederhana, tapi mengguncangnya lebih dari apapun. Ia merasa seolah bukan hanya tubuhnya yang disentuh Basten semalam dan hari ini, tapi juga hatinya. Dan itu membuatnya lebih takut.
Takut bahwa ia akan jatuh.
Takut bahwa ia akan menyerahkan segalanya pada pria ini ... Tidak boleh. Dia hanya pembantu, tidak pantas bersanding dengan majikan.
Edel memejamkan mata. Ia bersandar di dada Basten, mencoba menyembunyikan rona yang tak bisa ia kendalikan. Tapi Basten tahu. Ia bisa merasakannya dari detak jantung Edel yang semakin kencang, dari genggaman jemarinya yang mulai membalas pelukan di pinggangnya.
"Good girl," gumam Basten penuh arti.
"Kita baru saja mulai, Edel. Dan aku akan membuatmu menginginkanku, dengan seluruh jiwamu."
Edel tidak mengatakan apa pun, perasaannya di lema. Tidak mungkin dia menyukai tuan muda kedua kan? Karena saat berada di dekat tuan muda pertama pun perasaan kurang lebih mirip. Meski jantungnya lebih bergetar saat dengan tuan muda kedua, tapi dia percaya itu karena tuan muda kedua telah menyentuhnya secara intim.
Ah! Edel makin bingung dengan perasaannya. Jangan-jangan dia memang benar perempuan murahan lagi dulunya yang sudah melayani lebih dari satu laki-laki. Jangan-jangan dia sudah tidak perawan?!
Pikiran gadis itu makin ngawur.