Farid tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan jodohnya yang tidak pernah ia sangka. 32 tahun membujang bukan tanpa alasan. Ia pernah sangat mencintai seseorang namun ia ia dikhianati hingga dirinya terluka dan sulit untuk percaya lagi kepada seorang perempuan. Namun pada suatu saat ada seseorang yang dapat mengetuk hatinya. Siapakah dia? Tentu saja dia yang akan menjadi jodohnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takziah
Farid lega karena masalahnya sudah teratasi. Ia juga mendapat relasi baru serta dapat membantu orang lain. Bagi Farid keuntungan bukan nomer satu. Namun kenyamanan dan manfaat bagi orang banyak itu nomer satu.
Setelah urusannya selesai, mereka kembali pulang ke rumah abi.
4 hari kemudian.
Saat bangun tidur, Siena merasakan mules. Padahal semalam ia habis ber cinta dengan suaminya. Saat masuk ke kamar mandi, apa yang ia duga ternyata benar.
"Tuh kan, datang bulan. Padahal semalam kayak orang kesetanan."
Setelah membersihkan diri, Siena keluar dari kamar mandi. Ia lupa tudak punya persediaan pembalut.
"Sayang, kamu kenapa?"
"Sakit perut, by. Aku datang bulan."
"Huh, terus? "
"Nggak pake terus, by. Aku mau minta pembalut sama Faiza."
"Biar aku yang minta."
"Serius?"
"Iya, kamu di sini saja."
Farid pun kekuar dari kamar dan pergi ke kamar adiknya.
Setelah mengetuk pintu berkali-kali, akhirnya Faiza membukakan pintu. Rupanya Faiza juga baru saja bangun tidur.
"Apa bang? Pagi-pagi udah bikin heboh."
"Za, abang minta pembalut. "
"Huh... buat apa?"
"Maksud abang buat istri abang."
"Owalah, kirain abang mau pakai pembalut, hehe...."
Faiza mengambil pembalut yang ia simpan di laci.
"Nih, bang."
"Makasih ya."
"Iya sama-sama."
Farid kembali ke kamar. Namun ia penasaran dengan bentuk pembalut di tangannya.
"Jadi gini modelnya. Oh gini yang dimaksud bersayap. Ada-ada saja."
"By, kamu ngapain ngomong sendiri?"
"Nggak kok, ini sayang."
Siena segera mengambilnya dan memakainya. Karena Siena tidak bisa shalat, Farid shalat Shubuh sendiri di kamarnya. Sedangkan Siena, ia kembali berbaring di atas tempat tidur merasakan mulesnya.
Setelah selesai shalat, Farid melihat Siena tertidur. Ia pun berinisiatif untuk membuatkan teh hangat untuk Siena agar sakitnya berkurang.
"Mau ngapain, rid?"
"Bikin teh, mi."
"Mana istrimu?"
"Justru ini buat dia, mi. Kasihan, lagi datang bulan."
"Owalah, biar ummi yang bikin. Kamu duduk saja!"
"Iya, ummi."
Farid menunggu di ruang meja makan.Beberapa menit kemudian, Ummi selesai membuat teh untuk Siena. Ia memberikannya kepada Farid.
"Terima kasih, ummi."
"Iya, Sama-sama."
Farid pun kembali ke kamar untuk memberikan teh kepada istrinya. Siena sangat beruntung memiliki mertua dan suami yang baik dan pengertian. Farid juga menyuruh Siena untuk beristirahat. Meski sebenarnya Siena tidak enak hati kepada mertuanya, namun Farid meyakinkannya. Akhirnya Siena beristirahat ditemani suaminya. Farid ikut berbaring di samping istrinya sambil memijat pinggang Siena yang sakit.
Dua hari berlalu.
Farid harus bersabar karena ularnya belum bisa masuk kandang. Selama dua hari ini Farid selalu berusaha menahan hasratnya dengan menjauhi istrinya. Namun justru Siena yang selalu mendekat. Farid tidak bisa berkutik karena ia takut istrinya merajuk lagi.
Saat bercermin, tiba-tiba Siena menangis.
"Hua...a..a... jelek."
"Sayang, kamu kenapa?"
"Hubby, ada jerawat di hidungku."
"Itu karena dua hari nggak cium aku."
"Huu... ini efek datang bulan, by. Biasanya juga nggak gini."
"Nggak pa-pa, masih cantik kok."
"Ikut aku ke salon by."
"Ngapain?"
"Mau beli sticker buat nutupin jerawat."
"Ya Allah ada-ada saja. Cuma jerawat satu itu, sayang. Sudah jangan dipikirin. Kamu tetap cantik."
"Ish, ya sudah nggak mau, aku mau nitip Faiza saja kalau begitu."
Siena pun menelpon Faiza. Ia benar-benar menutup sticker yang dimaksud. Faiza pun mengiyakannya. Farid hanya bisa geleng-geleng kepala menghadapi istri bocilnya.
Siena merasa aneh saat datang bulan kali ini. Biasanya siklus keluarnya darah banyak kalau sudah dua hari. Namun kali ini hanya sedikit. Setelah ia membuka google, itu bisa saja hormon karena sudah menikah dan berhubungan suami istri.
Tidak lama kemudian, Faiza datang kuliah. Ia langsung pergi ke kamar Farid.
tok tok tok
"Siapa?"
"Adekmu yang paling cantik bang."
Farid pun membuka pintu kamarnya.
"Mana Mbak Siena?"
"Lagi mandi."
"Ini bang, titipan Mbak Siena."
Farid pun menerimanya.
"Berapa uangnya?"
"Nggak usah, gratis. Kalau abang mau bayar transfer saja satu juta, hehe..."
"Pemerasan."
"Haha.... udah ah, aku mau mandi juga."
Farid menutup pintunya kembali. Ia memperhatikan sticker di tangannya yang menurutnya seperti mainan anak-anak. Ada bentuk bintang, hati, dan hewan.
"Ada-ada saja."
Siena keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk yang dililit di badannya. Melihat hal itu, Farid hanya bisa menelan salivanya sendiri seraya beristigfar.
"Astagfirullah... andai tidak berhalangan sudah aku makan." Batinnya.
Siena dengan santainya memakai lotion sekujur kakinya di depan suaminya. Ia bahkan meminta tolong suaminya untuk memakai lotion di bagian belakang.
"Tolong, hubby."
Farid menerima lotion dari tangan istrinya.
"Sabar Farid...." Batinnya.
Setelah selesai memakai lotion dan skincare, Siena memasang sticker jerawat yang berbentuk hati.
"Ih lucunya."
Farid hanya geleng-geleng kepala.
Dua hari kemudian.
Farid mendengar kabar dari Romi bahwa anak Zania yang cacat sudah meninggal. Farid hanya bisa berbelasungkawa dari kejauhan. Namun ia tidak ingin menutupi apa pun dari istrinya. Ketika Siena bertanya, Farid pun menjawab apa adanya.
"Innalillahi wanna ilaihi rojiun'un. Kasihan sekali ya, by. Usianya masih sangat muda. 12 tahun."
"Iya, mau bagaimana lagi. Sudah ajalnya."
"Kamu nggak mau takziah, by?"
"Em... tidak perlu, kita kirim orang saja."
"Bi... rasanya kurang pantas. Apa lagi sekarang kamu dan suaminya sudah ada kerja sama. Lagian kalian hanya masa lalu. Bahkan sepertinya kalian tidak punya kenangan indah.Aku percaya kok sama kamu."
Farid mencerna perkataan istrinya.
"Lalu?"
"Ya, kalau mau takziah ayo aku temenin."
"Yakin?"
"Iya, insyaallah."
Ucapan Siena mencerminkan sikapnya yang semakin dewasa. Sepertinya ia sudah mulai berpikir positif.
Setelah memikirkan, dan meminta pendapat abi, Farid pun memutuskan intuk pergi takziah ke rumah Zania.Lebih tepatnya rumah suaminya. Karena Zania ikut dengan keluarga suaminya. Beruntung keluarga suaminya yang sekarang mau menerimanya dan anak bawaan dari suami pertamanya. Anak surga yang kini benar-benar pergi ke surga.
Farid berangkat bersama Romi, Siena dan juga ummi. Ummi memaksa untuk ikut dengan mereka. Farid pun tidak melarangnya, karena ini hal kebaikan.Kali ini Romi yang menjadi sopir.
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman Rian. Setelah memarkirkan mobil, mereka pun turun. Tidak banyak orang di sana, karena pemakaman sudah selesai tadi pagi. Hanya ada beberapa pelayat saja.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Pak Farid, Pak Romi... mari masuk." Ujar Rian.
Mereka pun bersalaman.
Rian memanggil Zania untuk menemui mereka. Zania pun keluar. Nampak matanya yang sembab karena menangisi putri sulungnya. Dengan sopan, ia menyapa mereka. Seperti pelayat pada umumnya, mereka memberikan kekuatan dan do'a untuk keluarga yang ditinggalkan.
"Terima kasih banyak, sudah meluangkan waktunya kemari, Kak, Mbak, ummi. Semoga Allah yang membalasnya."
"Aamiin... "
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maaf upnya kemaleman karena baru pulang dari RS jenguk keponakan sakit.