Melati berubah pendiam saat dia menemukan struk pembelian susu ibu hamil dari saku jas Revan, suaminya.
Saat itu juga dunia Melati seolah berhenti berputar, hatinya hancur tak berbentuk. Akankah Melati sanggup bertahan? Atau mahligai rumah tangganya bersama Revan akan berakhir. Dan fakta apa yang di sembunyikan Revan?
Bagi teman-teman pembaca baru, kalau belum tahu awal kisah cinta Revan Melati bisa ke aplikasi sebelah seru, bikin candu dan bikin gagal move on..🙏🏻🙏🏻
IG : raina.syifa32
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raina Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
"Mel, ayo kita pulang ke Jakarta, kita serahkan kasus yang menimpa suamimu pada pengacara, mama yakin Revan akan segera bebas," ungkap Sandra ketika menantunya ragu untuk masuk ke dalam mobil yang akan membawanya pulang ke Jakarta, meninggalkan suaminya yang sekarang berada dibalik jeruji besi yang dingin.
Tiba-tiba Melati menggeleng. "Enggak ma, aku akan berada di sini sampai mas Revan keluar dari penjara, aku nggak tega ninggalin suamiku ma, sementara suamiku kedinginan."
Sandra menatap iba pada menantunya, ia mendekat dan mengusap-usap pundaknya memberi dukungan kekuatan. Tak lupa ia mengusap kepala cucunya yang tertidur dalam gendongan menantunya itu. "Kalau kamu masih ingin di sini gimana dengan Ayana putri kecilmu ini, dan anak-anak yang kamu tinggalkan dirumah, mereka pasti nyariin kamu Mel."
"Tapi ma, aku nggak bisa ninggalin mas Revan dalam keadaan seperti itu, akan butuh waktu yang lama jika aku ingin mengunjunginya ma, untuk sementara Melati tinggal di Bandung, titip anak-anak ma."
Sandra mendesah pelan, bagaimanapun ia tak bisa memaksa, kalaupun ia menjadi Melati akan melakukan hal yang sama.
"Baiklah kalau begitu, terserah kamu saja, aku akan bilang pada anak-anak kamu. Kamu, Ayana dan Revan akan tinggal di Bandung untuk waktu yang cukup lama."
Melati tersenyum girang, ia kemudian mendekap tubuh ibu mertuanya yang selalu mengerti dan membelanya.
"Ya udah mama berangkat ya, jaga diri baik-baik, jangan sampai telat, kasihan Ayana dan Revan kalau kamu sampai sakit," pesan Sandra sambil menepuk punggung menantunya memberi dukungan dan semangat. "Mama sudah menelpon Reino, papa dan pengacara, nanti sore mereka akan tiba disini." Imbuhnya.
Melati semakin mempererat dekapannya. "Terimakasih ma."
"Iya sayang, mama sayang sama kalian." Kata Sandra sambil mengusap kepala cucunya yang berada dalam gendongan Melati lalu menciuminya.
"Oma pulang ya nak, jangan rewel kasihan bunda kamu."
Sandra kemudian masuk ke mobil yang membawanya pulang ke Jakarta.
Hingga mobil yang membawa ibu mertuanya hilang dari tikungan jalan. Wanita itu membawa masuk rumah yang disewanya tak jauh dari kantor polisi dengan begitu ia bisa menjenguk suaminya setiap hari, meski hanya 10 sampai 15 menit yang penting ia bisa melihat wajah suaminya.
"Maaf mas, aku sudah berburuk sangka sama kamu, coba kamu jujur dari awal, mungkin kejadiannya tidak seperti ini."
***
Reino melangkah perlahan masuk ke ruang tahanan, matanya tak lepas menatap sosok Atasannya yang mengenakan seragam narapidana. "Maaf, Pak Revan, saya baru bisa menjenguk anda di sini," ucapnya dengan suara serak, bibirnya menegang menahan sedih.
Revan menatap Reino sekilas, lalu pandangannya mulai mengitari ruangan dengan gelisah. Kepalanya berputar, mencari sosok lain di antara jeruji besi. "Dimana papa?" suaranya terdengar serak dan penuh keraguan.
Reino menarik napas pelan. "Oh... Pak Aditya lagi ada meeting dadakan, dan juga menggantikan Bapak selama Bapak di sini."
Di samping Reino, seorang pria muda berpakaian rapi tersenyum ramah, matanya penuh percaya diri. "Maaf, Pak. Ini Pak Abyaz, pengacara baru yang akan menggantikan Pak Bagas. Beliau masih muda, tapi sudah sangat berpengalaman," jelas Reino sambil memberi isyarat pada pria itu. Pria muda itu maju sedikit, mengulurkan tangannya dengan senyum tenang.
"Salam kenal, Pak Revan. Saya Abyaz."
Revan menatap tangan yang diulurkan itu dengan tatapan kosong, kemudian suara serak keluar dari mulutnya. "Tolong... tangani kasus saya ini. Kalau bisa, kurangi hukumannya. Saya benar-benar tak sengaja waktu itu."
Abyaz mengangguk mantap, "Baik, Pak. Saya akan lakukan yang terbaik."
Revan menarik napas berat, matanya yang dulu tajam kini redup, berharap secercah harapan di balik jeruji itu.
"Oh iya Reino, selama aku di sini, tolong gantikan aku buat sementara waktu, kamu rekrut sekretaris atau asisten buat memperingan kerjaanmu."
Reino membungkuk patuh. "Baik pak, bapak mau sekretaris laki-laki atau perempuan?"
"Terserah kamu saja, yang penting cekatan, punya niat kerja."
Reino mengangguk. "Baik pak."
Reino beralih pada pengacaranya. "Saya serahkan kasus ini panda anda."
"Terima kasih pak Revan sudah begitu percaya dengan kemampuan saya. Saya akan berusaha agar bapak tetap bebas."
***
Melati mencium harum masakannya. "Hemmm mas Revan pasti suka. Ayo sayang kita jenguk ayah kamu."
Hari ini Melati memasak makanan kesukaan suaminya, opor ayam dengan sambal terasi, ia juga membawakan cemilan dan buah-buahan. Ia membeli cukup banyak agar bisa dibagikan pada napi lainnya.
Tiba disana ia tampak terkejut melihat keberadaan Dewi di sana. Tampak Dewi tetap tenang dengan senyum liciknya. Melati sendiri pun heran, kenapa wanita yang masih muda belia seperti Dewi memiliki watak yang licik seperti itu.
"Oh, jadi istri paling sempurna buat aa Revan ternyata ada di sini, juga rupanya? Berangkat jam berapa dari Jakarta? Bukannya kemarin kamu balik ke sana?" Dewi melontarkan kata-katanya dengan nada dingin dan mata menatap tajam, seolah ingin menusuk hati Melati.
Melati memerah, dadanya naik turun. "Diam kamu! Aku mau jenguk suamiku kapan pun aku mau, itu urusanku wanita culas!" suaranya meledak penuh amarah, tangan terkepal erat di samping tubuh.
Dewi melepas tawa kecil yang penuh sindiran, suaranya mengejek. "Oh, tentu saja itu urusanku," katanya dingin, mata tajamnya menancap ke Melati. "Apa kamu sudah lupa siapa yang menjebloskan suamimu ke penjara?"
Melati terdiam, napasnya sesaat tercekat oleh tatapan Dewi yang seperti menembus hati. "Aku tak pernah lupa—dan takkan pernah lupa—perempuan tak tahu malu sepertimu, menghalalkan segala cara buat merebut suami wanita lain, apa menjanda 4 bulan sudah membuatmu gatal." Suara Melati yang pedas membuat Dewi naik darah.
"Kamu?!!" Pekik Dewi, sorot matanya tajam giginya terdengar beradu.
"Apa? Kamu nggak terima? Memang kenyataannya begitu. Aku yakin suamimu di atas sana pasti menangis melihat kelakuan istrinya yang sangat memalukan." Dewi merengus, menggertakkan giginya. "Jangan bawa-bawa suamiku, dia sudah mati!"
Revan dan Melati tersentak, tak menyangka kalimat yang dikeluarkan Dewi begitu ringan dan lancar, seolah kehilangan suami tak membuatnya sedih.
"Kenapa kamu terkejut seperti itu kakak?" Tanya Dewi yang sangat percaya diri tanpa beban.
"Jangan pernah panggil aku kakak, aku jijik mendengarnya. Sejak kapan aku punya adik sepertimu?" Hardik Melati
Matanya beralih ke Revan, penuh kemenangan. "Kakak galak amat sih...kamu tau kakak karena sebentar lagi aku akan jadi adik madumu, bukan begitu, Aa Revan?"
Revan mengerutkan dahi, napasnya berat. "Lebih baik aku menghabiskan sisa hidupku di penjara daripada menikahimu!" suaranya tegas, penuh penolakan.
Dewi menelan ludahnya, agaknya Revan tidak bisa dipaksa dengan mudah. "Apa aku harus melenyapkan istrimu agar aku dengan mudah memilikimu a," batinnya.
dari dulu kok melati trus yg nerima siksaan dan kjhtan,
Ini perempuan siapa lagi yang ganti nyulik Melati.
Kalau punya suami ganteng, mapan dan kaya banyak pelakor bersliweran pingin gantiin istri sah. Semoga Revan bisa nolong Melati dan anaknya. Kasihan......