🌺Judul sebelumnya Pesona Cleopatra🌺
Cleopatra, wanita yang biasa dipanggil Rara menghipnotis banyak kaum adam termasuk kakak beradik Fahreza dan Zayn.
Tepat di detik-detik pernikahan Rara dan Reza, Zayn merenggut kehormatan Rara.
Rasa cinta Reza yang besar tak menyurutkan langkahnya untuk tetap menikahi gadis cantik bak ratu mesir di zaman dahulu itu. Namun, noda yang ada pada sang istri tetap membekas di hati Reza dan membuat ia lemah untuk memberi nafkah batin selama pernikahan.
Apakah Reza benar-benar tulus mencintai Rara? Atau Zayn, pria yang memang lebih mencintai Rara? bagaimana nasib Rara selanjutnya?
Baca sampe tuntas ya guys.
Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merindukan suara itu
Setelah menmpuh perjalanan selama enam belas jam tiga puluh lima menit. Akhirnya, Mirna dan Kemal sampai di bandara Soekarno Hatta. Mereka sengaja tidak memberitahu Reza atas kedatangannya di sini.
Mirna juga tak memberitahu Mia bahwa ia dan suaminya telah sampai di tanah air. Selain tidak ingin merepotkan, mereka pun ingin membuat kejutan pada Zayn dan Rara. Mereka pun sudah sangat rindu dengan putra kandung dan menantunya.
Mirna menghirup udara tanah air, saat ia berdiri di depan lobby terminal tiga. Akhirnya, ia dapat menginjakkan negeri tercinta setelah lama ia tinggalkan karena kejadian buruk itu. Ia melihat Kemal yang sedang memasukkan barang-barang mereka ke dalam taksi.
“Ayo, Sayang!” Kemal mengajak istrinya untuk memasuki taksi.
Mirna pun tersenyum dan mendekat ke arah sang suami. Mobil itu bergerak dengan kecepatan standar hingga sampai ke tempat tujuan.
Taksi berwarna hitam yang ditumpangi Mirna dan Kemal berhenti persis di depan rumah besar itu. terlihat paagr besi yang tertutup. Mirna menoleh ke arah rumah Rara. Gerbang yang tidak terlalu besar itu pun tertutup.
“Apa kita ke rumah Mia dulu, Pa?” tanya Mirna.
“Nanti saja, kita istirahat dulu di rumah. Lagi pula, Sanajay pasti masih ada di restorannya.”
Mirna pun mengangguk dan mengikuti perintah sang suami. Mereka berjalan mendekati gerbang.
“Maaf, si ...” salah satu penjaga rumah Kemal tercekat ketika melihat kedua majikan besarnya ada di hadapan mereka.
“Tuan? Nyonya?”
Mata penjaga itu pun terbelalak. “Mengapa tidak memberitahu kamu, bahwa Tuan dan nyonya akan datang.”
“Tidak apa, Sur. Kami memang ingin memberi kejutan pada Reza dan Rara,” jawab Kemal.
Penjaga rumah Kemal yang bernama Surya itu pun berteriak memanggil si bibi dan satu temannya lagi dengan tugas yang sama yaitu sebagai penjaga dan membawa barang-barang bawaan itu.
“Ya ampun, Nyonya.” Sapa si Bibi terkejut melihat kehadiran Mirna.
“Apa kabar, Bi?” Mirna merangkul bahu si Bibi.
“Baik, Nya.”
“Apa Reza dan Rara tinggal di sini?” tanya Mirna lagi pada si Bibi sembari berjalan menuju ke dalam rumah besar itu.
“Iya, Nya. Sejak pulang dari rumah sakit, Non Rara tidur di sini, tapi terkadang di rumah Bu Mia.”
“Oh.”
“Mereka tidak pernah bertengkar kan, Bi?” Mirna sangat ingin tahu tentang rumah tangga putranya.
“Tidak pernah sama sekali, Nya. Saya tidak pernah melihat Non Rara dan Tuan Reza bertengkar, malah mereka selalu mesra.”
“Oh, syukurlah.” Mirna mengukuti langkah si bibi yang berjalan menuju dapur untuk membuatkan minum majikannya.
“Mana mungkin Tuan Reza marah sama Non Rara, Nya. Non Rara itu benar-benar istri sempurna. Duh saya yang perempuan aja seneng banget lihatnya. Udah cantik, ngga pernah marah, tutur katanya lembut, buat adem hati suami.”
Mirna tertawa. Ia semakin tak merasa bersalah pada Reza karena telah meninggalkan putra kandungnya sendiri dan memilih menemani Zayn yang hanya putra angkatnya.
“Ini, Tuan Reza dan Non Rara tidak tahu Nyonya pulang?” tanya si Bibi.
Mirna menggeleng. “Surprise, Bi.”
Lalu, Mirna membawa dua gelas jus jeruk dingin yang sudah dituang si bibi tadi ke kamarnya, karena sang suami sudah berada di sana.
“Oh, iya. Bi.” Mirna menoleh lagi ke arah si Bibi. “Kapan biasanya Rara datang ke sini?”
“Paling sebentar lagi, Bu.”
Mirna pun mengangguk dan kembali melangkahkan kakinya ke kamar.
Paska operasi pengangkatan rahim dan tinggal di komplek itu lagi, Rara menginap di rumah Kemal bersama sang suami dan masak sarapan pagi di sana, tetapi setelah Reza berangkat kerja, Rara main ke rumah orang tuanya, menemani sang ibu yang juga sendiri di rumah itu setelah Sanjaya pergi ke kantor. Lalu, menjelang sore, Rara akan kembali ke rumah Kemal hingga menunggu suaminya pulang.
Di rumah Mia, Rara pamit untuk pergi ke rumah Kemal. Rara berjalan masuk ke dalam rumah itu meleati dua penjaga rumah Kemal. Namun, kedua penjaga itu tidak memberitahu kedatangan Mirna dan Kemal karena seperti yang mereka dengar sebelumnya bahwa Mia dan Kemal ingin memberi kejutan untuk putra dan menantunya.
“Pa, minumanmu belum di sentuh dari tadi. Tidak haus apa?” tanya Mirna yang berada di dalam kamar bersama Kemal.
Sejak sampai di rumah, Kemal masih terbaring di atas tempat tidur. ia masih pusing karena perjalanan yang cukup lama.
“Masih pusing?” tanya Mirna mendekati sang suami dan duduk di bibir ranjang itu.
“Sedikit. Lumayan direbahkan beberapa menit,” ucap Kemal yang mencoba bangkit.
Percakapan dari dalam kamar itu, terdengar berbisik dari luar. Rara bingung mendengar suara orang dari dalam kamar itu, saat ia memasuki rumah besar ini.
“Suara siapa itu?” gumamnya. “Bukan hantu kan?”
Rara mendekati kamar Mirna dan menempelkan telinganya di pintu itu. tapi dengan waktu bersamaa, Mirna membuka pintu kamar.
Bruk
Rara pun tersungkur jatuh.
“Rara.”
“Mama.”
Rara tersenyum ketika melihat ibu Reza dan Zayn.
“Mama.” Rara langsung bangkit dan memeluk Mirna. “Mama kapan datang? Mengapa tidak bilang?”
Rara memeluk erat tubuh Mirna seperti yang melepas kerinduan yang amat dalam. Mirna pun menerima pelukan itu dan menepuk punggung Rara.
“Tanyanya satu-satu dong. Mama bingung mau jawab yang mana dulu.”
Rara melonggarkan pelukan dan tersenyum. Arah matanya pun menangkap sosok Kemal yang berdiri di belakang Mirna.
“Papa.”
Rara beralih ke pelukan ayah mertuanya.
“Apa kabarmu, Sayang?” tanya Kemal ketika masih memeluk menantu kesayangannya.
Rara kembali melonggarkan pelukan. “Alhamdulillah, Rara baik.”
“Mama, Papa jahat ih, datang kok ngga kasih kabar.”
“Surprise, Sayang,” jawab Mirna.
Mereka pun beralih ke ruang keluarga dan di sana mereka berbincang sangat hangat, seolah Rara adalah putrinya.
“Ma, Papa mandi dulu ya. Badan lengket sejak datang tadi belum bersih-bersih,” ucap Kemal yang hendak pergi ke kamarnya lagi dan juga pamit pada Rara.
“Iya, Pa.” Jwab Mirna disertai anggukan dan senyum dari sang menantu.
Ingin rasanya Rara menanyakan kabar Zayn. Tapi sepertinya baik Mirna atau Kemal sedari tadi tidak menyebutkan nama sahabatnya itu. Mirna dan Kemal antusias ketika menanyakan kisah dirinya dan Reza selam berumah tangga, juga aktifitas keduanya.
“Oh, iya. Mama ada oleh-oleh buat kamu.” Mirna langsung bangun dari duduknya dan segera ke kamar untuk membuka koper yang di dalamnya terdapat barang-barang khusus dari Paris untuk menantu dan besannya.
Mirna meninggalkan ponsel yang tergeletak di meja itu.
Sesaat setelah Mirna melesat ke kamar, ponsel itu pun berbunyi dengan suara yang kecil dan bergerak.
Rara memajukan kepalanya untuk melihat nama yang tertera pada ponsel itu. Di sana, tertera nama Zayn.
“Ma, ponsel Mama bunyi,” kata Rara sembari sedikit berteriak dari luar kamar. Rara tak berani memasuki kamar mertuanya sembarangan walau tidak di kunci.
“Angkat saja, Ra. Bilang nanti Mama telepon balik,” jawab Mirna teriak karena ia tanggung membuka koper itu.
Rara pun mengangkat telepon itu.
“Halo,” ucap Rara yang tak mendengar suara dari seberang sana.
“Halo, Zayn. Zayn. Ini kamu kan?” tanya Rara yang masih tak mendengar suara dari lawan sambungan telepon itu.
Rara tidak tahu bahwa di sana Zayn tengah mematung tanpa suara dan menikmati suara indah itu. sungguh ia sangat merindukan suara itu. Ia rindu semua hal tentang Rara, juga rindu pada tubuh wanita pujaannya yang sering kali menjadi fantasi saat m*sturb*si, karena Zayn juga pria normal yang kerap kebutuhan itu hinggap.
“Zayn?” tanya Rara lagi dari seberang sana.
Rara melepaskan ponsel itu dari telinganya dan bergumam yang cukup didengat oleh Zayn. “Sepertinya kepencet.”
Lalu, Rara mematikan sambungan telepon itu.
Di sana, Zayn hanya tersenyum dan ikut bergumam. “Tidak terpencet, Ra. Aku hanya terpesona dengan suaramu.”
Sebelumnya, Zayn memang ingin menelepon Mirna untuk memastikan bahwa kedua orang yang telah merawatnya dengan penuh kasih sayang itu sampai ke tanah air dengan selamat.