Kiara terpaksa menikahi Orion karena satu tujuan yaitu untuk balas dendam. Dirinya merasa dipermainkan oleh Leonard Arven Hadinata, anak sulung sebuah keluarga konglomerat Hadinata. Kiara dan Leo sudah menjalin hubungan cukup lama dan dijanjikan akan dinikahi suatu hari nanti. Namun sang pria justru menghilang tanpa satu alasan. Kiara hingga merasa sedih dan kecewa.
Kiara melakukan sebuah pernikahan kontrak dengan Orion Alaric Hadinata, sang putra tidak sah alias anak haram Hadinata. Dari Aditya Pramana Hadinata, sang kepala keluarga dengan seorang wanita yang tak diketahui siapapun. Sekaligus adik tiri dari sang putra sah yaitu Leonard.
Orion menyetujui pernikahan itu karena ia juga ingin menghancurkan keluarga yang selama ini merawatnya dari kecil. Juga untuk mencari tau dimana keberadaan ibu kandungnya sekarang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NABABY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mainanku
Sudah pukul delapan malam. Seperti biasa, Orion segera menjemput Kiara dari kedainya. Jalanan cukup ramai karena malam ini adalah malam minggu. Orion mengemudi santai seperti biasa. Meski jam tutup mereka jam sembilan, tapi Orion tetap datang lebih awal. Apalagi saat hari kerja. Setelah pulang jam enam atau jam tujuh, Orion langsung meluncur dari kantornya.
Mobilnya sudah terparkir rapi. Suasana kedai cukup lengang meskipun malam minggu. Orion langsung masuk, segera mencari Kiara.
"Asha, dimana Kiara?" Tanya Orion setibanya dia disana.
"Dia ada di ruangannya."
Orion bergegas menuju ruangan Kiara. Pertama dia mengetuk pintu, lalu membukanya.
"Kiara, kamu sedang apa?" Orion membuka pintu, melihat Kiara tengah sibuk mengerjakan sesuatu di mejanya.
Kiara tak menjawab. Perhatiannya penuh dengan apa yang ia kerjakan sekarang. Bahkan wajah fokusnya terlihat menggemaskan dimata Orion. Pria itu tersenyum, lalu berjalan mendekat dan mengetuk meja beberapa kali.
Kiara menoleh pada Orion, namun hanya sebentar, dan kembali fokus pada lembaran kertas beserta coretan-coretan dari pulpen yang tengah dipegangnya.
"Ngapain kamu kesini?" Tanyanya ketus.
Dahi Orion mengernyit. Tidak biasanya Kiara bersikap dingin seperti ini. Tapi satu hal yang dia tau, jika istrinya sekarang dalam mood yang tidak baik.
"Kamu kenapa?" Tanya Orion pelan.
Kiara tak menjawab. Wanita itu masih kesal dengan wanita yang bernama Arleta tadi. Coretannya terus bertambah dengan menjumlahkan beberapa angka.
"Kiara... Kamu lagi marah ya?" Orion bertanya sekali lagi.
Kiara langsung berhenti. Mata yang sedadi tadi tak mau melihat Orion kini saling menatap. Tampak wajah Kiara sangat tegang. Pandangannya juga menunjukkan bahwa dia tengah kesal.
"Seorang wanita datang kesini tadi. Dia menyebut dirinya bernama Arleta. Dia bilang kau adalah mainan baginya. Lalu, dia menghina kedaiku rendahan. Siapa dia?" Akhirnya Kiara membuka suara meski masih dengan tatapan yang jengah.
Mata Orion membelalak. Wajahnya seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar barusan. Arleta. Seumur hidup dia hanya mengenal satu orang yang bernama Arleta. Siapa lagi kalau bukan Arleta Anjani Wijaya, seorang putri dari keluarga Wijaya. Wanita sombong yang mencap dirinya sebagai pemilik Orion. Wanita yang harus diikuti segala keinginannya.
"Arleta? Maksudmu Arleta Anjani?" Tanya Orion masih tak percaya.
"Aku tidak tau nama lengkapnya. Dia hanya memberitahu jika namanya Arleta."
Orion menghela nafas cukup panjang. Seperti yang Kiara bilang barusan, wanita itu menghina kedai Kiara. Tidak salah lagi pasti Arleta teman masa kecilnya dan juga teman dari kakaknya Leo.
"Apa dia mengatakan sesuatu lagi selain tadi?"
Kiara menggeleng, meski dia mengingat saat dirinya direndahkan dengan kata-kata level bawah. Namun, dia tak mempermasalahkan hal itu.
"Dia adalah temanku saat kecil dulu. Tapi tidak bisa dibilang teman sih, aku hanya dijadikan mainan oleh dia." Jelas Orion.
Kiara mulai tertarik mengenai pembahasan soal Arleta ini. Pikir Kiara, pasti wanita itu sudah menyebalkan sejak kecil dulu.
"Jadi kau hanya dijadikan babu oleh dia?"
Orion mengangguk. "Dulu saat baru saja dibawa ke rumah Hadinata, aku selalu dibully oleh kak Leo. Begitu saat masih PAUD dulu. Tapi, meski Arleta menganggapku lebih rendah dari dia, dia selalu melindungiku dari gangguan kakak dan teman-temannya." Jelas Orion.
Ingatannya langsung kembali pada saat dirinya menginjak umur lima tahun dulu. Beberapa anak mengelilingi Orion, memberi kata-kata kasar dan juga meredahkan. Orion hanya bisa tertunduk. Mulai dari anak yatim piatu, anak pungut, hingga pembawa sial. Namun pembullyan itu berakhir saat tiba-tiba ada balok kecil mainan melayang kearah mereka.
Para pembully itu melihat dari mana balok mainan itu berasal. Arleta yang sudah berdiri dengan berkacak pinggang dengan wajah bersungut-sungut menatap tajam pada mereka.
"Dasar bocah nakal! Aku laporin kalian ke ibu guru ya!" Teriak Arleta keras.
Leo dan kawan-kawannya langsung kehilangan hasrat saat Arleta sudah memasuki permainan mereka. Dengan pelan mereka pergi perlahan.
"Males, ada nenek sihir." Ucap Leo
"Apa kamu bilang? Nenek sihir?!" Arleta berlari lalu menjambak rambut Leo sangat kuat hingga Leo kecil meringis kesakitan.
Perkelahian diantara mereka tak terhindarkan. Hingga membuat beberapa guru panik dan segera memisahkan keduanya. Hari itu, orang tua Leo dan juga Arleta harus dipanggil menuju ruangan guru terlebih dahulu. Sedangkan Orion masih menunggu didepan sendirian karena ayahnya masih berada di dalam.
Setelah menunggu cukup lama, Aditya keluar bersama Leo. Wajah Aditya tampak begitu marah, hingga Orion tak berani mendekat.
"Pokoknya sampai kapanpun, aku tidak akan mengakui jika anak itu adalah adikku!" Leo berlari menuju mobil meninggalkan Aditya dan juga Orion.
Saat kecil, Orion belum terlalu paham mengapa dia sangat dibenci. Dia mengira, apakah memang dia anak pungut? Tapi dia mengingat jika Aditya adalah ayah kandungnya, otomatis ucapan itu adalah kebohongan belaka.
Setelah pertengkaran itu, Arleta selalu menghampiri Orion yang selalu bermain sendirian.
"Hei, kau anak kaku." Arleta menghampiri Orion dengan gaya khas petentang petentengnya.
"Iya?"
"Kenapa kau sangat lemah sih. Lihat, gara-gara kau tak melawan mereka, mereka jadi bertindak semaunya sama kamu!" Nada Arleta meninggi membuat Orion sedikit ketakutan.
"Maaf..." Suara Orion lirih. Dia langsung tertunduk.
"Bagaimana jika sekarang kau menjadi milikku?" Arleta mengulurkan tangannya.
"Maksudnya?"
"Kau akan selalu berada disampingku sampai nanti. Jadi, jika ada yang mengganggumu, aku akan maju. Karena tidak ada yang boleh mengganggu barang milikku." Jelas Arleta tegas.
Meski Orion tak tau maksudnya apa, tapi dia langsung setuju begitu saja. Orion berfikir, mungkin ini caranya mendapat teman. Orion pun mengangguk menyetujuinya tanpa tau maksud sebenarnya.
"Baiklah, mulai sekarang kau adalah mainanku. Jadi kau tidak boleh jauh-jauh dari aku."
"Baiklah. Setidaknya aku mendapat seorang teman disini. Hihihi..."
Dan mulai hari itu Orion resmi menjadi mainan Arleta.
Kiara mengangguk paham setelah mendengar cerita dari Orion. Kiara juga mendapat informasi baru, jika Leo memang sudah membenci Orion sejak kecil.
"Jadi, apa kau masih menjadi mainan wanita itu?" Tanya Kiara penasaran.
Orion menggeleng. "Aku tidak tau. Tapi itu hanya sebuah kesepakatan saat kecil. Jadi aku kira itu sudah tidak berarti sekarang." Jawab Orion.
Pintu terbuka. Kieran memanggil jika makan malam sudah siap. Kiara dan Orion langsung keluar daei ruangan itu, menuju depan. Aroma makanan yang menggugah selera tak pernah gagal membuat Orion tak sabar untuk mencicipinya.
"Orion, ayo kita makan sama-sama." Ucap Paman Koki sambil membagikan porsi untuk masing-masing orang.
Makan malam bersama di kedai memang terasa menyenangkan. Hangatnya suasana membuat siapapun betah berlama-lama. Kiara sadar kedainya masih begitu jauh dari kata sempurna dibandingkan dengan tempat makan lainnya, tapi dia sudah menyusun anggaran sejak tadi. Perlahan dia akan membuat kedai ini menjadi lebih bagus agar tak ada satupun orang yang bisa meremehkannya lagi.