Di dunia Bintang Biru, setiap manusia akan melalui ritual kebangkitan bakat. Mulai dari peringkat terendah Rank F hingga yang tertinggi Rank SSS, bakat inilah yang menentukan jalan hidup seseorang—apakah menjadi manusia biasa atau pahlawan yang mampu mengguncang alam semesta. Sejak lahir, Ye Chen dianggap tak memiliki masa depan. Bakatnya hanyalah elemen kayu dan aura rubah biasa. Namun, tak seorang pun tahu bahwa rubah di dalam dirinya adalah Rubah Ekor Sepuluh, eksistensi mitos yang melampaui seluruh makhluk sihir. Saat upacara kebangkitan dimulai, seluruh langit bergetar. Ye Chen justru memecahkan batas manusia dan memperoleh bakat misterius: Saitama—Fisik Tak Terbatas, kekuatan tubuh yang berkembang tanpa ujung hingga melampaui segala logika. Namun perjalanan Ye Chen tak sendiri. Kekasih masa kecilnya, seorang gadis berbakat yang selalu berada di sisinya, membangkitkan garis keturunan kuno Uchiha sejak kecil, lengkap dengan mata yang menyala bak api takdir. Tidak hanya itu, dia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daud Nikolas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Di ibu kota Xia Agung, lima keluarga besar tengah bersiap: Keluarga Lin, Gu, Ye, Ling, dan Xia.
Di kediaman keluarga Xia, Xia Zhang menatap gadis muda yang anggun di hadapannya. Gadis itu adalah cucu paling berbakatnya—Xia Qing Yue, berusia tujuh belas tahun, dengan bakat Rank SSS dan kekuatan Air Ilahi. Ia adalah kebanggaan keluarga Xia.
“Qing Yue,” kata Xia Zhang lembut, “sebentar lagi sepupumu akan datang. Sambut mereka dengan baik, dan nanti saat seleksi, bekerjasamalah dengan mereka.”
Xia Qing Yue mengerutkan kening. Ia pernah mendengar dari kakaknya, Xia Long dan Xia Zhou, bahwa kedua sepupunya adalah jenius luar biasa, bahkan tidak lebih lemah darinya.
“Kakek, apa mereka benar sehebat itu?” tanya Xia Qing Yue dengan nada ragu.
Xia Zhang hanya tersenyum misterius. “Nanti kamu akan tahu sendiri,” ujarnya tenang sambil menatap jauh ke arah langit, ke arah pesawat keluarga Lan Batian yang tengah terbang mendekat.
Di sisi lain, di keluarga Lin, seorang pemuda duduk bersila di tengah ruang meditasi. Aura kuat menyelimuti tubuhnya, samar-samar tampak bayangan binatang besar di belakangnya—seekor makhluk pelahap yang mampu menelan surga dan bumi.
Dialah Lin Fan, jenius muda keluarga Lin. Dahulu, ia diremehkan karena jiwa bela dirinya dianggap lemah—seekor ular kecil aneh. Namun, setelah bertahun-tahun, makhluk itu berevolusi menjadi raksasa setinggi ratusan meter, bersisik naga, dengan kekuatan melahap yang tak terbatas.
Dari jiwa bela diri itu, Lin Fan memperoleh metode kultivasi kuno bernama Melahap Kekacauan: Naga Menelan Surga Tak Terbatas—sebuah teknik yang berevolusi tanpa akhir, mampu melahap iblis dan dewa demi memperkuat dirinya.
Di aula utama, ayahnya, Kepala Keluarga Lin, menatapnya dengan bangga. “Nak, seleksi akan segera dimulai.”
Lin Fan membuka matanya. Kilatan niat pedang keluar tajam dari pupilnya, membelah udara dan memotong gunung sejauh ribuan meter. Di tubuhnya, aura naga bergemuruh, melahap qi spiritual di sekitarnya dengan rakus.
Sang ayah hanya bisa menghela napas kagum. “Sungguh luar biasa…”
Lin Fan tersenyum tipis. “Baik, Ayah,” ujarnya pelan, lalu berdiri dan melangkah keluar dengan tenang, siap menghadapi dunia.
Di keluarga Gu, seorang anak muda tampak mabuk sambil tertawa lepas, tubuhnya bergoyang tak menentu. Bau anggur memenuhi sekujur tubuhnya, namun aura di sekelilingnya justru semakin kuat, tak terbendung, membentuk pola Dao tertinggi. Ia meneguk anggur dari labu di tangannya, dan kekuatannya terus meningkat.
“Hahaha! Minum, minum!” serunya sambil tertawa.
“Niat Pedang Mabuk menekan surga!
Meminum sungai bintang semesta tak berujung!
Pedangku menekan segalanya!”
Ia mengangkat pedang dan menebas ke arah langit. Seketika, qi pedang sepanjang ribuan meter muncul, membawa aura mabuk yang menekan surga. Tebasan itu membelah awan dan menampakkan bintang-bintang di baliknya.
Nama anak itu adalah Gu Chen. Saat kebangkitan bakat di keluarga Gu, ia diremehkan karena membangkitkan labu anggur. Banyak yang menjauh darinya, namun sang ayah—kepala klan Gu—tetap menyayanginya meskipun ia dianggap tak berguna. Gu Chen sendiri tidak merasa putus asa, justru bahagia karena masih memiliki kasih sayang ayahnya.
Namun Gu Chen tidak menyerah. Ia mempelajari labu anggur miliknya dan menemukan bahwa itu adalah Labu Kekacauan Kuno. Saat ia menyeduh anggur di dalamnya, labu tersebut mengubahnya menjadi anggur ajaib yang hanya bisa digunakan oleh Gu Chen. Ruang di dalamnya tak terbatas, berisi berbagai jenis anggur dengan kekuatan berbeda—anggur pemahaman, anggur penyembuhan, anggur penguatan serangan, hingga anggur perbaikan qi.
Setiap jenis anggur memiliki kekuatan magis tak berkesudahan. Gu Chen juga mendapatkan metode kultivasi kuno bernama Sutra Anggur Mabuk Abadi, yang membentuk sumber air anggur di dalam tubuhnya. Dengan itu, kultivasinya berkembang tanpa batas seperti aliran sungai. Ia juga menggabungkan niat pedang dengan kekuatan anggur yang terus menguatkan dirinya tanpa henti, mempercepat kultivasi seperti tahun-tahun pengembalian diri yang terus menumpuk.
Beberapa tahun kemudian, Gu Chen kembali ke klan Gu. Ia tampak riang dan mabuk, pedang di pinggangnya memancarkan cahaya qi yang menakutkan. Ia menantang seluruh jenius di klan. Awalnya, para tetua dan bahkan ayahnya sendiri kecewa karena mengira Gu Chen hanya mabuk tanpa arah. Namun saat pertarungan dimulai, Gu Chen meneguk satu kali dari labunya, lalu menebas pedang.
Tebasan itu membelah gunung di kejauhan sejauh ratusan meter. Saat itu ia baru berada di alam Ruang Hampa awal, namun kekuatannya hampir membunuh jenius terkuat klan Gu. Sejak hari itu, seluruh klan mulai menghormatinya.
Di kejauhan, seorang pria paruh baya dan seorang wanita menatap anak mereka yang mabuk namun mampu membelah awan. Mereka menghela napas panjang.
“Nak...,” panggil sang ayah.
Gu Chen tersadar, tapi masih dalam keadaan sedikit mabuk.
“Ayah, Ibu... mengapa kalian di sini?” tanyanya sambil meneguk anggur lagi. Dalam sekejap, qi spiritualnya meningkat tajam.
“Sudah, jangan minum lagi!” bentak ibunya dengan wajah marah.
“Heheh...” Gu Chen hanya tersenyum malu.
“Nak, besok ada seleksi Universitas Langit Berbintang,” ujar ayahnya tenang.
Gu Chen menangguk sambil meneguk lagi.
“Tapi, Nak... kamu semakin kuat,” ucap ayahnya, menghela napas.
“Aku tak peduli seberapa kuat kamu, aku hanya ingin kamu aman, Nak,” sahut ibunya dengan nada khawatir.
Gu Chen tersenyum tipis. “Jangan khawatir, Ibu. Aku sangat kuat sekarang.”
“Hmm... semoga saja,” jawab ibunya, lalu berjalan pergi.
Saat ibunya menghilang dari pandangan, Gu Chen menatap ayahnya.
“Emm, Ayah... hehehe.”
Ayahnya hanya tersenyum kecil. “Huh, Nak, jangan terlalu banyak minum.”
Ia melambaikan tangan, dan seketika muncul sebuah kolam anggur seluas beberapa hektare dengan kedalaman sepuluh meter.
Gu Chen menatap dengan mata berbinar. Dengan ini, persiapannya lengkap. Ia membuka labu di pinggangnya. Dalam sekejap, kolam anggur itu terserap habis ke dalam labu kecil berukuran dua telapak tangan, seolah ruang di dalamnya tak berbatas.
Labu itu bersinar, mengirimkan pesan langsung ke kesadaran Gu Chen. Ia tahu labu itu seperti senjata hidup dan mati miliknya sendiri. Saat ia melihat ke dalam ruang labu, anggur-anggur ajaib di dalamnya mulai berkembang—bertambah luas beberapa hektare lagi.
Ada anggur pemahaman, penyembuhan, penguatan, kultivasi, hingga anggur penguat fondasi. Dengan sumber daya ini, Gu Chen tak memerlukan apapun lagi. Anggur menjadi fondasi kekuatan dan sumber kultivasinya sendiri.
“Terima kasih, Ayah,” ucap Gu Chen pelan, tersenyum sebelum menghilang begitu saja.
Ayahnya tertegun, menyadari sesuatu.
“Teknik void anak ini... sudah mencapai kesempurnaan,” gumamnya terpana.
Di keluarga Ye, seorang anak muda berpakaian sederhana berdiri dengan senyum tenang sambil menatap langit. Ia mengepalkan tangan dan meninju ke depan dengan lembut.
Shua!
Seketika, muncul bayangan tinju yang membawa cahaya bintang dari langit, menghantam awan dengan kekuatan tak terukur. Suara ledakan bergema, dan awan di langit terbelah, menyebar sejauh ribuan meter.