Dion terpaksa menikahi wanita yang tidak cintainya karena perjodohan yang diatur orang tuanya. Namun kehidupan pernikahannya hancur berantakan dan membuatnya menjadi duda.
Selepas bercerai Dion menemukan wanita yang dicintai dan hendak diajaknya menikah. Namun lagi-lagi dia harus melepaskan wanita yang dicintainya dan menuruti keinginan orang tua menikahi wanita pilihan mereka. Demi menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan, akhirnya Dion bersedia.
Pernikahan keduanya pun tidak bisa berlangsung lama. Sang istri pergi untuk selamanya setelah memberikan putri cantik untuknya.
Enam tahun menduda, Dion bertemu kembali dengan Raras, wanita yang gagal dinikahinya dulu. Ketika hendak merajut kembali jalinan kasih yang terputus, muncul Kirana di antara mereka. Kirana adalah gadis yang diinginkan Mama Dion menjadi istri ketiga anaknya.
Kepada siapa Dion melabuhkan hatinya? Apakah dia akan mengikuti kata hati menikahi Raras atau kembali mengikuti keinginan orang tua dan menikahi Kirana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendadak Perawat
“Ya ampun, badan Mas panas begini.”
Mengetahui suhu badan Dion yang tinggi, Letisha bergegas keluar dari kamar. Wanita itu segera menuju dapur.
“Susi, tolong bawakan baskom, isi dengan air hangat dan handuk kecil. Bawa ke kamar Bapak.”
“Baik, Bu. Apa Bapak sakit?”
“Iya, badannya panas. Bi Sumi, bisa minta tolong buatkan bubur?”
“Bisa, Bu.”
Kedua asisten rumah tangga itu segera melakukan apa yang diperintahkan Letisha. Wanita itu pun segera kembali ke kamar. Dia duduk di sisi ranjang, berusaha membangunkan Dion.
“Mas.. bangun dulu sebentar. Baju Mas basah, ganti dulu.”
Hanya gumaman tak jelas yang terdengar dari mulut Dion. Letisha segera menuju walk in closet, dia mengambil sebuah kaos baru untuk suaminya. Pelan-pelan Letisha menegakkan tubuh Dion kemudian melepaskan kaos yang dikenakannya. Dia mengusap badan Dion yang berkeringat dengan handuk kering lalu memakaikan kaos baru. Perlahan Letisha membaringkan kembali Dion di kasur.
Di waktu bersamaan Susi masuk membawakan baskom yang sudah diisi air hangat dan terdapat handuk kecil di dalamnya. Letisha segera memeras handuk kemudian menaruh di kening Dion. Susi masih diam di kamar, menunggu perintah Letisha selanjutnya.
“Mau dibawakan apalagi, Bu?”
“Air putih hangat saja. Sekalian bawakan sedotan juga. Ada kan?”
“Ada, Bu.”
Tak butuh waktu lama bagi Susi untuk kembali ke kamar Dion dengan segelas air putih hangat dengan sedotan berwarna putih di dalamnya. Letisha membengkokkan sedotan kemudian mengarahkannya ke mulut Dion.
“Mas minum dulu.”
Sedikit demi sedikit Dion meminum air tersebut. Merasakan pusing di kepala, membuat Dion tidak mampu membuka matanya. Keningnya nampak berkerut ketika kepalanya berdenyut terutama di bagian depan. Dengan penuh kelembutan Letisha memijat kepala Dion. Kerutan di keningnya perlahan memudar.
Dion kembali tertidur dengan Letisha terus berada di sampingnya. Wanita itu menarik sebuah kursi ke dekat ranjang. Dia keluar kamar sebentar, meminta pada Susi untuk mengambilkan ponselnya di kamar. setelah Susi memberi ponselnya, Letisha segera menghubungi Hilya.
“Iya, Mbak.”
“Hari ini aku ngga masuk kantor. Tolong handle pekerjaan ku.”
“Baik, Mbak. Tapi Mbak baik-baik saja kan?”
“Aku baik, cuma Mas Dion sedang sakit. makanya aku ngga bisa datang ke kantor.”
“Mbak tenang saja. Ngga usah khawatirkan soal pekerjaan, urus saja Mas Dion dengan baik.”
“Terima kasih, Hilya.”
Sebuah senyuman terbit di wajah Letisha usai berbicara dengan calon adik iparnya itu. Setelah menghubungi Hilya, Letisha kembali menghubungi seseorang. Kali ini dokter keluarganya yang dihubungi. Sebelum berangkat ke rumah sakit, dokter keluarga Letisha akan mampir ke kediaman Dion.
Di dapur, Sumi baru saja selesai membuat bubur sesuai arahan yang diberikan Letisha. Daging ayam dicincang lalu ditumis hingga matang kemudian dimasak bersama dengan beras hingga menjadi bubur. Sumi menaruh bubur ke dalam mangkok, memberinya taburan bawang goreng, irisan seledri dan kecap. Ditaruhnya mangkok bubur ke atas nampan.
“Tolong antarkan ini ke kamar,” ujar Sumi pada Susi.
“Baik, Mbak.”
Ketika Susi hendak membawa nampan tersebut, ponsel yang ditaruh di saku dasternya bergetar. Susi mengambil dulu ponselnya. Melihat Raras yang menghubungi, Susi memasukkan kembali ponselnya ke saku daster. Dia memilih mengabaikan telepon dari Raras, sudah terlalu malas menanggapi wanita itu. Susi segera membawa nampan ke dalam kamar. Langkah wanita itu terhenti ketika mendengar suara seseorang mengucapkan salam. Rupanya dokter yang dihubungi Letisha sudah datang.
“Ibu Letinya ada?” tanya pria paruh baya tersebut.
“Ada, dok. Silakan langsung masuk saja ke kamar.”
Susi memandu dokter spesialis penyakit dalam itu menuju kamar Dion. Sesampainya di sana, kedatangannya disambut oleh Letisha. Dokter bernama Mario itu segera memeriksa keadaan Dion. Tidur pria itu terusik ketika dokter memeriksanya.
“Bagaimana, dok? Mas Dion sakit apa? Badannya panas sekali.”
“Bapak hanya kecapean saja. setelah makan, diminum obat penurun panasnya. Nanti saya beri resep vitamin juga. Untuk dua hari ke depannya, baiknya istirahat saja di rumah supaya pemulihannya lebih cepat.”
“Baik, dok. Terima kasih.”
Dokter Mario menganggukkan kepalanya. letisha mengantarkan dokter keluarga itu sampai ke teras rumah. Setelah mobil yang dikendarai dokter Mario tidak terlihat lagi, Letisha bergegas kembali ke kamar. Dion nampak sudah duduk dengan punggung menyandar ke headboard ranjang.
“Mas makan dulu ya, terus minum obat.”
“Tolong ambilkan ponsel ku. Aku harus menghubungi Raras dan Reza untuk mengurus pekerjaan di kantor.”
Letisha mengambilkan ponsel Dion yang ada di atas nakas. Dion segera menghubungi Reza, orang yang diminta Pahlevi untuk membantu pekerjaan Dion. Pria itu tidak mau Dion terlalu dekat dengan Raras pasca menikah dengan Letisha. Karenanya dia menjadikan Reza sebagai asisten, sementara Raras hanya menjadi sekretaris saja. Usai menghubungi Reza, Dion pun menghubungi Raras.
“Halo, Ras. Tolong cancel semua janji ku hari ini.”
“Kenapa? Kamu sakit?” tanya Raras yang menyadari suara Dion yang lemah.
“Hem.. sisa pekerjaan biar ditangani Reza,”
“Kamu mau ku bawakan apa?”
“Aku tidak mau apa-apa.”
“Nanti saat jam makan siang aku akan datang menjenguk mu.”
“Tidak perlu, sudah ada yang mengurus ku di rumah. Lebih baik kamu membantu Reza membereskan pekerjaan.”
“Tapi..”
“Sudah dulu, Ras. Kepala ku pusing sekali.”
Tanpa menunggu jawaban Raras, Dion segera mengakhiri panggilan. Pria itu menaruh asal ponselnya di atas kasur. Pandangannya kemudian tertuju pada Letisha yang tengah duduk tenang, menunggu Dion selesai berbicara dengan Raras.
“Sekarang Mas makan, ya. Biar aku suapi.”
“Kamu tidak ke kantor?”
“Tidak, aku sudah menghubungi Hilya. Dia yang akan mengurus pekerjaan ku.”
Letisha menyendokkan bubur lalu menyuapkan ke mulut Dion. Rasa panas bubur sudah berkurang ketika masuk ke dalam mulut, Letisha sengaja mengaduknya sebentar untuk menghilangkan uap panasnya.
“Maaf sudah merepotkan mu. Kamu harus meninggalkan pekerjaan di kantor.”
“Pekerjaan ku di kantor hanya sampingan. Pekerjaan utama ku di rumah, mengurus suami ku.”
Dion cukup terharu dan kagum mendengar ucapan Letisha. Walau wanita itu adalah seorang wanita karir yang memegang tampuk kepemimpinan di perusahaannya, namun dia tidak melupakan tugasnya sebagai seorang istri. Jauh berbeda dengan Amelia. Dulu wanita itu tidak pernah peduli apakah dirinya sehat atau sakit.
“Terima kasih, Leti.”
“Tidak usah mengucapkan terima kasih. Ini sudah kewajiban ku.”
“Kalau kamu sakit, aku akan mengurus mu juga.”
“Apa kamu mendoakan ku sakit?” tanya Letisha dengan nada bergurau.
“Tentu saja tidak. Aku lebih suka melihat mu sehat dan bahagia.”
“Aku juga tidak suka melihat Mas sakit. Jadi habiskan makanannya, minum obat lalu istirahat lagi. Tadi dengar kan apa kata dokter? Mas harus bed rest biar cepat pulih.”
“Iya, suster.”
Tak ayal sebuah senyuman terbit di wajah Letisha. Wanita itu terus menyuapi suaminya bubur. Walau lidahnya terasa pahit, namun Dion memaksakan diri untuk menghabiskan buburnya. Ini demi menghargai Letisha yang sudah mau mengurusnya.
***
Waktu menunjukkan pukul setengah satu siang. Dion kembali terlelap setelah makan siang dan meminum obat. Letisha masih setia menunggui di dalam kamar. Sambil menunggu suaminya, wanita itu mengecek pekerjaan yang dikirimkan Hilya melalui e-mail. Pintu kamar dibiarkan sedikit terbuka. Dia masih belum nyaman berdua saja di dalam kamar bersama Dion walau pria itu sedang tertidur.
Sebuah mobil berhenti di depan rumah. Dari dalamnya keluar Raras. Di tangan wanita itu terdapat berkas dan dus kue dari toko kue kenamaan. Dia sengaja datang untuk melihat keadaan Dion. Susi yang tengah berada di teras, terkejut melihat kedatangan Raras. Dengan langkah panjang, Raras mendekati Susi yang hendak masuk ke dalam rumah.
“Susi!”
Panggilan Raras sukses membuat Susi menghentikan langkahnya. Pelan-pelan wanita itu membalikkan badannya. Pasti Raras akan menyemprotnya, pasalnya sejak pagi asisten rumah tangga itu sengaja tidak menjawab panggilan dari Raras.
“Kenapa kamu tidak menjawab telepon saya?!” tanya Raras dengan nada tinggi.
“Maaf, Bu. Hape saya ada di kamar.”
“Alasan! Mana Pak Dion?”
“Ada di kamar, Bu. Sedang istirahat.”
Mendengar itu, Raras bermaksud segera masuk ke dalam rumah. Namun tanpa disangka Susi malah menghalangi langkahnya.
“Apa maksud mu?” kesal Raras ketika langkahnya terus dihalangi Susi.
“Maaf, Bu. Pak Dion sedang istirahat. Lagi pula di kamar ada Bu Letisha yang sedang menjaga.”
“Apa?! Minggir!!”
Raras berusaha menghalau Susi dari hadapannya, namun wanita itu bergeming. Hal tersebut semakin membuat Raras kesal. Keributan yang terjadi di teras menarik perhatian Sumi yang ada di dapur dan juga Letisha. Kedua wanita itu segera menuju teras.
“Susi.. kamu jangan kurang ajar ya! Apa kamu lupa siapa yang sudah mempekerjakan kamu di rumah ini? Apa kamu mau saya pecat?!” hardik Raras seraya berkacak pinggang.
Nyali Susi seketika ciut melihat sikap Raras. Wanita itu menundukkan kepalanya. Namun begitu dia juga tetap akan menghalangi Raras yang hendak masuk ke dalam rumah.
“Kamu tidak berhak memecat pegawai di rumah ini,” sela Letisha yang sudah ada di belakang Susi.
***
Nah seru nih🤭
Marahlah Raras kepada Susi yang merasa dia yang memperkerjakan Susi.
Ketika Raras bilang mau memecat Susi, Letisha sudah berdiri di belakang Susi dan berkata - kamu tidak berhak memecat pegawai di rumah ini.
Malu dong harusnya Raras dengan Letisha berkata begitu.