"Hai Om, ganteng banget sih. mana lucu, gemesin lagi."
"Odel. a-ah, maaf tuan. teman saya tipsy."
Niccole Odelia jatuh cinta pada pandangan pertama pada seseorang pria dewasa yang ditemuinya di bar. meski mabuk, dia masih menginggat dengan baik pria tampan itu.
Edgar Lysander, seorang pengusaha yang tampan dan kaya. dia tertarik pada Odelia yang terus menggodanya. namun dibalik sikap romantisnya, ada sesuatu yang dia sembunyikan dari Odelia.
Akankah cinta mereka semulus perkiraan Odelia? atau Odelia akan kecewa dan meninggalkan Edgar saat mengetahui fakta yang disembunyikan Edgar?
ikuti terus kisah cinta mereka. jangan lupa follow akun Atuhor.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34
Odelia menatap ponselnya, tadi dia sempat berkirim pesan dengan Edgar namun pria itu tiba-tiba tak lagi membalas pesannya. Biasanya Edgar akan pamit jika akan pergi, namun kali ini Edgar justru tak bilang sama sekali.
"Del, ayo ke kelas udah bel loh." ajak Cessa.
Odelia mendongak lalu menutup buku lalu dan memasukkan ponselnya ke saku seragamnya. Dia berdiri lalu mengikuti Cessa dan Zara melangkah menuju kelas.
Sepanjang jalan dari kantin menuju kelas, Odelia masih berpikir tentang Edgar.
"Jangan bengong, sekolah kita nih angker."
Odelia melirik sahabatnya sinis. "Iman gue kuat."
"Sama om Edgar kenapa tergoda? Imannya belum kuat dong." Celetuk Zara.
"Itu beda kasus siti." omel Odelia.
Cessa dan Zara kompak tertawa. Mereka masuk ke dalam kelas yang kebetulan gurunya belum datang. Hari ini adalah hari terakhir ujian semester satu, setelah ini SMA Manggala akan diliburkan selama dua minggu lamanya.
Sementara Odelia mengerjakan soal ujian, Edgar dan kuasa hukumnya tengah duduk di depan meja hakim. Dia duduk dengan tenang dengan wajah datarnya. Di sampingnya, Alysa dan kuasa hukumnya juga tengah duduk dengan tenang.
Tok.
Tok.
Tok.
"Sidang perceraian antara penggugat Edgar Lysander dan tergugat Alysa Emelyn dengan nomor perkara xxx dinyatakan dibuka." ucap hakim.
Alysa melirik Edgar yang hanya diam saja, dia geram karena rencananya untuk tidak datang agar perceraian batal justru gagal. Edgar selalu bisa mengancamnya dengan sesuatu yang menurutnya keterlaluan.
"Aku harua bisa gagalin perceraian ini, aku nggak mau cerai secepat ini dari Edgar." batin Alysa.
"Kepada penggugat dan tergugat, apakah kalian berdua sudah memahami tujuan dari sidang ini dan menerima nasihat dari saya? Nasihat saya, alangkah baiknya jika anda berdua bisa berdamai dan mengurungkan niat untuk bercarai demi kebaikan keluarga." ucap hakim.
"Tidak yang mulia, terima kasih." ucap Edgar dengan lantang dan tegas.
Alysa mengepalkan kedua tangannya dipangkuannya, dia menggeram marah. Kuasa hukum Alysa menyenggol pelan lengan Alysa, dia memberi kode pada Alysa untuk menjawab hakim.
"T-tidak yang mulai." ucap Alysa.
Alysa sedikit melirik Edgar yang duduk tak jauh dari dirinya. Bisa dia lihat senyuman miring Edgar yang membuatnya semakin marah.
"Baiklah, jika kedua pihak sudah tidak bisa berdamai. Apakah anda bedua sepakat untuk melakukan mediasi dengan Mediator yang sudah ditunjuk oleh pengadilan?"
"Anda harus setuju tuan Edgar, karena jika menolak proses perceraian anda akan semakin alot." bisik kuasa hukum Edgar.
"Tapi pak."
"Percaya dengan saya tuan." ucap kuasa hukum Edgar mencoba meyakinkan Edgar.
Edgar mengangguk.
"Saya setuju Pak Hakim." ucap Edgar.
"Ya pak hakim." jawab Alysa terpaksa.
"Jika begitu, sidang ditunda dan dilanjutkan ke proses mediasi pada tanggal yang akan ditentukan oleh Mediator."
Tok.
Tok.
Tok.
Setelah para hakim berdiri, Edgar dan kuasa hukumnya ikut berdiri lalu keluar dari ruang persidangan.
"Tunggu Ed."
Edgar menghentikan langkahnya saat Alysa memanggilnya. Calon mantan istrinya berdiri menghadang jalannya.
"Aku tidak punya banyak waktu untuk mengurus sesuatu yang tidak penting."
Alysa menatap Edgar dengan tajam. "Aku tekankan lagi sama kamu Edgar, sampai kapan pun aku nggak akan bercerai dari kamu."
"Aku akan melakukan segala cara supaya perceraian kita batal." sambung Alysa.
"Silakan berjuang Alysa."
"Maaf tuan Edgar, kita ada rapat sebentar lagi." ucap Theodore yang sejak tadi menunggu di luar.
Edgar mengangguk, dia membenarkan jas yang digunakannya kemudian pergi dari sana diikuti kuasa hukum serta asistennya.
"Mari nyonya Alysa." ucap kuasa hukumnya.
Alysa menghentak-hentakan kakinya lalu pergi. Dia masuk ke dalam mobil kemudian menutup pintunya dengan kasar.
"Arghhh, nggak. Pokoknya aku nggak mau cerai dari Edgar." seru Alysa seperti orang kesetanan.
Dia mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya kemudian menghubungi seseorang.
"Halo, gimana? Usah ada perkembangan?"
Sudut bibir Alysa terangkat.
"Segera kirimkan pada saya, cari tahu lebih banyak lagi. Tapi ingat, jangan sampai ketahuan."
"Iya ya, nanti aku transfer uangnya."
Tut.
Alysa tersenyum miring saat mengetahui satu fakta baru, tapi yang membuatnya bingung adalah kenapa pilihannya sangat jauh dibawahnya?
"Ini bisa aku jadikan senjata nanti." gumam Alysa.
Di dalam mobil, Edgar tengah memainkan ponselnya. Dia menatap pesan yang dikirimkan Odelia tadi pagi. Dia sampai lupa tak mengabari Odelia tentang urusannya tadi.
"Theo, kamu sudah beli apa yang saya suruh?"
Theodore yang tangah fokus menyetir mengangguk pelan.
"Sudah tuan, akan di kirim ke rumah sore nanti."
"Saya sampai lupa memberitahu anda, bahwa nyonya Giovani sudah mendarat pukul sepuluh tadi." sambung Theo.
"Ya, mama juga mengirim saya pesan." jawab Edgar.
Sampainya di kantor, mereka bertiga turun dari mobil yang dikendarai Theodore lalu masuk ke dalam.
"Eh, aku denger-denger pak Edgar katanya mau cerai sama istrinya."
"Ah yang bener? Jangan asal ngomong nanti jatuhnya fitnah."
Para karyawan berbisik saat melihat CEO mereka masuk ke kantor bersama seorang pengacara.
"Iya aku nggak bohong, buktinya pengacara itu sering banget kan ke kantor. Dan bu Alysa juga udah nggak pernah lagi ke kantor."
"Ehem, kalian digaji untuk kerja bukan bergosip."
Para karyawati itu terkejut saat mendengar suara asisten CEO.
"Maafkan kami pak Theo."
"Kalau kejadian seperti ini terulang kembali, saya pastikan kalian akan mendapatkan surat peringatan." ucap Theodore tegas.
Dua karyawati tadi menunduk takut, setelah itu Theodore pergi dari sana menuju ruangannya.
●
●
Ting.
Om Edgar: (share location) saya tunggu jam 7.
Odelia tersenyum saat membaca pesan dari Edgar. Seharian ini dia menunggu pesan dari om dudanya itu, tapi baru sore ini Edgar membalas pesannya.
Odelia langsung mengetikan pesan balasan untuk Edgar. Dia mengamati jam yang baru menunjukkan pukul empat sore artinya masih banyak waktu untuk bersiap.
"Hotel?" gumam Odelia saat mencari alamat yang dikirimkan Edgar.
Malam harinya, mobil Odelia berhenti disebuah hotel bintang lima. Dia mengambil masker lalu memakainya, tak mungkin dia masuk ke hotel begitu saja. Jika ada yang mengenalinya bisa gawat.
"Kok gue takut ya." batin Odelia.
Perlahan kakinya melangkah masuk ke lobi hotel, dan entah kebetulan atau sengaja dia melibat Theodore berada di ruang tunggu. Odelia segera menghampiri Theodore.
"Lewat sini Del."
Odelia mengangguk lalu mengikuti langkah Theodore, tanpa mereka sadari sejak tadi Theodore sudah diawasi oleh seseorang.
Theodore keluar dari lift bersama Odelia, mereka berjalan menuju sebuah kamar. Saat pintu terbuka, Edgar keluar lalu menyapa Odelia dan Theo.
"Kamu udah datang?"
"Ehem, emang lo kira gue bawa manekin." lirih Theo yang masih bisa didengar oleh Edgar.
Edgar merangkul pundak Odelia. "Jangan dengarkan dia Del."
Odelia tertawa pelan melihat Edgar dan Theodore yang saling sindir.
"Kembali ke tempat kamu Theo."
"O-om, kita cuma berdua aja?"
Edgar sedikit membungkukkan tubunya lalu berbisik ditelinga Odelia.
"Kamu takut?"
Cekrek.
Cekrek.
Seseorang yang tadi membuntuti Theo mengambil banyak gambar Edgar dan seorang gadis hingga mereka masuk ke dalam kamar dan Theo masuk ke kamar lain.
"Bos pasti seneng banget nih." gumamnya.