Ilya Perry-Ivanova menikahi Nicholas Duncan hanya untuk satu tujuan: melarikan diri dari sangkar emas neneknya yang posesif.
Tapi Nicholas Duncan, sang pecinta kebebasan sejati, membenci setiap detik dari pernikahan itu.
Tujuannya Nick hanya satu: melepaskan diri dari belenggu pernikahannya, yang mana berarti Ilya. Istrinya yang paling indah dan jelita.
Ketika satu pihak berlari ke dalam ikatan itu, dan pihak lain mati-matian berlari keluar, mampukah mereka selamat dari perang rumah tangga yang mereka ciptakan sendiri?
×wasabitjcc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wasabitjcc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Ide Brilian
Nick menghela napas panjang di depan pintu kamar tidurnya. Suara berisik nyanyian dari dalam kamar itu mengingatkannya kalau dalam jangka waktu yang lama, ruang teraman di hidupnya telah diinvasi oleh seorang perempuan yang berlabelkan istrinya. Seorang perempuan bernama Ilya.
Saat memikirkan perempuan itu dan kehebohannya di dalam, Nick merasa seperti menua sepuluh tahun lebih awal. Nick stress.
Sejatinya, Nick sama sekali tidak membenci Ilya. Tidak sedikit pun. Ilya adalah adik temannya, dan ada hukum tak kasat mata yang dianut Nick, hukum yang menyatakan, adik dari temanku adalah adikku.
Ilya adalah gadis polos dan cantik, kepribadiannya yang ceria dan muda pun adalah kelebihan yang memperindah dirinya. Membuatnya terlihat seperti sekeping salju yang jatuh dari langit.
Begitu murni.
Namun, inilah inti masalahnya. Ilya adalah gadis muda yang lebih cocok menjadi adiknya. Bukan seorang istri.
Hubungan mereka terikat, sah di mata hukum dan agama, tapi di mata Nick, Ilya hanya anak kecil.
Saat Nick membuka pintu, ia mendapati Ilya telah menunggunya di kamar tidur, duduk di tepi ranjang sambil menonton konser band KPOP.
Ilya mengenakan gaun rumahan yang berwarna merah muda, cerah, dan indah. rambut hitamnya diikat longgar.
Saat Nick datang, mata Ilya langsung berkilat cemerlang.
"Nicky Nick, kamu sudah pulang," sambut Ilya dengan senyum yang manis dan polos, mata hijau hutannya memancarkan keramahan.
"Bagaimana pekerjaanmu hari ini? Mau kubuatkan kopi?"
Keramahan manis dan polos itu menghantam Nick dengan rasa risih yang tajam. Ia melihat Ilya—si gadis dengan sejuta pesona. Namun, di balik pesona Ilya, Nick hanya melihat sosok muda egois yang sudah memenjarakannya. Musuhnya.
Ya, keegoisan memang hal yang wajar dimiliki anak muda. Namun, hanya karena itu wajar, bukan berarti itu benar.
Nick tidak membenci Ilya, tapi keegoisan perempuan itu sudah membuatnya melihat Ilya sebagai lawan yang harus segera ia singkirkan.
"Jangan melakukan yang tidak perlu" jawab Nick, suaranya kaku dan sedikit serak. Intonasinya lebih formal daripada yang seharusnya diucapkan kepada pasangan.
Ia melangkah menuju lemari, meletakkan tas kerja, dan menanggalkan pakaiannya.
"Malam ini kamu makan malam di lantai tiga , kan?" suara Ilya kembali menyapa kupingnya.
"Mm."
"Boleh aku ikut?"
Nick menoleh ke Ilya sekilas dan menjawab, "Tidak."
Nick menghindari kontak mata langsung dari Ilya dan memilih untuk fokus pada laci lemari. Ia melepaskan jam tangannya dan meletakkan benda itu di sana.
Ilya bangkit, mengambil langkah kecil mendekat. "Kamu pelit. Kenapa aku tidak boleh ikut?"
Saat Ilya mengulurkan tangan seolah ingin menyentuh lengannya, Nick secara naluriah mengambil langkah mundur yang sangat halus, hampir tidak terlihat, sambil berpura-pura mengambil sesuatu dari lemari.
"Seperti yang sudah aku katakan, kamu tidak usah melakukan hal yang tidak perlu." potongnya cepat, sedikit terlalu keras. Ia berdeham, melunakkan suaranya. "Aku akan makan malam dengan kamu besok."
Ilya membeku sesaat atas sikap Nick, senyumnya memudar samar, tapi dengan cepat ia memulihkan diri dan mengangguk kecil.
"Ya sudah, tuan bawel. Jangan merindukanku nanti."
Nick merotasikan mata. "Kamu yang akan merindukan aku, Ilya. Bagaimanapun, kamu yang menyukaiku, bukan sebaliknya."
"Loh, kupikir kamu sudah menyukaiku?" Canda Ilya, dan Nick mendenguskan tawa, tawa yang tidak menyimpan kehangatan melainkan ejekan.
Jari telunjuknya menoyor kening Ilya, "Teruslah bermimpi, Ratuku."
Nick mencibir Ilya dengan panggilan yang biasa Ilya peroleh dari neneknya.
"Menyingkirlah, aku mau mandi. Dan juga, kecilkan volume TV itu. Aku bisa mendengar kamu bernyanyi dari luar."
Nick berlalu menuju kamar mandi dan menutup pintu. Saat sudah meninggalkan Ilya, barulah Nick membiarkan bahunya merosot. Ia memejamkan mata, dan mengusap wajahnya dengan kasar.
...----------------...
Oktober berakhir, dan November akhirnya menyapa.
Pada pagi November itu, meja makan terasa ramai seperti biasanya. Terima kasih pada Ilya dan pentas drama romansanya.
Nick yang sudah terbiasa pada perhatian berlebih Ilya padanya berusaha sebisa mungkin menyikapi perempuan itu dengan normal di depan umum—dengan sopan. Namun, dari balik kesopanannya, ada sikap dingin samar, yang ia sendiri percaya, Ilya pasti merasakannya.
Saat itu juga, Nick sedang menyantap sarapan sambil memeriksa ponselnya. Sesekali, ia menghela napas karena email pekerjaan yang masuk terlalu banyak.
Hayden yang sejak tadi menyimak interaksi Nick dan Ilya meletakkan cangkir kopinya. Sebuah ide terbersit di benaknya, datang seperti wahyu dari langit.
"Nicky, Ilya," ujar Hayden, menginterupsi. "Pernikahan kalian sudah sebulan, bukan?"
Nick mendongak dan meralat. "Tiga Minggu, dua hari."
"Sudah hampir sebulan," kata Hayden lagi. "Aku rasa, Nick, kamu harus mengambil cuti."
Santapan Nick terhenti. "Apa?"
"Cuti, Nick. Kamu dan Ilya adalah pengantin baru. Kalian seharusnya bermesraan, menikmati masa-masa awal pernikahan!" Hayden lalu menunjuk mereka dengan roti panggangnya. "Kalian harus pergi bulan madu!"
Tatapan Hayden berpindah ke Ingrid, meminta dukungan.
"Berbulan madu adalah jalan yang cepat untuk membangun keakraban," imbuh Ingrid, ia tersenyum lembut atas ide Hayden yang menurutnya, bukan ide buruk.
Nick langsung saja menunjukkan wajah keberatan. "Tidak bisa sekarang, Pa. Aku sedang mengurus proyek besar. Aku tidak bisa meninggalkan kantorku."
Nick melirik ke Ilya yang sedang menyimak perbincangan itu dengan manik hijau membola.
Daripada pekerjaan, alasan sebenarnya Nick menolak ide bulan madu itu adalah karena ia tidak mau menghabiskan waktu lebih lama dengan Ilya yang menurutnya bawel dan kekanakan.
Nick bisa botak karena stress.
Belum sempat Nick melanjutkan dalihnya, Ilya tiba-tiba meletakkan sendok dan garpunya. Kilau gembira menghiasi parasnya.
"Bulan madu, ya?" gumam Ilya, tak menyangka dirinya baru memikirkan hal itu. Benar juga. Pengantin baru harusnya berbulan madu! Liburan! Dia bisa liburan!
"Bagaimana menurutmu, Ilya?" Tanya Hayden.
Ilya lalu tersenyum, jenis senyum seseorang yang sedang merencanakan hal mencurigakan.
"Itu benar-benar ide brilian," jawab Ilya lalu ber-hehehe aneh. Perempuan itu sangat aneh.
Ilya jadi teringat pada To do list-nya. Bahwa, ia ingin pergi melakukan apa saja. Mungkin bulan madu ini adalah saatnya. Ia bisa berlibur ke tempat yang ia impikan, melakukan apa yang ia inginkan tanpa Baba Ingrid mengintainya.
"Aku setuju! Aku mau bulan madu!" Kata Ilya lagi, kali ini lebih bersungguh-sungguh. dia menatap Hayden dan Nick bergantian. Binar matanya dikuasai oleh keantusiasan.
"Ayo, kita berbulan madu," ajaknya pada Nick.
Nick mencondongkan tubuhnya ke arah Ilya, mencoba membantah ucapan perempuan itu dengan bisikan yang hanya Ilya bisa dengar sendiri. "Ilya, kamu tidak dengar? Aku sedang sibuk. Aku tidak mau berlibur."
Namun, Ilya yang keras kepala kembali membantahnya.
"Tinggalkan saja pekerjaanmu. Kita harus berbulan madu. Aku mau berbulan madu. Kita harus pergi."
Tidak mau mendengarkan Nick, Ilya mulai memikirkan rencana perjalanan, penerbangan, dan akomodasi seolah-olah semuanya sudah final.
Ilya berapi-api, dan Nick seperti setangkai bunga yang layu.
Pada akhirnya, Nick tidak bisa mengatakan apa-apa.
Nick terpaksa menutup mulutnya karena Nick tahu, dengan Ilya yang sudah memberikan 'ya' yang didengar oleh seluruh keluarga—terutama Ingrid dan Hayden—tidak ada lagi peluang untuknya bernegosiasi.
Nick terjebak lagi di bawah pengaruh penyihir cilik itu!
...----------------...