Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34 Kedatangan Razan
"Razan?" tanya Erina ingin memastikan penglihatannya tidak salah, sesekali mengucek-ucek matanya.
Lelaki yang memakai baju kaos hitam, celana jeans dan membawa tas di punggungnya itu tersenyum sumringah. Terlihat bahagia bisa bertemu dengan guru cantiknya.
"Iya Bu ini Razan," tangan Razan meraih tangan Erina lalu mencium punggung tangannya dengan takzim.
Ternyata Razan tidak datang sendiri, di belakangnya ada pak Roy yang mendampingi. Sejak kembalinya Razan yang hanya pergi hampir seharian, membuatnya harus selalu dikawal walaupun itu dengan gurunya sendiri.
"Alhamdulillah Razan sudah ditemukan. Ini berkat kerjasama tim pencarian yang diperintahkan langsung oleh pak Roni, Bu," jelas Roy pada Erina yang penasaran dengan kembalinya Razan.
"Iya Pak, saya bersyukur sekali Razan bisa kembali di tengah-tengah kita. Setidaknya kekhawatiranku berkurang satu," ujar Erina merasa lega. Saat ini pikirannya tidak bercabang lagi.
"Oh iya Bu, tadinya Razan mau ke sini bareng Papa. Tapi ternyata Papa ada tugas lain yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi maaf ya Bu, Razan belum bisa mempertemukan Ibu dengan Papa," ujar Razan benar adanya.
Keinginannya mempertemukan keduanya harus ditunda lagi sampai Papanya benar-benar bisa meluangkan waktunya untuk lebih memikirkan masa depannya.
Erina hanya tersenyum, dia tidak mempermasalahkan pertemuan yang akan dirancang Razan untuk mendekatkan dirinya dengan Papanya. Bukankah ini hal wajar jika wali kelas memang harus mengenal orang tua murid agar terjalin komunikasi yang baik tentang anak didiknya?
Roy yang tidak tahu identitas Razan yang sebenarnya pun hanya mengangguk saja. Tersenyum merasakan kebahagiaan yang tak terhingga akhirnya anak didiknya selamat dari pelaku kejahatan.
"Yang pasti pihak sekolah ingin meminta maaf pada orang tua Razan terkait kejadian kemarin," jelas Roy pada Razan yang merasa belum bertemu dengan orang tua Razan.
Roy termasuk guru yang belum genap satu tahun mengajar di SMK Taman Hati. Banyak hal yang belum diketahui tentang sekolah tersebut. Hanya karena ketekunan dan ketegasannya pada siswa, akhirnya Roy diberi tugas untuk menjadi Waka kesiswaan.
"Tidak apa-apa Pak. Lagi pula Papa sudah tahu kok. Ternyata di balik diamnya Papa dan sibuknya Papa, beliau masih mau memikirkan Razan. Beliau memang terlalu sibuk dengan dunianya makanya jarang banget bertemu di rumah. Semalam saja Razan hanya bertemu sebentar dengan Papa, paginya Papa harus pergi kerja lagi. Sebenarnya Razan tidak boleh ke mana - mana tapi di rumah sepi, makanya mendingan Razan ke sekolah saja biar bisa tertawa walaupun hati sedang sedih. Eeeeh pas di sekolah Bu Erin ga ada. Eh ga tahunya ada di rumah sakit ini," jelas Razan penuh kebahagiaan sambil menatap tak berkedip wanita yang sudah mencuri hatinya.
Roy ikut bahagia melihat anak didiknya tersenyum bahagia. Dia melihat Razan sangat akrab dengan Erina. Tidak ada beban manakala menceritakan tentang keluarganya pada wali kelasnya tersebut. Inilah yang diharapkan dari seorang wali kelas yang mampu memberikan kenyamanan dan kebahagiaan bagi anak-anak, sehingga bisa menjadikan wali kelasnya sebagai orang tua di sekolah.
"Iya tadi pagi, ibu memberitahukannya ke grup sekolah kalau hari ini ibu tidak bisa masuk karena Alana dirawat. Maaf ya Razan, semalam ibu tidak lanjut mencari Razan karena Alana demam dan harus dibawa ke rumah sakit malam itu juga," ujar Erina merasa tidak enak hati.
Razan beranjak dari tempat duduknya, seraya melangkahkan kakinya menuju brankar. Netranya mengamati tubuh mungil yang terbaring damai. Tangannya tengah diinfus karena demam berdarah. Sungguh membuatnya merasa prihatin.
Wajah mungil itu terasa tidak asing lagi bagi Razan. Dia teringat adik kecilnya yang sempat ia gendong setelah Mamanya meninggal. Bulir bening tak kuasa ia bendung lagi. Seandainya kebahagiaan yang terenggut karena takdir itu bisa kembali ia raih, ia sangat bahagia. Impiannya untuk menghadirkan Sang Mama dan adik kecilnya bisa hidup bersama lagi tentu itu suatu keajaiban yang sangat dinantikan.
"Razan..."
Sentuhan lembut Erina membuat Razan terhenyak dari lamunannya.
"Biarkan Alana tidur. Kasihan Alana butuh banyak istirahat," ujar Erina sambil mengusap punggung Razan yang enggan beranjak dari tempatnya berdiri.
Razan kembali melihat Alana yang masih terpejam. Seraya mengingat sesuatu yang dimiliki adik kecilnya. Sebuah tanda di atas tumit sebelah kiri adiknya membuat dirinya ingin melihat kaki Alana.
Razan berharap keajaiban datang, membawanya pada takdir yang tidak masuk diakal.
"Tapi mana mungkin? Adikku sudah meninggal dan aku melihat dengan jelas proses pemakamannya. Tapi kenapa aku sangat berharap Alana itu adikku? Ah...apa mungkin sesuatu yang tidak mungkin terjadi menjadi mungkin atas izin Allah?" monolognya dalam hati.
"Razan..." suara lembut itu kembali menyentakkan lamunannya.
"Iya Bu?"
"Ceritakan pada Ibu tentang kejadian semalam sehingga Razan bisa lolos dari penculikan itu!" titah Erina ingin tahu.
cerdik kau zannn😀