Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman dari istana
Setelah benar-benar yakin dengan keputusannya, Carmila perlahan bangkit dari ranjang.
Setiap gerakannya hati-hati, seolah takut membangunkan pria yang masih terlelap di sampingnya. Ia meraih pakaiannya dan mengenakannya satu persatu.
Ia juga memastikan semua barangnya sudah lengkap, lalu yang terakhir, ia mengambil topeng kelinci miliknya dan memasang ke wajahnya.
'Seharusnya aku keluar pagi-pagi sekali, tapi sekarang pasti sudah banyak orang di luar.' gerutunya
Carmila lebih memilih terlihat memalukan karena mengenakan topeng di tengah hari, dari pada membiarkan gosip beredar di kalangan sosial—bahwa Duchess Hamilton baru saja keluar dari kamar hotel.
Tepat sebelum benar-benar meninggalkan kamar, ia menoleh ke belakang.
Rasanya sulit di percaya, bahwa ia baru saja menghabiskan malam dengan Pangeran Kedua yang telah menjadi impian hampir semua wanita di kerajaan.
Carmila sempat ragu, lalu mengambil pena bulu dan selembar kertas yang tersedia di meja.
Ia menulis beberapa patah kata, meninggalkan pesan singkat di sisi ranjang: Terima kasih untuk malam yang tak terduga ini. Anggap saja kita tidak pernah bertemu.
Itu adalah ungkapan terima kasihnya atas malam yang sudah terjadi, sekaligus menutup kisah yang tidak seharusnya di mulai.
'Sekarang aku harus pergi.'
Tanpa menoleh lagi, Carmila melangkah keluar dari kamar tersebut.
......................
Setibanya di Kediaman Duke, Elara segera menghampiri Carmila dengan wajah cemas.
"Nyonya, Anda sudah kembali," sapa Elara. "Saya terkejut sekali Anda tiba-tiba pergi ke Kediaman Count. Apalagi Anda pergi tanpa pengawal ataupun ksatria." lanjutnya.
Carmila tersenyum tipis. "Aku cuma butuh waktu sendiri. Lagi pula aku selalu membawa perlengkapan pengawal, jadi jangan terlalu khawatir."
"Tapi, apa itu yang Anda jepit di pinggang?"
"Ehem, ehem."
Carmila buru-buru menyembunyikan topeng yang di pegangnya ke belakang punggung.
"Bukan apa-apa. Tolong bawakan saja secangkir teh ke kamarku."
"Baik, Nyonya. Saya mengerti."
Elara tampak bingung, tetapi ia mengangguk patuh.
Saat Carmila melewatinya dan mulai menaiki tangga, Elara mencium aroma yang familiar. Ia lantas berkata dari belakang dengan nada khawatir, "Nyonya, apakah Anda baru saja minum? Itu tidak baik untuk kesehatan Anda."
Carmila tidak menjawab. Ia terus berjalan, meninggalkan Elara yang tampak merenung, dan segera masuk ke kamarnya.
Begitu masuk, ia segera menyembunyikan topeng di lemari pakaian, lalu menjatuhkan diri di atas ranjang.
"Hah, sepertinya aku tidak akan bisa pergi minum-minum ke Ibu Kota lagi untuk sementara waktu," gumam Carmila.
Meskipun kejadian semalam sangat memalukan, setidaknya semua stresnya sudah terlepas.
"Ngomong-ngomong, kenapa Kediaman ini begitu sepi?"
Tiba-tiba ia penasaran apakah Seraphina sudah mulai bersiap untuk pergi. Karena ia sudah dengan tegas menyuruhnya keluar, Seraphina seharusnya sudah mulai berkemas.
Namun, sejak ia kembali ke Kediaman ini, pasangan tikus itu (Seraphina dan Valerian) tidak menunjukkan batang hidung mereka sama sekali.
"Aku harus bertanya pada Elara."
Beberapa menit kemudian, Elara masuk membawa teh. Belum sempat Carmila bertanya, sang pelayan sudah melaporkan.
"Nyonya, Nona Seraphina sudah mengemasi barang-barangnya dan pergi dari Kediaman kemarin."
“Dia... sudah pergi?”
Seraphina keluar lebih cepat dari yang ia perkirakan.
'Ada yang aneh,' batinnya.
"Dan Nyonya... Duke Hamilton menyampaikan sesuatu yang mengejutkan kemarin," bisik Elara cemas.
Carmila menatapnya, menunggu Elara melanjutkan ucapannya.
Carmila memperhatikan wajah Elara yang pucat pasi, seolah ada hal serius yang baru saja terjadi.
"Kemarin, Duke Valerian mengatakan bahwa ia akan menjadikan Nona Seraphina sebagai selir resminya," bisik Elara.
"Apa?!" seru Carmila, suaranya meninggi karena terkejut.
"Tadi malam, Duke masuk dalam keadaan sangat mabuk dan mengatakan hal itu... Tak lama kemudian, ia membawa Nona Seraphina keluar dari Kediaman. Ia bilang, mereka akan bertemu lagi di hari pesta ulang tahunnya. Hanya beberapa pelayan yang menyaksikan adegan itu, dan saya sudah menyuruh mereka tutup mulut, tapi..."
Tatapan cemas Elara tertuju pada Carmila. Wajahnya nyaris menangis. Meskipun ia tidak menyelesaikan kalimatnya, ekspresinya sudah menjelaskan segalanya: desas-desus pasti akan menyebar dan ini akan menjadi masalah besar.
"Dan, Duke juga meminta saya menyampaikan bahwa mulai sekarang, ia akan mengelola semua keuangan sendiri."
"..."
Mendengar perkataan Elara yang terasa sangat janggal, Carmila meletakkan cangkir teh yang ia pegang dengan hati-hati.
"Nyo-Nyonya?" panggil Elara cemas.
Carmila mengabaikan panggilannya, dan melangkah cepat menuju ruang kerjanya.
Ia perlahan memasukkan kunci ke brankas yang tersembunyi di sudut ruangan dan membukanya. Begitu brankas itu terbuka, semua uang tunai dan buku besar yang menjadi catatan kekayaan Kediaman—dan juga jaminan finansial miliknya—telah lenyap tanpa jejak.
'Bajingan, apa dia sudah gila?!'
......................
Carmila kembali ke ruang pribadinya. Ia duduk tenang sambil menyesap teh, tapi pikirannya jauh dari kata tenang.
Dari laporan Elara, ia sudah bisa menduga apa yang terjadi. Valerian pasti sangat kesal, karena usahanya mempertahankan Seraphina di Kediaman gagal total.
“Menjadikannya selir saja sudah keterlaluan... kenapa dia harus menjarah brankas juga?” ucapnya pelan.
Kediaman ini memang milik Duke Hamilton, jadi wajar kalau sang Duke mengambil uang dari sana. Tapi selama ini semua urusan keuangan dan aset keluarga di pegang Carmila.
Uang yang di ambil Valerian adalah uang yang ayah Carmila investasikan, demi putri semata wayangnya di keluarga ini.
Darah Carmila terasa mendidih karena suaminya berani membawa uang itu tanpa izin.
Alasan Valerian melarikan diri dengan uang tunai dan buku besar itu sudah jelas: ia pasti akan menggunakannya untuk membiayai gaya hidup Seraphina.
'Padahal, aku hanya sedikit menunjukkan bahwa aku tahu perselingkuhan mereka saat makan malam.'
Sungguh tak masuk akal. Carmila tak menyangka mereka akan membongkar hubungan mereka dengan begitu mudahnya.
Carmila meletakkan cangkir tehnya, dan menatap ke luar jendela. Ia memandang taman yang kini mulai di selimuti senja yang pekat.
"Mungkin mereka akan kembali bersama."
Pesta ulang tahun Valerian akan segera di adakan, dan ia pasti akan muncul lagi. Carmila merasa yakin bahwa Seraphina juga mungkin akan berdiri di sampingnya.
Dan firasatnya jarang sekali salah.
Jika itu yang terjadi, maka ia harus menyiapkan rencana balasan.
'Aku harus merancang pembalasan yang setimpal. Bagaimana caranya agar mereka hancur?'
Carmila tidak sanggup berdiam diri, membiarkan mereka saja sudah membuatnya gila.
Saat Carmila sedang memikirkan cara untuk melancarkan pembalasan, sebuah suara dan ketukan terdengar di balik pintu.
"Nyonya, ada surat datang."
"Surat?"
Pintu terbuka, dan Elara masuk sambil membawa gulungan surat.
Carmila mengernyitkan dahi. Mungkinkah Valerian yang mengirimnya?
"Tapi... Nyonya, surat ini bersegel Kekaisaran."
"Bersegel Kekaisaran?" Carmila menatap Elara dan segera mengambil surat itu. Di tengahnya, benar-benar ada segel milik Istana.
Jantung Carmila berdegup kencang. Satu-satunya keterlibatan dirinya dengan Istana Kekaisaran saat ini hanyalah Pangeran Kedua.
'Tidak mungkin. Bukan dia, kan?'
Carmila membuka surat itu, dan matanya langsung terpaku pada kata-kata di dalamnya. Tak lama kemudian, ia hanya bisa menundukkan kepala.
Segera datang ke Istana Kekaisaran setelah menerima surat ini. Aku yakin kau tahu alasannya.
Jika kau mengabaikan surat ini, identitasmu akan terungkap.
— Pangeran Kedua, Alistair.