Wu Lan Cho, adalah sebuah Negeri yang sangat penuh dengan misteri, pertumpahan darah, perebutan kekuasaan. salah satu kekaisaran yang bernama Negeri Naga yang di pimpin oleh seorang Kaisar yang sangat kejam dan bengis, yang ingin menguasai Negeri tersebut.
Pada saat ini dia sedang mencari penerusnya untuk melanjutkan tekadnya, dia pun menikahi 6 wanita berbeda dari klan yang mendukung kekaisarannya. dan menikahi satu wanita yang dia selamatkan pada saat perang di suatu wilayah, dan memiliki masing-masing satu anak dari setiap istrinya.
Cerita ini akan berfokus kepada anak ketujuh, yang mereka sebut anak dengan darah kotor, karena ibunya yang bukan seorang bangsawan. Namanya Wēi Qiao, seorang putri dengan darah gabungan yang akan menaklukan seluruh negeri dengan kekuatannya dan menjadi seorang Empress yang Hebat dan tidak ada tandingannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duel Antara Saudara
Dengan satu tarikan nafas panjang, Hanfeng menghunus dua pedangnya sekaligus. Saat baja berkilau keluar dari sarungnya, suara petir lirih terdengar. Seakan langit ikut bergetar.
Tanah di bawah kakinya pecah kecil, serpihan batu beterbangan, auranya menyambar seperti kilatan listrik.
[Wēi Hanfeng] : “Bentuk pertama — Kilat Membelah Awan!”
Seketika, kedua pedangnya bergerak cepat, garis cahaya biru membelah udara, meluncur ke arah Wēi Qiao dengan kecepatan yang membuat tanah bergetar.
Namun, Wēi Qiao hanya menarik napas, kuda-kuda Pedang Penghancur diperdalam. Tubuhnya sedikit miring, kaki belakang menghentak tanah, tangan kanannya menirukan gerakan memegang pedang, meski belum menghunus. Aura padat keluar dari pori-porinya, menekan udara sekitar.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Landasan Besi.”
Tangannya bergerak, menangkis gelombang pertama tebasan petir itu. Udara pecah! Dentuman keras meledak, seperti sambaran guntur yang menghantam bumi.
Para pengikut yang berlatih di kejauhan langsung terhenti, menoleh dengan wajah pucat. Gelombang aura dari benturan pertama saja sudah cukup untuk membuat tubuh mereka goyah.
Wēi Qiao melirik kakaknya dengan sorot mata dingin.
[Wēi Qiao] : “Kalau itu bentuk pertamamu, Hanfeng… maka aku tidak akan kalah bahkan dari bentuk ke-25 sekalipun.”
Hanfeng hanya terkekeh, matanya memancarkan kesenangan liar.
[Wēi Hanfeng] : “Adik manis, jangan sombong. Bentuk pertamaku saja membuatmu menahan dengan serius. Mari lihat… apakah kau masih bisa berdiri setelah bentuk kelima belas nanti!”
Ia menghentakkan kedua kakinya, petir kembali mengalir di sepanjang pedangnya, udara berbau ozon, rambutnya berdiri karena energi listrik yang membara.
Lapangan belakang kini berubah menjadi arena badai.
Hanfeng menarik napas panjang, kedua pedangnya bergetar seperti ular listrik. Percikan biru melesat di sepanjang bilahnya, memantulkan cahaya ke wajah dinginnya.
[Wēi Hanfeng] : “Bentuk kedua — Petir Menyapu Gunung!”
Kedua pedangnya berputar membentuk pusaran ganda, lalu menebas ke arah Wēi Qiao dari kiri dan kanan. Suaranya bagai badai yang merobek hutan.
Namun Wēi Qiao tetap tenang. Kakinya menancap kokoh ke tanah, tubuhnya condong ke depan.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Tembok Baja.”
Dengan gerakan sederhana, tangannya menangkis dua serangan itu, membentuk ilusi seolah ada dinding baja yang memblokir kilatan petir. Suara BANG! menggelegar, retakan tanah meluas, debu naik ke udara.
Para murid di kejauhan menutup telinga mereka, wajahnya pucat.
---
[Wēi Hanfeng] : “Hmph, tidak buruk. Tapi mari kita lihat, apakah kau bisa menghadapi ini!”
Ia melompat tinggi, tubuhnya berputar di udara, pedang kembar bersinar semakin terang.
[Wēi Hanfeng] : “Bentuk ketiga — Sambaran Langit Tiga Lapis!”
Dari langit, tiga kilatan petir berturut-turut menghantam arah Wēi Qiao. Suaranya memekakkan telinga.
Wēi Qiao menggeram pelan, lalu mengangkat tangannya.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Pukulan Tunggal Meretakkan Bumi!”
Tangannya menghantam ke depan, membentuk jalur aura yang lurus dan kasar. Kilatan pertama dan kedua langsung terpental, namun yang ketiga menghantam keras ke tubuhnya, membuatnya mundur tiga langkah. Batu di bawah kakinya retak.
[Wēi Hanfeng] : “Heh, akhirnya mundur juga. Adik manis, kau tidak bisa menipu mataku. Jurusmu kasar, bukan teknik indah seperti milik kita, klan.”
Wēi Qiao mengusap sudut bibirnya yang berdarah tipis, lalu tersenyum dingin.
[Wēi Qiao] : “Lebih baik kasar tapi menghancurkan, daripada indah tapi rapuh.”
---
Hanfeng mendengus, lalu menurunkan tubuhnya, kuda-kudanya berubah semakin rendah, napasnya dalam, aura petir menyalakan serpihan udara di sekitarnya.
[Wēi Hanfeng] : “Bentuk keempat — Kilatan Membelah Seribu!”
Dalam sekejap, kedua pedangnya berkelebat cepat, meninggalkan ratusan bayangan cahaya biru yang menutup seluruh jalur gerak Wēi Qiao. Seperti ribuan kilat kecil menari liar.
Mata Wēi Qiao menyipit. Tubuhnya merendah, satu kaki menghantam tanah dengan keras hingga tanah pecah, lalu ia melompat ke depan, menembus hujan pedang itu.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Retakan Naga!”
Tubuhnya berputar sekali, auranya seperti naga yang meledak dari dalam tanah, menghantam ribuan bayangan pedang itu. Ledakan aura membuat banyak bayangan pedang pecah seperti kaca. Namun, satu bilah nyata berhasil menyayat pundaknya, meninggalkan darah.
Wēi Qiao hanya menegang, tak bergeming, tatapannya semakin membara.
---
[Wēi Hanfeng] : “Bagus… kalau begitu, bentuk kelima — Guntur Runtuhkan Surga!!”
Kedua pedangnya ditancapkan ke tanah, lalu ditarik kembali dengan kekuatan penuh. Cahaya petir meloncat ke langit, lalu jatuh seperti pilar guntur, menyelimuti Wēi Qiao dari atas.
Gelombang energi itu begitu besar hingga lapangan bergetar. Batu-batu berterbangan, udara seakan terbakar.
Wēi Qiao mendongak, wajahnya penuh tekad.
[Wēi Qiao] : “Kalau begitu… mari lihat apakah surga bisa meruntuhkan aku atau tidak!”
Ia merapatkan kedua tangannya, lalu menghantam ke atas dengan aura padat yang berputar seperti bor.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Tebasan Yang Membelah Awan!!”
Dentuman besar terdengar — BOOOOM! — cahaya putih dan biru menyebar ke seluruh lapangan, menyilaukan semua yang melihat.
Saat debu mulai turun, kedua sosok itu masih berdiri, saling menatap. Wēi Qiao berdarah di bahu dan bibir, Hanfeng juga tergores di lengannya.
Udara hening sejenak, tapi ketegangan semakin memuncak.
[Wēi Hanfeng] : “… Adik manis, kalau kau masih berdiri setelah bentuk kesepuluh nanti, aku akan menganggapmu benar-benar lawan.”
[Wēi Qiao] : “Kalau aku bisa menghancurkanmu sebelum bentuk itu, bagaimana?”
Lapangan belakang kastil kini tak lagi tenang. Setiap kali pedang mereka beradu, tanah retak, udara bergetar, dan puluhan orang di kejauhan terhempas hanya karena gelombang energi yang keluar dari benturan itu.
---
Bentuk ke-6 – Kilat Memburu Jiwa
[Wēi Hanfeng] : “Kau tidak akan bisa menghindarinya, adik manis. Petir tidak pernah meleset dari sasaran!”
Ia menjejak tanah, tubuhnya lenyap bagai bayangan biru, lalu muncul di belakang Wēi Qiao. Dua pedangnya menebas dengan kecepatan gila, seperti cahaya yang menusuk langsung ke jantung.
Namun Wēi Qiao berputar dengan keras, suaranya meraung:
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Putaran Jagat!!”
Auranya meledak dalam lingkaran kasar, menghantam pedang Hanfeng. Dentumannya begitu keras hingga puluhan murid yang menonton terhempas ke belakang, terbanting beberapa meter jauhnya, menjerit kesakitan.
---
Bentuk ke-7 – Guntur Menelan Lautan
Hanfeng menancapkan pedang kirinya ke tanah, pedang kanannya terangkat tinggi, lalu menghantam dengan keras. Gelombang petir biru menyebar seperti tsunami, menghantam semua arah.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Pukulan Memutus Arus!!”
Ia mengayunkan tebasan lurus dan kasar, memotong gelombang itu jadi dua. Tapi kekuatan petirnya tetap menghantam tubuhnya, membuat darah menyembur dari mulutnya.
Para murid menjerit lagi, tanah terbelah puluhan meter panjangnya, batu-batu beterbangan ke udara.
---
Bentuk ke-8 – Dua Naga Petir Menyatu
Kedua pedang Hanfeng bergetar, lalu aura petirnya membentuk dua naga biru yang saling berputar, menyatu menjadi naga besar yang mengaum dari langit.
[Wēi Hanfeng] : “Hancurlah, adik manis!”
Naga petir itu menyambar ke arah Wēi Qiao.
Namun Wēi Qiao mengangkat pedangnya tinggi, tubuhnya berdarah namun tatapannya membara.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Tebasan Naga Terbalik!!”
Ia menebas dari bawah ke atas, auranya kasar tapi kuat, membelah naga petir itu jadi dua. Energi ledakan memukul semua yang ada di lapangan — para pengikut Hanfeng dan murid-murid Wēi Qiao terlempar hingga menghantam tembok lapangan, banyak yang pingsan di tempat!
---
Bentuk ke-9 – Surga Menutup Jalan
Hanfeng mengangkat kedua pedangnya, dan seketika langit gelap, guntur menggelegar. Dari langit, puluhan kilat turun sekaligus, menyelimuti area pertarungan, seolah Wēi Qiao tidak memiliki jalan keluar.
[Wēi Hanfeng] : “Inilah akhir dari permainanmu, adik manis!”
Namun Wēi Qiao menatap ke atas, darah menetes dari dahinya. Dia mengangkat pedang, menyalurkan seluruh auranya.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Terobosan Tanpa Jalan!!”
Ia menebas lurus ke depan tanpa ragu, dan entah bagaimana, satu jalur energi tebal memecah hujan petir itu, membentuk jalur kosong di langit. Ledakannya membuat seluruh lapangan berguncang seperti gempa, bangunan kecil di sekitar retak.
Para pengikut menjerit, tubuh mereka terhempas jauh, beberapa bahkan muntah darah karena tekanan aura saja.
---
Bentuk ke-10 – Sambaran Akhir Guntur Surga
Hanfeng kini berdiri dengan napas berat, namun matanya liar penuh ambisi. Kedua pedang di tangannya berputar cepat, hingga membentuk roda cahaya.
[Wēi Hanfeng] : “Adik manis… bersiaplah! Inilah bentuk ke-10 — sambaran yang bahkan para tetua tidak sanggup tahan!!”
Langit benar-benar runtuh. Satu sambaran guntur raksasa jatuh, seakan seluruh surga menimpa Wēi Qiao. Suaranya memekakkan telinga, cahaya biru menelan seluruh lapangan.
Wēi Qiao menggertakkan gigi, mengangkat pedangnya.
[Wēi Qiao] : “Kalau begitu… inilah milikku!! Pedang Penghancur — Tebasan Penghabisan!!”
Aura hitam dan merah keluar dari tubuhnya, kasar, brutal, liar, seakan ingin merobek langit itu sendiri. Ia menebas ke atas.
BOOOOOOMMM!!!
Benturan itu meledak seperti dunia kiamat. Cahaya putih, biru, dan merah meledak bersamaan. Gelombang energi menghantam seluruh lapangan, membuat semua orang — bahkan para pemimpin kelompok — terlempar belasan meter, tubuh mereka berguling di tanah, ada yang berdarah, ada yang pingsan.
Saat debu menutupi segalanya, tak ada yang bisa melihat siapa yang masih berdiri.
Debu perlahan menghilang, memperlihatkan dua sosok berdiri saling berhadapan.
Wēi Qiao berdiri dengan pakaian compang-camping, darah mengalir dari kening, pipi, dan lengannya. Nafasnya berat, namun sorot matanya tetap tajam. Sementara Wēi Hanfeng juga sama, tubuhnya penuh luka sayatan, dua pedang kembarnya masih berkilau walau sudah ternodai darah.
Dengan gerakan kasar, Hanfeng kembali menghunus kedua pedangnya, menyalakan petir biru yang bergemuruh di sekitar tubuhnya. Untuk pertama kalinya sejak awal duel, ekspresi senyum tipis itu sirna, berganti dengan wajah serius penuh tekanan.
[Wēi Hanfeng] : “Kau masih bisa berdiri, adik manis? Bagus… itu berarti aku bisa menghancurkanmu sekali lagi.”
Wēi Qiao terengah, tangannya bergetar saat menggenggam pedang. Tubuhnya nyaris tidak sanggup lagi menahan beban energi. Saat itulah suara tenang terdengar dalam kepalanya.
[Micro Bots] : “Putri… kondisi kritis terdeteksi. Sarankan: aktifkan mode rahasia — Overclock Breathing.”
[Wēi Qiao] : “…Overclock… apa itu…?”
[Micro Bots] : “Teknik paksaan. Menggandakan aliran Qi dengan melampaui batas tubuh. Peringatan: risiko kerusakan fatal pada organ dan merusak inti dantian.”
Wēi Qiao menutup mata sejenak. Nafasnya berat, namun rahangnya mengeras.
[Wēi Qiao] : “…Kalau begitu… biarlah tubuhku hancur, asal aku tidak kalah di sini!”
Ia menggertakkan gigi, lalu mengikuti instruksi. Napasnya berubah ritme, semakin cepat, semakin dalam. Aura dalam tubuhnya melonjak tak terkendali, hingga urat-uratnya menonjol keluar, darah mengalir dari sudut bibir, bahkan telinganya berdarah.
Tanah bergetar hebat.
Tiba-tiba, sebuah cahaya besar terbentuk di belakang Wēi Qiao. Dari kabut energi yang liar, muncul bayangan seekor naga raksasa, sisiknya terbuat dari aura merah kehitaman, matanya menyala seperti bara. Naga itu mengaum, suaranya bergema di seluruh langit, membuat tanah dan udara bergetar hebat.
Semua orang terdiam.
Bahkan Wēi Hanfeng yang biasanya selalu tersenyum tipis, untuk pertama kalinya wajahnya berubah serius. Kedua pedangnya bergetar, dan matanya menatap sosok adiknya dengan ketegangan yang nyata.
[Wēi Hanfeng] : “…Naga? Tidak mungkin… bagaimana kau bisa membangkitkan itu?”
Wēi Qiao membuka matanya. Tatapannya bukan lagi tatapan orang yang hampir tumbang. Itu adalah tatapan seorang pemimpin yang siap membakar dirinya demi semua orang.
Ia memasang kuda-kuda, lalu mengangkat pedangnya tinggi.
[Wēi Qiao] : “Pedang Penghancur — Naga Mencakar Langit!!”
Bayangan naga itu bergerak serentak dengan tubuhnya, cakarnya terangkat seakan siap merobek langit. Aura itu begitu brutal, begitu ganas, hingga udara di sekitar mereka retak seperti kaca.
---
Para pengikut yang melihat itu terdiam, lalu satu demi satu mata mereka menyala penuh semangat.
[Huang Jianwu] : “Kau lihat itu!? Itu tuan kita! Kalau dia berani melawan sampai tubuhnya hancur, apa kita hanya akan berdiri!?”
[Chen Haoran] : “Tidak! Kita maju bersama! Demi tuan kita, demi kehormatan kelompok ini!!”
[Han Yoran] menyalakan jurus anginnya, rambutnya berputar ditiup aura.
[Han Yoran] : “Kalau kita kalah… biarlah kita kalah bersama-sama dengannya!”
[Shen Jianguo] menghunus pedangnya dengan tawa keras.
[Shen Jianguo] : “Hahaha! Inilah saatnya! Hancurkan musuh bersama tuan kita!!”
[Wuan Ce], meski wajahnya dingin, matanya berkilat.
[Wuan Ce] : “…Dasar bodoh, kalau kau mati duluan, aku akan marah. Jadi aku ikut bertarung.”
[Liang Riu] menyalakan tombaknya dengan api yang membara.
[Xiao Yin] melantunkan nada nyanyian jurusnya yang penuh energi Qi.
Satu demi satu, mereka maju. Meskipun jumlah mereka kalah jauh, aura semangat mereka membakar lapangan pertempuran. Mereka tidak lagi melihat lawan sebagai 72 orang, melainkan sekadar rintangan di depan jalan mereka.
Boom! Boom! Boom!
Sinar jurus-jurus mereka menyalak di udara. Mereka semua berlari maju, mengikuti jejak cahaya naga yang muncul di belakang Wēi Qiao.
Pemandangan itu membuat darah siapa pun yang melihatnya mendidih.
Di depan mereka, Wēi Qiao berdiri bagai pusat badai, naga raksasa mengaum di langit, sementara para pengikutnya menerjang dengan jurus masing-masing.
Mereka tahu, jika pemimpin mereka berani mempertaruhkan hidupnya… mereka pun tidak boleh mundur satu langkah pun.
Lanjuuuuutttt