Lady Seraphine Valmont adalah gadis paling mempesona di Kekaisaran, tapi di kehidupan pertamanya, kecantikannya justru menjadi kutukan. Ia dijodohkan dengan Pangeran Pertama, hanya untuk dikhianati oleh orang terdekatnya, dituduh berkhianat pada Kekaisaran, keluarganya dihancurkan sampai ke akar, dan ia dieksekusi di hadapan seluruh rakyat.
Namun, ketika membuka mata, ia terbangun ke 5 tahun sebelum kematiannya, tepat sehari sebelum pesta debutnya sebagai bangsawan akan digelar. Saat dirinya diberikan kesempatan hidup kembali oleh Tuhan, mampukah Seraphine mengubah masa depannya yang kelam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celestyola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Catatan yang Bocor
...**✿❀♛❀✿**...
Matahari baru saja terbit dari balik pegunungan di timur. Cahaya keemasan menelusup pelan ke sela-sela tirai tebal kamar Aurelia. Aroma lembut ramuan herbal yang semalam digunakan masih menggantung di udara, bercampur tipis dengan bau obat yang agak menusuk penciuman.
Di ranjang, tubuh mungil Aurelia akhirnya tampak bernapas teratur. Pipinya yang semalam pucat pasi kini telah berangsur mendapat rona merah mudanya kembali.
Meski peluh dingin masih membasahi pelipisnya, tapi kesadarannya telah kembali. Seraphine duduk di sisi ranjang dengan mata lelah, masih mengenakan gaun hitam sederhana yang ia kenakan semalam. Rambutnya agak kusut, wajahnya pun menampakkan raut lelah yang kentara.
Ketika Aurelia membuka mata perlahan, Seraphine hampir menitikkan air mata lega.
“Aurel…” bisiknya, menggenggam tangan adiknya yang masih dingin. Namun kini sudah tak selemah sebelumnya.
Aurelia mengerjap pelan, menatap sekeliling yang tampak samar. “Kak Seraphine?” suaranya parau, hampir tak terdengar.
“Ya, aku di sini. Syukurlah, Kau akhirnya sadar.” Seraphine menunduk, mencium punggung tangan sang adik dengan penuh syukur.
Frederick yang berdiri di sisi lain ranjang menatap tenang namun sorot matanya sulit terbaca. “Tubuhnya memang masih lemah, tapi setidaknya sebagian besar racun itu sudah keluar. Obat yang kau buat semalam bekerja.”
Seraphine mengangguk tanpa menoleh, sibuk mengelus lembut rambut adiknya. “Terima kasih karena sudah menemaniku semalaman, Yang Mulia.”
Pangeran itu tidak menjawab. Hanya mengalihkan pandangannya ke jendela, menatap cahaya pagi yang semakin terang.
Pagi itu berlalu dengan singkat. Para tabib keluarga Valmont berdatangan untuk memeriksa Aurelia, namun semuanya sepakat bahwa yang dilakukan Seraphine semalam sungguh langkah yang tepat. Jika saja terlambat sedikit, sang putri bungsu mungkin kini tak lagi bernyawa.
Menjelang siang, kabar dari istana tiba. Frederick dan Seraphine harus segera kembali karena berbagai urusan kenegaraan menanti. Masa berkabung yang belum usai, pengaturan upacara, dan terutama keputusan-keputusan politik Putra Mahkota Wilhelm yang bergerak terlalu cepat.
Seraphine terpaksa meninggalkan Aurelia, meski hatinya berat. Ia berulang kali menoleh sebelum akhirnya naik ke kereta kuda bersama Frederick. Gadis itu meninggalkan pesan panjang pada sang Ayah, kakak, serta para pelayannya untuk menjaga adiknya sebaik mungkin.
Kereta kuda meluncur di jalan berbatu menuju istana. Di dalam, hanya ada Frederick dan Seraphine yang duduk berhadapan. Suasana hening sempat membungkus ruangan kecil itu, hanya dipecah oleh derap roda besi yang berguncang dan deru kuda di luar.
Frederick akhirnya bersuara, “Catatan yang kau gunakan semalam—” ia berhenti sejenak, menatap lurus pada Seraphine. “Itu milik ibumu?”
Seraphine sedikit terkejut. Ia tidak menyangka Frederick memperhatikan dengan detail apa yang ia lakukan. Gadis itu menarik napas, lalu ia mengangguk.
“Benar, Yang Mulia. Itu catatan lama peninggalan ibu. Beliau, sebelum menikah dengan ayahku, adalah seorang alkemis. Bukan alkemis istana, tapi … beliau punya kecintaan besar pada racikan ramuan. Sebatas hobi, mungkin."
"Tapi, setelah menikah, ia tidak pernah lagi menunjukkannya pada orang lain. Hanya di ruang kecil miliknya ia bereksperimen," lanjutnya sembari menerawang kenangan lama.
Frederick menautkan jemarinya di pangkuan, ekspresinya tetap tenang. “Jadi, kau tidak benar-benar belajar seni alkimia?”
“Tidak.” Seraphine menunduk, hampir malu.
“Saha hanya sering melihat beliau menggiling tumbuhan, mencampurkan serbuk, menuliskan efeknya di buku. Saya tidak pernah benar-benar mempelajari ataupun menguasainya. Tapi setelah beliau meninggal, Saya tetap menyimpan catatan-catatan itu. Entah mengapa… Saya merasa harus menjaganya,” jelasnya sembari memilih ujung lengan gaunnya.
Frederick mengamati wajah Seraphine dalam diam. “Namun, semalam kau bisa menciptakan penawar yang bahkan tabib keluarga Valmont sendiri tidak mengetahuinya.”
“Itu hanya karena resep itu sudah ada di buku catatan ibu. Saya cuma mengikutinya.” Suara Seraphine melemah, lalu ia mengangkat pandangan. “Tapi…”
Frederick menaikkan alis tipis. “Tapi?”
Seraphine menggenggam erat rok hitamnya. “Ada sesuatu yang janggal, Yang Mulia. Catatan ibu hanya ada satu, dan Saya menjaganya di laci tersembunyi di kamar Saya." Seraphine berhenti sejenak, kenapa selama ini ia tidak pernah terpikirkan hal ini? jelas-jelas di kehidupan pertama, banyak kejadian orang keracunan, dan racun itu tak pernah bisa diidentifikasi jenisnya.
"Namun, racun yang diminum Aurelia semalam, itu jelas berasal dari resep yang pernah dituliskan ibu. Saya mengenalinya. Itu bukan racun biasa. Itu racun yang pernah ia teliti bertahun-tahun lalu. Saya yakin, tak ada orang lain yang tahu, selain Saya,” sambungnya.
Kereta berguncang keras karena roda melewati batu besar. Namun keheningan di dalam terasa jauh lebih berat.
Frederick mencondongkan tubuh sedikit, meski wajahnya tetap tanpa ekspresi. “Kau ingin mengatakan bahwa seseorang mencuri catatan itu?”
Seraphine awalnya menggeleng pelan, namun segera berhenti. Wajahnya menegang saat sebuah nama melintas di kepalanya. Clarisse.
Clarisse, si pengkhianat yang dulu pernah menjadi pelayan kepercayaannya. Gadis itu memang memiliki akses ke kamar pribadi Seraphine.
Tunggu, bukankah dahulu ia pernah tertangkap basah membuka lacinya tanpa izin? Saat itu Clarisse hanya beralasan mencari pita rambut yang tercecer, dan Seraphine yang masih muda mempercayainya begitu saja.
Hatinya mendadak mendingin.
“Clarisse,” bisiknya hampir tak terdengar.
Frederick sempat mengerjap, lalu bertanya dengan nada tetap datar. “Kenapa dengan pelayan itu?”
Seraphine mengepalkan jemarinya, tatapannya tajam ke lantai kereta. “Saya hanya menduga, jangan-jangan dia juga yang mencuri isi catatan ibunda, dan jika catatan ibu sampai bocor ke lain pihak, Saya yakin itu ada hubungannya dengannya.”
Frederick bersandar kembali, menutup mata sejenak seolah mencerna. Lalu ia membukanya kembali, menatap gadis di hadapannya.
“Kalau begitu, pengkhianatan itu tidak hanya mengancam keluargamu saja, tapi juga istana. Karena racun semacam itu tidak diciptakan untuk main-main. Itu senjata, Sera.”
Seraphine terdiam, bibirnya kaku. Ia merasakan sesuatu yang lebih besar dari sekadar upaya membunuh Aurelia.
Jika racun itu berada di tangan orang yang salah—dan kini jelas sudah digunakan—maka ada kekuatan di balik layar yang dengan sengaja menyasar keluarga Valmont.
Kereta berderap semakin kencang menuju istana. Suasana di dalam tetap senyap, namun udara di antara mereka penuh dengan ketegangan yang menekan.
Seraphine bersandar ke jendela, menatap pemandangan luar, hatinya berdegup keras. Ia tahu ini baru permulaan.
...**✿❀♛❀✿**...
...TBC...
bikin dadas dikit thur creakter ceweknya biar semangat bacanya
ya sampah
bisa buat sedikit badas biar semangat bacanya😂😅