NovelToon NovelToon
Glass Wing

Glass Wing

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Cinta Terlarang / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita / Saudara palsu / Dark Romance
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Vidiana

—a dark romance—
“Kau tak bisa menyentuh sayap dari kaca… Kau hanya bisa mengaguminya—hingga ia retak.”

Dia adalah putri yang ditakdirkan menjadi pelindung. Dibesarkan di balik dinding istana, dengan kecantikan yang diwarisi dari ibunya, dan keheningan yang tumbuh dari luka kehilangan. Tak ada yang tahu rahasia yang dikuburnya—tentang pria pertama yang menghancurkannya, atau tentang pria yang seharusnya melindunginya namun justru mengukir luka paling dalam.

Saat dunia mulai meliriknya, surat-surat lamaran berdatangan. Para pemuda menyebut namanya dengan senyum yang membuat marah, takut, dan cemburu.

Dan saat itulah—seorang penjaga menyadari buruannya.
Gadis itu tak pernah tahu bahwa satu-satunya hal yang lebih berbahaya daripada pria-pria yang menginginkannya… adalah pria yang terlalu keras mencoba menghindarinya.

Ketika ia berpura-pura menjalin hubungan dengan seorang pemuda dingin dan penuh rahasia, celah di hatinya mulai terbuka. Tapi cinta, dalam hidup tak pernah datang tanpa darah. Ia takut disentuh, takut jatuh cinta, takut kehilangan kendali atas dirinya lagi. Seperti sayap kaca yang mudah retak dan hancur—ia bertahan dengan menggenggam luka.

Dan Dia pun mulai bertanya—apa yang lebih berbahaya dari cinta? Ketertarikan yang tidak diinginkan, atau trauma yang tak pernah disembuhkan?

Jika semua orang pernah melukaimu,
bisakah cinta datang tanpa darah?



Di dunia tempat takdir menuliskan cinta sebagai kutukan, apa yang terjadi jika sang pelindung tak lagi bisa membedakan antara menjaga… dan memiliki?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5

Elvero mengangguk pelan, sedikit gelisah namun tetap menjawab, “Hmm, ya. Dia menghilang. Dan sekarang… beberapa orang sedang mencarinya.”

Keheningan turun sejenak.

Ara berusaha terlihat tenang, tapi ia tak tahu harus melihat ke mana. Kael masih memerhatikannya. Dan meskipun dia tidak berkata apa-apa, tatapan mata Kael seolah mulai membaca teka-teki yang lama disembunyikan Ara.

“Mungkin seperti yang kau bilang, dia butuh waktu,” ujar Ara akhirnya, mencoba terdengar ringan, seolah tak peduli. Bahunya diangkat santai, matanya tak berani menatap siapa pun.

Namun Elvero menatapnya cukup lama, lalu mengangguk kecil.

“Ya… Tapi sebaiknya dia tetap menghubungi kakak-kakaknya,” katanya, nada suaranya mengendur namun tetap mengandung teguran halus. “Setidaknya mereka tahu dia baik-baik saja. Jadi mereka tidak perlu mengobrak-abrik dunia hanya untuk mencari adik kecil mereka.”

Ucapan itu menggelantung di udara, seperti tali yang menggantung terlalu dekat di atas kepala Ara.

“Mungkin memang seharusnya dia melakukannya…” ujar Ara akhirnya, suaranya pelan namun terdengar jelas dalam keheningan ruang itu. Ia menunduk sedikit, seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Tapi entahlah. Mungkin saat ini dia punya pertimbangan lain… kenapa dia belum melakukannya.”

Jawaban itu terasa seperti tirai kabut—tidak menutupi, tapi cukup untuk membuat apa yang tersembunyi di baliknya sulit diterka. Dan Elvero tidak menanggapi lebih jauh, hanya menatap Ara beberapa detik sebelum mengalihkan pandangannya.

Namun Kael tidak berhenti memandang. Wajahnya tetap tenang, tapi matanya seakan menyimpan banyak tanya yang tak dia ucapkan.

Dan Ara… masih berdiri dengan tangan mengepal kecil di balik punggung, mencoba menahan gemuruh yang tak bisa dia ungkapkan.

...****************...

Semenjak ada Ara, rumah Elvero terasa berbeda. Lebih teratur. Lebih hidup. Ia tidak lagi perlu memikirkan akan makan apa hari itu, atau membiarkan pakaian menumpuk sebelum akhirnya dicuci.

Ara melakukan semuanya. Tanpa diminta. Tanpa keluhan.

Dapur selalu penuh dengan bahan makanan. Rak-raknya bersih, segala sesuatu tertata seperti rumah keluarga, bukan rumah seorang pemuda lajang. Ruang tamu selalu rapi. Kamar mandi bersih. Pakaiannya disetrika dan dilipat, bahkan disusun menurut warna dan jenisnya.

Bahkan, diam-diam, Ara mulai menanam beberapa bunga di halaman. Bukan bunga mahal atau eksotis. Tapi bunga yang mengingatkannya pada sesuatu yang jauh di masa lalu.

Mawar.

Putih, merah muda, dan merah darah. Mawar yang dulu disukai ibunya.

Namun, Ara tahu… ayahnya tidak menyukai mawar. Dan pamannya—Lekky—lebih tidak menyukainya lagi. Paman Lekky, akan langsung mencabutnya jika melihatnya tumbuh di rumah ini. Entah karena mereka tidak suka bunga mawar… atau karena mereka tahu, apa arti mawar bagi ibunya.

Tapi Ara menanamnya juga.

Kael sering ikut makan malam di rumah Elvero. Bahkan, dalam banyak malam, ia lebih sering terlihat di sana dibanding di kamarnya sendiri di asrama sekolah bangsawan.

Rumah itu—meski kecil dan sederhana untuk ukuran kalangan mereka—tampak sudah seperti rumah kedua bagi Kael. Ia tahu di mana sendok berada, tahu bagaimana menyeduh teh khas Elvero, bahkan tahu bahwa Ara suka menambahkan sedikit pala ke dalam tumisannya tanpa memberitahu siapa pun.

Bagi orang luar, kebersamaan mereka mungkin tampak aneh. Dua pemuda bangsawan yang begitu akrab, satu hidup menyendiri jauh dari istana, satunya lagi seperti bayangan yang setia mengikuti.

Tapi mereka sudah bersama sejak awal. Sejak pertama kali masuk sekolah bangsawan Argueda.

Kael adalah anak tiri dari salah satu bangsawan tertinggi di Argueda. Setelah perceraian orang tuanya, Kael ikut ibunya. Wanita itu kemudian menikah lagi, dengan pria yang memiliki nama besar, kekuasaan, dan kekayaan—tapi tidak pernah benar-benar punya waktu atau ruang dalam hatinya untuk Kael.

Kael tidak pernah terlihat peduli. Ia tidak pernah mencari kasih sayang di tempat yang sudah dingin sejak awal.

Yang dia miliki hanyalah Elvero.

Teman sekelasnya sejak tahun pertama. Satu-satunya orang yang tidak pernah peduli dengan status, darah, atau politik keluarga. Elvero menerima Kael sebagaimana adanya—dingin, pendiam, dan nyaris tak pernah membuka diri.

Dan karena itulah Kael tetap di sisinya. Sebab baginya, Elvero bukan hanya teman—ia adalah rumah. Rumah yang tak membebaninya dengan tuntutan, dan tak pernah menuntut penjelasan tentang apa pun yang ingin Kael simpan rapat-rapat.

Meskipun Elvero masih memperkenalkan Ara sebagai teman kecilnya—seorang gadis yang pernah ia selamatkan dari masa lalu yang kelam, dan kini tinggal bersamanya karena alasan kemanusiaan—tetap saja Kael tidak pernah benar-benar percaya.

Dan meskipun Ara tak pernah mengatakan apa-apa, Kael mengira gadis itu sedang berusaha mengejar cinta Elvero diam-diam.

Mungkin itu sebabnya Kael tidak pernah benar-benar ramah padanya. Tapi juga tidak pernah kasar. Ia hanya… diam.

Tidak mengganggu, tapi kehadirannya selalu terasa. Seperti bayangan yang tidak bisa dihindari, seperti tatapan yang terlalu tajam untuk tidak disadari.

Satu-satunya hal yang tidak bisa Ara abaikan darinya adalah cara Kael menatapnya—seolah bisa membaca isi hatinya, menyingkap pikiran-pikiran yang bahkan belum berani Ara akui pada dirinya sendiri.

Kadang, itu membuat Ara resah. Kadang, membuatnya ingin menantang balik. Tapi yang paling sering, itu membuatnya ingin kabur—karena entah kenapa, dalam diam Kael, Ara merasa seperti sedang dihakimi. Atau dipahami. Dan dua hal itu, bagi seseorang yang berada dalam posisi Ara sekarang, sama menakutkannya.

...****************...

Langkah kaki mereka bertiga terdengar tenang menyusuri lorong sekolah yang masih pagi. Cahaya matahari menerobos dari jendela-jendela tinggi, memantulkan siluet mereka ke lantai marmer. Sekolah baru dimulai hari ini, dan para siswa masih tampak sibuk dengan urusan masing-masing—orientasi, pembagian kelas, dan percakapan-percakapan sopan khas kalangan ningrat muda.

“Pagi ini aku harus pergi lebih dulu setelah kelas selesai,” kata Elvero tanpa menoleh, suaranya tenang seperti biasa. “Ada acara keluarga yang tidak bisa aku tinggalkan.”

Ara menoleh cepat, langkahnya sedikit melambat. “Kalau begitu, aku bisa pulang sendiri.”

Kael, yang berjalan di sisi lain Elvero, hanya melirik Ara singkat tanpa berkata apa-apa.

“Tidak perlu,” sahut Elvero, masih dalam nada yang sama. “Kael akan mengantarmu pulang. Kelas kalian berakhir pada waktu yang sama.”

“Aku tidak keberatan jalan sendiri,” balas Ara cepat, berusaha tetap tenang. “Lagipula, rumah tidak terlalu jauh. Aku tidak ingin merepotkan siapa pun.”

Kael akhirnya bersuara, datar. “Kalau dia ingin sendiri, biarkan saja.”

Nada suaranya bukan pembelaan. Lebih terdengar seperti sedang menguji sesuatu—atau seseorang.

Elvero menghentikan langkah, lalu menatap Ara sebentar. “Aku tahu kamu tidak suka merepotkan siapa pun, Ara. Tapi ini bukan soal itu. Aku hanya ingin memastikan kamu aman. Dan… ditemani.”

Ara menggigit bibir bawahnya. Ia ingin menolak. Ingin membuktikan bahwa ia cukup kuat, cukup mandiri, dan tidak butuh dikawal seperti anak kecil. Tapi ada sesuatu dalam tatapan Elvero—campuran rasa sayang, tanggung jawab, dan kekhawatiran yang tidak ingin dia abaikan.

“Baiklah,” gumamnya akhirnya. “Kalau itu bisa membuatmu tenang.”

Elvero tersenyum singkat. “Terima kasih.”

Ia mempercepat langkah, menyusul seorang guru yang tampaknya sedang memanggilnya dari ujung koridor. Menyisakan Kael dan Ara berjalan berdampingan dalam keheningan.

Beberapa langkah berlalu tanpa suara.

Namun Ara bisa merasakan tatapan Kael mengarah padanya. Dalam dan tak terbaca.

“Kau tidak nyaman jika hanya berdua denganku?” tanyanya akhirnya, pelan namun jelas. Seolah menyuarakan isi hati Ara sebelum sempat disembunyikan.

Ara tak segera menjawab.

“Aku tahu kau membenciku… karena Tania.”

Suara Ara terdengar tenang, tapi ada ketegangan halus yang merayap di balik setiap katanya. Ia tak menatap Kael saat mengucapkannya, matanya justru menatap lurus ke depan, seolah jika ia menoleh, semuanya akan runtuh.

Kael tidak menjawab. Hanya diam, membiarkan ucapannya menggantung di udara seperti kabut pagi yang enggan menghilang.

Ara menarik napas singkat, seakan menyudahi percakapan sepihak itu.

Lalu tanpa menunggu balasan, ia melangkah pergi. Gaun seragamnya mengepak ringan tertiup angin koridor, dan rambutnya yang panjang tertata rapi berayun mengikuti gerakannya saat ia meninggalkan Kael dan menuju kelas barunya.

Kael berdiri di tempatnya, menatap punggung gadis itu menjauh—tanpa kata, tanpa gerak. Tapi sorot matanya menyimpan sesuatu. Bukan kebencian.

Melainkan sesuatu yang lebih sulit dijelaskan.

...****************...

Kehadiran Ara di sekolah barunya segera menjadi topik hangat yang mengalir di antara bisikan lorong dan meja-meja makan siang. Tidak butuh waktu lama sebelum namanya disebut-sebut—bukan hanya karena ia pernah terlihat bersama Elvero, bangsawan muda yang dikenal tertutup namun tak pernah luput dari perhatian, tapi juga karena daya tariknya yang sulit diabaikan.

Memang, hanya Kael dan Tania yang tahu bahwa Ara tinggal di rumah Elvero. Namun bagi siswa lain, kedekatan mereka cukup untuk menimbulkan rasa penasaran… dan iri.

Tentu, yang paling membekas di mata siapa pun adalah penampilannya. Rambut hitam bergelombang yang terurai lembut hingga punggung, dengan semburat biru keabu-abuan di ujungnya, tampak berkilau saat tertimpa cahaya pagi. Tubuhnya mungil dan anggun, melangkah tenang tanpa pernah tergesa, seolah dunia tak berani mendesaknya.

Mata besarnya berwarna cokelat hazel, disaput bulu mata lentik yang melengkung alami. Kulitnya seputih porselen, bersih dan lembut, memberikan kontras yang memikat dengan bibir merah muda pucat yang nyaris tak perlu polesan.

Ada kelembutan dalam cara ia bergerak—tenang, sopan, namun tidak dibuat-buat. Ia tidak banyak bicara, tidak berusaha menarik perhatian… tapi justru karena itu, banyak pasang mata tertarik untuk menoleh dua kali. Bukan karena Ara mencoba menjadi pusat dunia mereka.

Melainkan karena ia tampak seperti berasal dari dunia yang berbeda.

1
Vlink Bataragunadi 👑
hmmmm.... ada yg cemburu?
Vlink Bataragunadi 👑: oooh gitu, siap kak, aku ke sana dulu /Chuckle/
Vidiana A. Qhazaly: Mungkin supaya paham alur yg ini bisa baca di morning dew dulu klik aja profilku
total 2 replies
Vlink Bataragunadi 👑
kynya rameeee, tp awal bab byk kata kiasan yg aku blm ngerti
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!