NovelToon NovelToon
Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Time Travel / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Naniksay Nay

Kerajaan Galuh, sebuah nama yang terukir dalam sejarah tanah Sunda. Namun, pernahkah kita menyangka bahwa di balik catatan sejarah yang rapi, ada sebuah kisah cinta yang terputus? Sebuah takdir yang menyatukan seorang pangeran dengan gadis desa, sebuah janji yang terikat oleh waktu dan takdir.

Kisah tragis itu membayangi kehidupan masa kini Nayla, seorang wanita yang baru saja mengalami pengkhianatan pahit. Di tengah luka hati, ia menemukan sebuah kalung zamrud kuno peninggalan neneknya, yang membawanya masuk ke dalam mimpi aneh, menjadi Puspa, sang gadis desa yang dicintai oleh Pangeran Wirabuana Jantaka. Seiring kepingan ingatan masa lalu yang terungkap, Nayla mulai mencari jawaban.

Akankah di masa depan cinta itu menemukan jalannya kembali? Atau akankah kisah tragis yang terukir di tahun 669 Masehi itu terulang, memisahkan mereka sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naniksay Nay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 – Mungkinkah Hanya Kebetulan?

Sore itu, Rendi melangkah masuk ke sebuah kafe kecil tak jauh dari rumah Nayla.

Kafe itu sederhana, tapi terasa hangat. Kursi-kursi kayu tertata rapi, dindingnya dipenuhi tanaman rambat, sementara aroma kopi bercampur wangi kayu manis memenuhi udara.

Suasananya pas sekali untuk berbincang lama.

Di sudut ruangan, Nayla sudah duduk dengan segelas latte di tangannya. Begitu melihatnya, Rendi tersenyum sambil melambaikan tangan.

“Nay…” sapanya ketika sampai di meja. “Lagi sibuk, ya?”

Nayla menoleh, senyumnya lembut. “Nggak, cuma ngecek stok tadi.”

Rendi terkekeh, lalu duduk di hadapannya. “Bu Bos, karyawanmu keren-keren lho di sini, cekatan, racikannya enak.”

“Apaan sih....Mereka mahasiswa part-time lho...keren kaan...,” jawab Nayla ringan. “Mau pesan apa?”

“Ice Americano sama cake tiramisu,” ujar Rendi. Seorang karyawan yang berdiri di dekat meja langsung mencatat pesanannya sebelum pergi.

Nayla menoleh kanan dan kiri. “Aku kira kamu datang sama Wisnu.”

“Rencananya gitu,” katanya sembari merapikan posisi duduk. “Aku mau kenalin dia ke kamu, tapi dia mendadak dipanggil pembimbingnya.”

Nayla mengangguk, menyandarkan punggung ke kursi. “Oh, ya udah… Terus gimana tanggapan Wisnu soal catatanku?”

Rendi menaruh tasnya di samping kursi, wajahnya serius. “Dia kaget banget sama detail yang kamu tulis. Katanya, seolah-olah kamu memang hidup di masa itu. Dia sebenernya pengen nanya langsung juga… khususnya tentang peninggalan yang kamu lihat di mimpi, ada nggak yang masih ada sampai sekarang?”

Nayla mengangkat bahu, matanya menerawang jauh. “Ya… tinggal yang ada di Karangkamulyan. Itu pun cuma batu-batuan. Sisanya udah nggak ada lagi.”

Rendi mengangguk pelan, lalu Nayla meraih tas kecil yang dibawanya dan mengeluarkan sebuah kotak kayu. Ia mendorong kotak itu ke arah Rendi. “Oh iya, nih kalungnya. Jangan sampai hilang, ya.”

Rendi menyambutnya hati-hati. “Beres…” Begitu tutup kotak dibuka, matanya langsung terpaku. gumamnya, lalu menghela napas tak sadar. “Gila, ukirannya detail banget. Aku kok malah deg-degan liat zamrudnya.”

Nayla menatapnya dengan senyum samar. “Coba deh kamu tidur deket kalung itu. Siapa tahu kamu juga mimpi.”

Rendi terkekeh, mencoba mencairkan suasana. “Aku jadi siapa? Jagatpati?”

“Atau paling banter, prajurit istana,” Nayla membalas, nada suaranya setengah menggoda.

Rendi masih menatap zamrud yang berkilau kehijauan di dalam kotak itu. “Jadi ini, kalung yang kamu lihat di mimpi itu. Katanya berasal dari abu Puspa?”

“Iya.” Jawaban Nayla terdengar mantap, meski sorot matanya menyiratkan getir.

“Maharesi zaman dulu keren-keren juga ya,” Rendi bergumam kagum. “Sakti bener bisa bikin benda seperti ini.”

Nayla tersenyum miris. “Tapi ibunya Puspa lebih hebat lagi. Bisa bikin penawar racun cuma dari ramuan sederhana.”

Rendi menoleh ke arahnya, matanya menyipit. “Iya… tapi justru karena paham racun, Puspa jadi difitnah, kan?”

“Bener,” sahut Nayla lirih, suaranya menurun seperti menahan perasaan.

Rendi bersandar, menghela napas panjang. Jemarinya mengetuk pelan meja kayu, lalu tatapannya jatuh pada kotak kalung di depannya.

“Makanya,” ujarnya pelan, “kadang lebih baik nggak terlalu menonjol. Kalau terlalu bermanfaat… bisa-bisa malah dimanfaatkan orang lain.”

Nayla terkekeh. “Quotes macam apa itu?”

“Eh, tapi bener lho,” Rendi membalas cepat. “Coba aja Puspa nggak nyerocos soal keahlian dia sama ibunya, pasti bapaknya Kencana nggak kepikiran bikin racun dari buah jarak.”

Nayla mendengkus, lalu tersenyum tipis. “Iya, iya…”

Rendi menunjuk kotak itu. “Ini… aku balikin kapan?”

“Terserah,” jawab Nayla lembut sambil menyentuh batu zamrud di kalung itu. “Yang penting jangan sampai ilang.”

Rendi mengangkat alis, menahan senyum. “Ngeliatin kalung sampai segitunya… kamu tuh kayak orang jatuh cinta, Nay. Seganteng apa sih para pangeran itu?”

Nayla terdiam sebentar, lalu tertawa kecil. “Emm… semuanya karismatik. Rasanya kayak liat wayang orang gitu. Tapi yaaa… paling ganteng tetap pangeran ketiga.”

Rendi langsung mencondongkan tubuhnya, pura-pura serius. “Sama aku gantengan mana?”

Nayla menatapnya sekilas, lalu pura-pura jijik. “Hueeek.”

Rendi masih tertawa terbahak, sementara Nayla hanya menggeleng sambil menahan senyum.

Tiba-tiba ponsel Rendi berdering. Ia buru-buru mengangkat.

“Ya? Kenapa, Wis? … Di kafenya Nayla ini? Haa? Cintaku mau ke sini?” Rendi tertawa lebar. “Iya, iya, adek kamu… oh, besok mau lomba di FEB?”

Rendi mendengarkan sebentar, lalu terkekeh lagi.

“Dari Stasiun Balapan? Ya udah, mampir dulu ke sini. Biar makan dulu baru ke kos kita. Di sini ada ayam geprek enak, serius…”

Dari ponsel terdengar makian lirih Wisnu, membuat Rendi makin ngakak.

“Oke, oke… aku share location kafe-nya Nayla ya. Santai aja, Kakak Ipar…” ucapnya penuh nada menggoda. “Hahaha, dia kan sama temennya. Khawatir amat.”

Setelah menutup telepon, Nayla memberi isyarat dengan alis terangkat.

Rendi mengangkat bahu. “Adeknya Wisnu mau ke sini. Besok ada lomba di FEB. Nah, dari Balapan aku suruh mampir dulu biar makan, baru ke kos kita. Dari pada nginep di hotel kan?.”

Nayla menghela napas, matanya menyipit. “Rendi, Rendi… kamu godain adeknya temen sendiri. Tega amat.”

“Yah, namanya juga usaha,” jawab Rendi enteng. “Aku setia nunggu, lho.”

Nayla mendengkus. “Grooming itu, ih, Ren..ga boleh....”

“Enggaklah. Aku berani godainnya aja ke Wisnu… pas sama adeknya ya biasa aja. Tapi serius, Nay…” Rendi menatapnya sekilas, senyumnya berkurang jadi setengah sungguh-sungguh. “Aku beneran naksir.”

Nayla terdiam sepersekian detik, lalu menepuk meja pelan. “Gila kamu, Ren.”

Beberapa saat kemudian, Rendi berdiri, izin sebentar untuk menjemput adiknya Wisnu di depan gang.

Tak lama, ia kembali masuk membawa tiga remaja, dua perempuan dan satu laki-laki, sekitar kelas tiga SMA.

“Nay, kenalin,” kata Rendi sambil tersenyum. “Ini adeknya Wisnu, Kenanga. Sama temennya, Budi dan Sari.”

Lalu ia menoleh ke ketiga remaja itu. “Adek-adek, ini temen Mas Rendi. Yang punya kafe ini namanya Mbak Nayla.”

Kenanga menyambut dengan senyum sumringah dan mengulurkan tangan.

“Halo, Mbak.”

Nayla bangkit dari kursinya, tatapannya jatuh pada wajah gadis itu....dan jantungnya langsung berdebar kencang. Bibirnya bergetar tanpa sadar.

“Kencana…”

Kenanga terkekeh kecil. “Eh, bukan Kencana, Mbak. Saya Kenanga.”

Nayla masih terpaku, tapi buru-buru mengalihkan tatapannya, lalu menyapa Budi dan Sari sekenanya.

Rendi menepuk bahu Kenanga dengan bangga. “Kalian kan besok lomba Business Model Canvas di FEB, ya? Kalau soal bisnis, tanya aja sama Mbak Nayla. Dia udah suka jualan dari dulu.”

“Waaah, keren banget, Mbak Nayla,” puji Kenanga tulus.

Rendi menoleh curiga pada Nayla yang wajahnya mendadak pucat. “Eh, kamu kenapa, Nay? Sakit?”

“Emm… nggak, aku ke toilet dulu ya,” jawab Nayla tergesa. “Kalau mau pesan makan, bilang aja ke staff, pesen aja apa menu utama.”

"Makasih ya Bu Bos" Jawab Rendi "Ayo adek-adek duduk dulu, kalian pasti capek dari Magelang ke sini"

Dengan tergesa-gesa, Nayla bergegas menuju kamar mandi. Ia menutup pintu, lalu bersandar dengan napas memburu.

"Kenapa… Kenanga mirip sekali dengan Kencana di mimpiku…"

1
SENJA
terserah nayla katanya 😂😂😂
SENJA
laaah yah memang sejarah kan gitu banyakan mitos, legenda dan bualan di banding berdasarkan penelitian, bukti konkrit dan sebagainya 😳😌
SENJA
wakaaka pasti bingunglah kamu ga masuk dalam mimpi 🤣
SENJA
naaah ga jelas kan ini cowok! usir nay! tuman nih orang ga tau malu! 🥴😤
SENJA
ck ... jangan lemah hati oiii ga bener itu orang 😤
SENJA
ahhh payah lu cemen! balas dulu penderitaan puspa! ratain kadipaten jagatpati 😳
Naniksay Nay: bentar kak..... nanti aja rata2innya🤣.....
total 1 replies
SENJA
terserah apa citamu tapi balas dulu kematian puspa! jagatpati harus mati jugalah
SENJA
hukum semua harusnya yang ada di kadipaten itu wira 😳
SENJA
jadi tempat puspa dibakar itu ibu kota kadipaten atau ibu kota galuh? lupa aku 😂 wilayah jagatpati ya?
SENJA
kamu harus tindak tegas itu jagatpati, ga beres ini 😤
SENJA
wilayah yang suram 🥱 kalau di jepang di jaman feodal juga mungkin ini wilayah Shinbata Katsuie yang kaku dan kejam 🥴 beda dengan wilayah Kinoshita Tokichiro yang bebas lepas apa adanya 😂
SENJA
naaah iya harus tegas! mau wilayah jagatpati kek kalau ga beres yah tegur 😌🥱
SENJA
sekarang jagatpati lagi keblinger 😂😂😂
SENJA
di wilayah sunda mungkin gelarnya rakeyan jadinya, kalau di jateng jatim dan wilayah lain rakai atau rakryan yah 🤔
Naniksay Nay: Tergantung pada literatur yang dibaca kak
Sejauh yang saya tahu, “Rakryan” dan “Rakeyan” merupakan dua bentuk ejaan yang sama-sama merujuk pada gelar kebangsawanan di Kerajaan Sunda.
Namun, “Rakryan” lebih sering digunakan dalam sumber-sumber historis, sedangkan “Rakeyan” kadang muncul dalam konteks yang lebih umum atau sebagai bagian dari nama tokoh tertentu.
Gelar tersebut digunakan di kerajaan-kerajaan Jawa dan Sunda pada masa lampau
total 1 replies
Naniksay Nay
🤭diawasi pun licin kaya belut kak🙏
SENJA
naaah ini harus extra pengawasannya 🤭😂
SENJA
daaaan ada kencana si ular beludak 😌
SENJA
kaya reels gitu yah di otak langsung 🤭
SENJA
kaya kamu nay 😁
Yoseph Kun
balik lah guys. puspa mau dibakar... dia wanita. bukan singkong 🤣🤣🤣
Naniksay Nay: 🤭bentar bara api nya belom besar
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!