NovelToon NovelToon
Obsesi Cinta King Mafia

Obsesi Cinta King Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: dina Auliya

Karena menyelamatkan pria yang terluka, kehidupan Aruna berubah, dan terjebak dunia mafia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dina Auliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelindung Bayangan

Kafe Warm Beans pagi itu terasa lebih sepi dari biasanya. Aruna berdiri di balik meja kasir, mencoba fokus pada pekerjaan rutinnya. Ia menyeduh kopi untuk pelanggan tetap, mengatur kue di etalase, dan tersenyum pada siapa saja yang datang. Namun dalam dirinya, ia masih terguncang.

Bayangan malam penuh darah itu terus menghantui. Lantai kafe yang semalam dipenuhi bercak merah sudah ia bersihkan sampai kilap, tapi bayangan tubuh tergeletak dan suara tembakan masih terngiang jelas di telinganya.

Leonardo Valente. Nama itu kini tidak hanya menjadi misteri, tapi juga ancaman nyata. Aruna tahu, sejak ia menolong pria itu, hidupnya tidak akan lagi sama.

Namun yang membuatnya lebih bingung, Leonardo tidak pergi. Ia masih berada di kota, bahkan semakin sering muncul di sekitar kafe. Dan anehnya, ia selalu muncul di saat Aruna membutuhkannya—atau mungkin, saat Aruna akan membutuhkannya.

---

Siang itu, kafe cukup ramai. Mahasiswa datang untuk belajar sambil memesan kopi, pasangan muda bercengkerama, dan beberapa pekerja kantoran singgah untuk makan siang. Aruna melayani mereka dengan senyum, berusaha menyingkirkan semua pikiran buruk dari kepalanya.

Tiba-tiba, seorang pria asing masuk. Tingginya sedang, rambut cepak, pakaiannya biasa, tapi ada sesuatu di sorot matanya yang membuat Aruna tidak nyaman. Ia duduk di pojok ruangan, memesan kopi dengan suara pelan, lalu duduk sambil menatap Aruna terlalu lama.

Aruna merasakan bulu kuduknya berdiri. Ada sesuatu yang salah.

Saat ia membawa kopi ke meja pria itu, tatapan mata mereka bertemu. Mata pria itu dingin, penuh hitungan, seolah bukan sekadar pelanggan.

“Terima kasih,” katanya singkat, senyumnya tipis namun aneh.

Aruna buru-buru pergi, jantungnya berdebar.

Beberapa menit kemudian, ketika ia hendak membawa nampan ke dapur, pintu kafe terbuka lagi. Seorang pria lain masuk—tinggi, berjas hitam rapi, dengan tatapan tajam. Aruna hampir menjatuhkan nampan saat mengenalinya.

Leonardo.

Namun kali ini ia tidak sendirian. Dua pria lain ikut bersamanya, berpakaian sama rapi, namun dengan aura mengintimidasi. Mereka tidak memesan apa pun, hanya berdiri di sekitar kafe. Leonardo melangkah masuk dengan tenang, seperti seorang raja yang sedang menginspeksi wilayahnya.

Tatapan matanya segera menemukan Aruna. Dan sekali lagi, Aruna merasakan dadanya sesak—seolah dunia mengecil hanya menyisakan mereka berdua.

“Pagi, Aruna,” ucapnya rendah.

Aruna menunduk, berusaha menyembunyikan kegugupannya. “Pagi… kau… apa yang kau lakukan di sini?”

Leonardo tidak langsung menjawab. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe, lalu berhenti pada pria aneh yang sejak tadi memperhatikan Aruna. Tatapan mereka bertemu sebentar. Ada ketegangan samar yang membuat udara di kafe terasa berat.

Aruna bisa melihat rahang Leonardo mengeras, lalu ia melangkah mendekat ke meja pria itu.

“Kau bukan pelanggan biasa,” katanya datar.

Pria itu terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Hanya mampir untuk minum kopi.”

“Terlalu lama menatap barista di balik meja bukan kebiasaan orang yang hanya mampir.” Nada Leonardo tajam.

Aruna yang memperhatikan dari jauh mulai panik. Ia tidak tahu siapa pria asing itu, tapi ia bisa merasakan aura berbahaya dari interaksi singkat mereka.

Pria itu akhirnya berdiri, menaruh uang di meja. “Kalau begitu, aku pergi. Sampai jumpa lagi.”

Namun sebelum pria itu keluar, Leonardo memberi isyarat halus pada salah satu anak buahnya. Tanpa Aruna sadari, pria berjas hitam itu membuntuti si pelanggan misterius hingga keluar dari kafe.

Leonardo kembali ke meja kasir, menatap Aruna dengan mata gelap.

“Kau tidak boleh sendirian lagi,” ucapnya tegas.

Aruna mengerutkan kening. “Apa maksudmu? Itu hanya pelanggan—”

“Tidak.” Leonardo memotong cepat. “Dia mata-mata. Mereka mengawasimu karena tahu aku ada di dekatmu. Mulai sekarang, kau selalu diawasi.”

Aruna terbelalak. “Diawasi? Maksudmu apa?!”

Leonardo mendekat, menundukkan wajah hingga sejajar dengan matanya. “Aku sudah menempatkan orang-orangku untuk mengawasi kafe ini. Mereka akan memastikan tidak ada yang bisa menyentuhmu.”

Aruna mundur setapak, tubuhnya tegang. “Jadi… sekarang aku hidup dengan bayangan mafia yang mengikutiku setiap saat?”

Leonardo tersenyum samar, tapi senyum itu tidak menenangkan. “Anggap saja mereka pelindung bayanganmu.”

---

Hari-hari setelah itu terasa semakin aneh bagi Aruna.

Ia mulai menyadari kehadiran pria-pria asing yang selalu duduk di kursi pojok kafe, berpakaian rapi, wajah dingin, namun selalu membayar tanpa banyak bicara. Ia tahu mereka bukan pelanggan biasa—mereka adalah anak buah Leonardo, penjaga bayangan yang mengawasi setiap gerakannya.

Di jalan menuju rumah, ia juga merasakan tatapan dari jauh. Mobil hitam parkir tidak jauh dari rumahnya, orang-orang berjas berdiri seolah hanya menunggu seseorang. Namun Aruna tahu, itu semua bukan kebetulan.

Awalnya ia merasa takut. Ia seperti terjebak dalam penjara tak kasat mata. Namun lama-kelamaan, ada bagian kecil dalam dirinya yang merasa… aman. Meski ia benci mengakuinya, ada rasa lega mengetahui bahwa tidak ada yang bisa menyakitinya tanpa melewati pasukan bayangan itu lebih dulu.

Namun bersamaan dengan itu, muncul rasa lain—rasa yang lebih menakutkan.

Aruna mulai merasa kehidupannya bukan lagi miliknya sendiri.

---

Malam itu, setelah menutup kafe, ia menemukan Leonardo duduk sendirian di sofa ruang belakang. Lampu remang membuat wajahnya terlihat semakin tegas. Pistolnya tergeletak di meja, seolah hanya hiasan.

“Kau mengubah hidupku,” kata Aruna pelan, menatapnya. “Aku tidak bisa lagi berjalan sendirian tanpa merasa diawasi. Apa itu yang kau inginkan? Menyekapku dalam ketakutan?”

Leonardo menoleh, tatapannya menusuk. “Aku tidak peduli apa yang kau rasakan. Yang aku peduli hanyalah kau tetap hidup.”

Aruna menatapnya lama, dadanya sesak. “Tapi… dengan cara begini, aku merasa aku bahkan tidak hidup lagi.”

Hening sejenak. Leonardo bangkit, mendekat hingga jarak mereka begitu dekat. Ia menatap Aruna dengan mata kelam, suaranya rendah namun penuh kuasa.

“Lebih baik hidup dalam bayang-bayangku, daripada mati di tangan musuhku.”

Aruna menggigil. Ia tahu pria ini berbahaya. Tapi dalam ketegangan itu, ia juga merasakan sesuatu yang lebih dalam—sebuah obsesi yang mulai mengikat dirinya pada sosok King Mafia.

Dan malam itu, Aruna sadar: bayangan yang melindunginya… juga adalah bayangan yang perlahan akan menelannya.

1
🇬‌🇦‌🇩‌🇮‌🇸‌🇰‌
n
🇬‌🇦‌🇩‌🇮‌🇸‌🇰‌
Yang udah diringkas nya naskah nya ini?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!