Hidup Arabella hancur ketika pamannya tega menjualnya pada Edward Frederick, seorang mafia berkedok Ceo yang terkenal kejam, dingin, dan arogan, hanya demi melunasi hutang akibat kebangkrutan perusahaan.
Dengan kaki kanan yang cacat karena kecelakaan di masa lalu, Arabella tak punya banyak pilihan selain pasrah menerima perlakuan sang suami yang lebih mirip penjara ketimbang pelindung.
Perlahan, keduanya terseret dalam permainan hati, di mana benci dan cinta tipis perbedaannya.
Mampukah Arabella bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Ataukah justru dia yang akan meluluhkan hati seorang Edward Frederick yang sekeras batu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
Angka pada jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam, namun suasana di kediaman mewah itu sama sekali tidak sunyi.
Edward melangkah tegap, aura dinginnya menyelimuti sekitar. Tujuannya adalah satu, kamar yang ditempati Julia, mantan kekasih yang kini, entah mengapa, masih betah berada di bawah atapnya.
Hatinya dipenuhi gejolak yang tak biasa, bukan kerinduan, melainkan campuran antara amarah, keraguan, dan kebutuhan mendesak untuk memastikan sesuatu.
Pintu kamar Julia tidak terkunci. Dengan sekali dorongan pelan, pemandangan di dalamnya langsung menyapa indra Edward.
Julia berdiri membelakanginya, hanya terbalut handuk putih yang melilit tubuh indahnya, memperlihatkan punggung mulus dan kaki jenjang.
Aroma melati dan vanilla menyeruak dari kamar mandi yang baru saja selesai digunakannya. Suara pintu yang berderit samar membuat Julia menoleh.
Senyum tipis, penuh kemenangan, langsung terukir di bibir Julia saat melihat Edward berdiri di ambang pintu.
“Ed, kau belum tidur?” tanyanya.
Edward tak menjawab.
“Aku tahu kau tak akan tahan mendiamkanku, bahkan jauh dariku, Ed,” ucap Julia dengan suara manja dan penuh percaya diri.
Julia melangkah mendekat, setiap gerakannya diatur untuk memikat. Tanpa menunggu respons, Julia memeluk tubuh tegap Edward, menyandarkan kepalanya di dada bidang lelaki itu, seolah mereka tak pernah berpisah.
“Sudah berapa lama kau tidak menyentuhku, honey? Aku rindu.”
Edward tidak membalas pelukan itu. Matanya lurus menatap kosong dinding di hadapannya, pikirannya berkelana.
Kedatangan Edward malam ini memang hanya untuk memastikan, menguji hipotesisnya yang gila.
Sebuah kecelakaan beberapa waktu lalu telah merenggut gairahnya, membuat miliknya tak bisa bereaksi. Bahkan bersama Julia, wanita yang dulu ia cintai dan memujanya, tak ada respons.
Anehnya, atau mungkin keajaiban, ‘miliknya’ seperti tersengat listrik dan terbangun hanya saat bersama Ara, gadis rapuh yang terpaksa ia nikahi.
Pertanyaan itu terus menghantuinya. Apakah Edward benar-benar sudah sembuh? Atau hanya Ara yang bisa menyembuhkannya?
Julia yang merasa diacuhkan, semakin meningkatkan serangannya. Tangan lentiknya mulai bermain nakal, menyentuh dada Edward yang keras dan berotot, meluncur turun perlahan.
Bibir merahnya mencium leher Edward, meninggalkan bunyi kecupan-kecupan kecil yang basah.
“Jangan menolakku malam ini, Ed. Kau tahu kau menginginkanku.”
Edward memejamkan mata, berusaha merasakan sentuhan itu, mengharapkan percikan api yang sama seperti dulu.
Namun, yang ada hanya kekosongan. Sebuah kehampaan aneh menyelimuti dirinya, seolah ada dinding tak terlihat yang memisahkan sentuhan Julia dari hasrat terdalamnya.
‘Miliknya’ tetap diam, tak ada gejolak, tak ada tanda-tanda kebangkitan.
“Sial! Ada apa denganku? Bukankah aku sudah sembuh? Kenapa dia tetap tak mau berdiri saat aku bersama Julia? Wanita yang aku cintai?” Edward mengumpat dalam hati, matanya tiba-tiba terbuka, menatap tajam ke depan.
Frasa ‘wanita yang aku cintai’ terdengar hampa bahkan di telinganya sendiri.
Hatinya mulai membeku, memadatkan keraguan menjadi kemarahan yang membakar.
Kemudian, bayangan-bayangan melintas di benaknya. Kilasan foto-foto yang Alex tunjukkan beberapa jam lalu memperlihatkan bagaimana Julia, tersenyum manja, memeluk erat seorang pria lain.
Pria lain yang sama sekali bukan dirinya. Pria lain yang berani menyentuh miliknya, harta yang seharusnya hanya menjadi haknya.
Kemarahan Edward meledak, jauh lebih panas dari hasrat yang tak kunjung datang. Ia mencengkeram leher Julia dengan kasar, ibu jarinya menekan titik vital, membuat wanita itu terkesiap, senyumnya luntur digantikan rona panik.
“Ed, apa yang kau lakukan?! Sakit!” seru Julia tertahan, tangannya mencoba melepaskan cengkeraman baja Edward, namun tak berdaya.
Napas Julia mulai memburu, matanya membelalak ketakutan.
“Katakan,” desis Edward dengan suara rendah. “Siapa laki-laki yang bersamamu, Julia?!” Matanya menyala dingin, bagai predator yang siap memangsa. Ia tidak lagi peduli dengan gairahnya yang mati.
Ada pengkhianatan yang harus dibayar mahal.
“Berani-beraninya kau mengkhianatiku setelah apa yang kulakukan untukmu selama ini. Bahkan aku rela bertengkar dengan orangtuaku demi dirimu. Dan ini balasanmu, hah!”
Julia terdiam. Jadi, Edward sudah tahu semuanya? Sejak kapan? Apakah bocah itu yang memberitahunya?
si detektif kecil kayak Conan 😄😄😄..
badannya aja yg pitik ga sama isi kepala nya,,
dari pada uncle mu yg 1/2 ons
aihhh mau ngapain merek apa Edward mau ngetes lolipop nya Sam Jul Jul