Zhiyuan, menantu keluarga Liu yang dulu dicap tak berguna dan hanya membawa aib, pernah dipenjara tiga tahun atas tuduhan yang tidak pernah ia lakukan. Selama itu, dunia menganggapnya sampah yang layak dilupakan. Namun, ketika ia kembali, yang pulang bukanlah pria lemah yang dulu diinjak-injak. Di balik langkahnya yang tenang tersembunyi kekuatan, rahasia, dan tekad yang mampu mengguncang keluarga Liu—dan seluruh kota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22 Syarat Busuk
Keesokan harinya, bukannya pergi ke Jinyao Entertainment, Zhiyuan memilih menuju Guishan Real Estate untuk mencari tahu lebih banyak tentang perusahaan itu.
Sementara itu, di Jinyao, audisi besar berlangsung ramai. Suasana begitu meriah.
Liu Zhiya berdiri di depan cermin, tersenyum puas melihat pantulannya. Hari ini ruang ganti penuh sesak. Panjang antrean membuat semua orang terlihat tegang.
Namun begitu Liu Zhiya melangkah keluar, tatapan iri sekaligus permusuhan langsung tertuju padanya. Ia sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Dunia model memang penuh persaingan tersembunyi.
Ia mengambil demo musik yang sudah disiapkan, mengenakan headphone, lalu menenangkan diri. Menunggu gilirannya tampil.
"Peserta nomor 58, Liu Zhiya."
Liu Zhiya menarik napas dalam-dalam. Saat melangkah ke panggung, lampu sorot langsung jatuh padanya.
Empat juri di depannya terpana. Mereka mengira Lee Qingqing dan Jin Yimei sudah yang tercantik. Namun ketika Liu Zhiya tampil dengan gaun putih elegan, ditambah sepatu bot renda hitam yang menonjolkan kaki jenjangnya, aura kecantikannya benar-benar mencuri perhatian.
Punggungnya yang putih mulus terlihat samar di balik kain tipis, menambah pesona liar namun anggun.
Baru berdiri saja, ia sudah layak diberi nilai penuh.
"Aku Liu Zhiya, peserta nomor 58. Lagu yang kubawakan hari ini... Busy in the Busy."
Liu Zhiya berdehem pelan, lalu mulai menyanyi...
Suara merdunya mengalun. Halus, dalam, seakan bisikan lembut di telinga para juri. Semua orang terdiam hingga tanpa sadar menutup mata mereka. Dan ketika mereka membuka mata, lagu yang dinyanyikan Liu Zhiya sudah selesai.
Para juri saling pandang, terpukau. Suara seperti ini jarang ada, nyanyian penuh emosi tanpa cela. Bagi mereka, Liu Zhiya sudah sempurna—calon diva masa depan.
"Luar biasa! Suaramu benar-benar indah. Kau boleh menunggu hasilnya."
Liu Zhiya membungkuk anggun, bersiap kembali ke ruang ganti. Namun langkahnya terhenti ketika sebuah suara memanggil dari belakang.
"Nona Liu, sebentar."
Ia menoleh. Yu Dayong, salah satu juri, menghampirinya.
Liu Zhiya mengernyit. 'Ada apa dengan pria ini?'
"Ada urusan apa?" tanyanya mencoba bersikap sopan.
Yu Dayong tersenyum ramah, namun matanya penuh nafsu saat melirik kulit terbuka Liu Zhiya.
Wajah Liu Zhiya seketika dingin. Ia sudah bisa menebak arah pembicaraan. Pengalaman di dunia model membuatnya tak asing dengan situasi menjijikkan semacam ini.
"Nona Liu, saya Wakil Manager Utama Jinyao, Yu Dayong. Senang sekali bisa bertemu langsung dengan kecantikan terkenal sepertimu."
Liu Zhiya menahan diri. Ia ulurkan tangan sekadar sopan, namun Yu Dayong justru menggenggamnya erat, menelusuri kulit halusnya dengan tatapan mesum.
Wajah Liu Zhiya menegang, ia menarik tangannya dengan paksa, jelas muak.
"Tanganmu lembut sekali... benar-benar membuat ketagihan." Ucap Yu Dayong dengan senyum jijik.
"Tuan Yu, kalau ada urusan, katakan saja." Liu Zhiya menahan diri, suaranya datar.
Yu Dayong mendekat, suaranya penuh maksud. "Kau sungguh luar biasa. Penampilan dan suaramu, sempurna. Tapi kau tahu, sebagai juri aku punya kendali penuh atas penilaian. Apakah kau ingin ranking tinggi... atau malah dieliminasi cepat, itu bisa kuatur."
Liu Zhiya mengepalkan tangan. Rasa muak bercampur amarah menggelora. Jadi inilah wajah asli Jinyao? Di luar tampak megah, tapi di dalam penuh aturan kotor seperti ini.
Ia menatap Yu Dayong dingin. "Tak perlu dilanjutkan. Aku hanya ingin hasil penilaian yang adil."
Yu Dayong menyodorkan kartu nama dengan senyum licik. "Pikirkan baik-baik. Hubungi aku malam ini. Jangan sia-siakan kesempatan yang kuberikan."
Liu Zhiya melirik kartu itu dengan tatapan sinis, lalu pergi tanpa menoleh lagi. Yu Dayong mendengus geram. Meski kesal, ia tetap memberi Liu Zhiya nilai cukup untuk masuk lima besar.
Namun saat Liu Zhiya melihat hasil yang dia dapatkan di tes sebelumnya, ia justru makin marah. Ia tampil dengan sempurna dan lebih memukau daripada peserta lain, tapi hanya menempati peringkat kelima.
Pikirannya langsung kembali pada juri busuk itu. "Brengsek..." gumamnya dengan wajah muram.
Liu Zhiya berjalan di jalan dengan wajah muram. Suasana hatinya masih penuh amarah. Tepat saat itu, ponselnya berdering.
"Hei, Nona Liu..."
Suara di seberang membuat darahnya mendidih. Siapa lagi kalau bukan Yu Dayong, si tua cabul yang tadi hampir ia lempar sepatu. Jelas sekali dia belum menyerah.
Liu Zhiya hampir menutup telepon, tapi seakan sudah menduga, Yu Dayong buru-buru berkata,
"Jangan buru-buru mematikannya, Nona Liu. Kalau kau masih ingin ikut kompetisi besok, lebih baik dengarkan aku dulu."
Liu Zhiya menghela napas kesal. Ia menahan diri untuk tidak langsung memaki. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa dipelajari dari ocehan pria ini.
Ternyata, benar saja—yang keluar hanyalah sampah. "Aku yakin kau tahu, siapa yang membantumu dapat peringkat lima hari ini."
Darah Liu Zhiya langsung mendidih. 'Dasar bajingan, berani-beraninya pamer di depanku padahal jelas kau yang bikin kacau!'
Yu Dayong melanjutkan dengan nada menjijikkan, "Kalau kau ingin juara pertama besok... datang dan temani aku malam ini."
Liu Zhiya menggenggam ponsel erat-erat, matanya berkilat marah.
"Persetan kau, dasar sampah! Pergi mati saja!"
Ia langsung memutus sambungan, dadanya naik turun menahan emosi. Ia tahu dunia hiburan memang kotor, aturan tak tertulis sudah jadi rahasia umum. Tapi ketika hal itu menimpa dirinya, rasanya jauh lebih menjijikkan dari yang pernah ia bayangkan.
"Jinyao benar-benar mengecewakannya..." gumamnya.
Dengan langkah lesu, Liu Zhiya akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah, tempat satu-satunya yang menjadi pelindungnya.
"Zhiya, sudah pulang? Bagaimana hasilnya?"
Liu Yuxin langsung menyambut adiknya. Ia tahu betapa berbakat adiknya itu. Penyisihan seperti ini seharusnya mudah dilewati. Tapi melihat wajah Liu Zhiya yang kelam, ia jadi bingung sekaligus khawatir.
"Ya, apa yang terjadi?"
Liu Zhiya tak sanggup berkata apa-apa. Ia langsung terjun ke pelukan Liu Yuxin, bahunya bergetar menahan tangis.
Liu Hong buru-buru mendekat dan menepuk bahu putrinya. "Ya, ada apa? Katakan pada Ibu. Kalau ada yang berani menyakitimu, Ibu akan membalasnya berkali-kali lipat!"
Kata-kata hangat itu membuat Liu Zhiya semakin tak kuasa. Ia menangis tersedu-sedu, air mata tumpah tanpa henti.
Semua orang saling pandang, terkejut. Selama ini Liu Zhiya dikenal kuat, keras kepala, bahkan saat hampir diperkosa pun ia lebih marah daripada takut. Tapi kali ini, ia menangis begitu menyedihkan.
Butuh waktu lama sampai emosinya mereda. Dengan wajah penuh amarah, ia menceritakan dari awal hingga akhir.
Liu Yuxin mengepalkan tangan, wajahnya penuh kebencian ketika selesai mendengar seluruh cerita adiknya tersebut.
"Menjijikkan! Jinyao yang katanya bersih dan terhormat ternyata busuk sampai ke akar-akarnya. Penuh aturan kotor dan permainan curang! Zhiya, kau tak usah ikut besok. Kita tinggalkan saja!"
Liu Hong pun ikut geram. Mendengar anaknya yang jelas layak juara malah dipermainkan begitu, ia sangat marah.
"Bajingan itu...." ucap Liu Hong geram.