Lima tahun lalu, malam hujan hampir merenggut nyawa Kapten Shaka Wirantara.
Seorang wanita misterius berhelm hitam menyelamatkannya, lalu menghilang tanpa jejak. Sejak malam itu, Shaka tak pernah berhenti mencari sosok tanpa nama yang ia sebut penjaga takdirnya.
Sebulan kemudian, Shaka dijodohkan dengan Amara, wanita yang ternyata adalah penyelamatnya malam itu. Namun Amara menyembunyikan identitasnya, tak ingin Shaka menikah karena rasa balas budi.
Lima tahun pernikahan mereka berjalan dingin dan penuh jarak.
Ketika cinta mulai tumbuh perlahan, kehadiran Karina, gadis adopsi keluarga wirantara, yang mirip dengan sosok penyelamat di masa lalu, kembali mengguncang perasaan Shaka.
Dan Amara pun sadar, cinta yang dipertahankannya mungkin tak pernah benar-benar ada.
“Mas Kapten,” ucap Amara pelan.
“Ayo kita bercerai.”
Akankah, Shaka dan Amara bercerai? atau Shaka memilih Amara untuk mempertahankan pernikahannya, di mana cinta mungkin mulai tumbuh.
Yuk, simak kisah ini di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Jika aku kehilangan anakku, orang satu satunya yang salah adalah kamu!
“Aku tidak percaya kamu bisa berbuat seperti ini, Amara!” suara Shaka menggelegar.
“Menyerang Karina di depan stafku!? Apa kamu tidak punya rasa malu sedikit pun!?”
Karina berdiri di sisi Shaka, menunduk pura-pura lemah sambil memegangi pergelangan tangannya. Air mata palsu tampak di sudut matanya, namun senyum tipis sempat melintas di wajahnya ketika Shaka menoleh ke arah Amara dengan nada semakin keras.
“Selama ini aku menahan diri karena kamu sedang hamil! Tapi kalau kamu terus berbuat seenaknya, jangan salahkan aku kalau aku tidak bisa menghormati statusmu lagi!”
Amara tak menjawab, hanya menatapnya dingin. Zico yang berdiri di belakang Amara mulai menegang, kedua tangannya mengepal kuat.
Namun Shaka melanjutkan, suaranya penuh nada tuduhan, “Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, tapi memalukan sekali seorang istri CEO datang dan membuat keributan di depan bawahan! Dan dengan keadaan seperti ini ... kau pikir keluargamu akan bangga!?”
“Cukup, Kapten!” suara Zico akhirnya pecah, menggema dalam ruangan. Semua mata langsung menoleh padanya.
“Saya ada di sini, saya melihat semuanya dengan mata kepala saya sendiri.” Zico menatap Shaka dengan sorot tajam, berani, tanpa gentar sedikit pun.
“Nona Amara tidak pernah menyerang duluan. Justru Nona Karina-lah yang memprovokasi, menghina, dan menyentuh beliau terlebih dahulu.”
Karina cepat-cepat memotong, suaranya lirih penuh kepura-puraan, “Mas Shaka, jangan dengarkan dia ... aku cuma khilaf. Aku yang salah, jangan marahi Mbak Amara, ya?”
Nada suaranya lembut, tetapi Zico tahu betul itu hanya akting. Ia langsung menoleh ke arah Haris.
“Pak Haris! Putar rekaman CCTV-nya sekarang. Biar semua orang tahu siapa yang berbohong di sini.”
Ruangan itu mendadak sunyi. Karina pucat, menatap Shaka dengan tatapan panik. “Mas ... Nggak usah, tolong ... aku cuma gak mau masalah ini diperpanjang...”
Tapi Shaka, yang semula yakin pada Karina, mulai ragu.
“Putar rekamannya,” katanya pendek.
Haris, meski gugup, menyalakan laptop dan membuka folder rekaman kamera keamanan yang merekam seluruh ruangan itu beberapa menit sebelumnya. Suara dari speaker bergema jelas terlihat Karina yang lebih dulu menghina, mencoba menyentuh bros Amara, dan Amara hanya menepis tangannya untuk menghindar.
Semua staf terdiam, Shaka menatap layar itu lama, wajahnya perlahan kehilangan warna. Dia memandang Amara yang berdiri kaku, lalu beralih ke Karina yang kini menunduk gemetar, pura-pura menyesal.
“Amara...” suara Shaka mulai melembut, nyaris berbisik. “Aku ... aku minta maaf...”
Tapi Amara hanya tersenyum dingin. “Maafmu tidak akan mengubah apa pun, Kapten.” Nada itu tajam, seperti belati yang menusuk balik harga diri Shaka. Ia melangkah pergi, melewati semua orang tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Zico mengikuti di belakangnya, namun Shaka tiba-tiba mengejar dan menarik lengan Amara dengan kasar.
“Jangan berpikir kamu bisa pergi begitu saja, Amara! Jangan karena kamu cucu keluarga Marvionne lalu bersikap seenaknya di tempat ini!”
Semua orang terkejut, Karina menatap dan membulatkan matanya, tak percaya dengan apa yang baru didengarnya, Amara cucu dari keluarga Marvionne
Wanita yang selama ini ia hina ternyata darah biru, keturunan keluarga terpandang yang bahkan lebih berpengaruh daripada keluarga Wirantara. Amara menatap tangan Shaka yang mencengkram lengannya, lalu menepis keras.
“Lepaskan aku, Mas Shaka. Aku sudah terlalu lelah menjadi wanita yang selalu kamu salahkan.”
Haris menatap dari kejauhan, lalu perlahan menutup laptop. “Pak ... mungkin sebaiknya biarkan Nona Amara pergi dulu.”
Namun Shaka tetap diam, hanya menatap kepergian Amara yang melangkah cepat keluar dari ruangan. Zico segera menyusul, tapi Shaka terus mengikuti hingga ke lobi, berteriak memanggil nama Amara.
Amara tidak berhenti, hanya membuka pintu mobil dan hendak masuk ketika tiba-tiba tubuhnya menegang. Tangannya memegangi perut. Wajahnya memucat dalam hitungan detik.
“Nona Amara!” seru Zico panik.
Shaka yang melihat itu langsung berlari, tapi terlambat dan darah segar menetes dari sela kakinya, membasahi lantai marmer putih. Wajah Amara menegang menahan sakit. Nafasnya tersengal, tangannya berusaha menahan perutnya yang nyeri luar biasa.
“Zico...” suaranya lemah, “tolong..."
Shaka membeku, matanya melebar melihat darah yang semakin banyak.
“Amara!” Ia berlari ke arahnya, berusaha memeluk, namun Zico lebih dulu menahan tubuh Amara agar tidak jatuh.
“Hubungi rumah sakit sekarang! Cepat!” teriak Zico dengan nada keras, seraya menatap Shaka.
Shaka memanggil namanya lagi dan lagi, wajahnya panik, penuh ketakutan dan penyesalan. Sementara Amara, dengan nafas tersengal, hanya sempat berbisik lirih,
“Jangan ... sentuh aku...” saat Shaka berusaha mendekat. Kepalanya perlahan terkulai di bahu Zico.
Darah terus mengalir di lantai, dan Shaka berdiri terpaku di tempatnya, matanya memandang hampa ke arah wanita yang baru saja nyaris kehilangan segalanya.
bagaimana rasanya Shaka, bertemu dengan anak sendiri dan Amara ?
silahkan bangkit, bangun kejayaan lagi. jadi pria peka & bertanggung jawab. pantaskan dirimu dlu, baru kejar Amara.
ingat, buang si licik dr hidupmu !!
jangan sampai si ulet bulu itu masih berkeliaran dan menganggu Shaka
Semakin menyesal Shaka setelah tahu kenyataan yang sebenarnya