"Cium gue, terus semua masalah selesai."
"You're crazy!?"
"Kenapa gak? Sebentar lagi lo bakal jadi istri gue, jadi wajar dong kalau gue nyicil manisnya dari sekarang."
Kesya Anggraini Viorletta, gadis cantik, pintar, kalem, dan setia. Sayangnya, dia sudah punya pacar Kevin, ketua geng motor sekolah sebelah.
Menikah sama sekali gak pernah ada di pikirannya. Tapi wasiat almarhum papanya memaksanya menikah muda. Dan yang bikin kaget, calon suaminya adalah kakak kelasnya sendiri, Angga William Danendra cowok ganteng, atletis, populer, tapi badboy sejati. Hobi balapan, tawuran, keluyuran malam, dan susah diatur.
Bagi Angga, apa yang sudah jadi miliknya enggak boleh disentuh orang lain. Dia posesif, pencemburu, dan otoriter. Masalahnya, pacar Kesya ternyata musuh bebuyutannya. Dua ketua geng motor yang tak pernah akur, entah kenapa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Putusin Cowok Lo
"Kak, gue beneran gak kenapa-napa. Bisa agak jauhan dikit gak?" celetuk Kanaya, sambil sesekali menahan napas menatap wajah Angga yang berada persis di depannya. Di sini, di dalam UKS yang hanya ada mereka berdua di sana.
Nyatanya, Angga benar-benar serius ucapannya, dengan membawa Kanaya kesana setelah insiden di dalam toilet tadi. Dan saat ini, pria tampan yang sudah menyandang gelar sebagai suaminya itu sedang mengoleskan salep ke pipinya, dimana terdapat bekas merah hasil tamparan tangan Fika tadi. Sedikit lebay memang, apalagi jaraknya beneran dekat banget, sampai Kanaya mati-matian menahan gugup!
"Diapain aja lo sama dia tadi?" tak terlalu menggubris ucapan Kanaya, Angga malah melempar pertanyaan sambil melirik bola ma Kanaya yang berada persis di depannya.
"Menurut lo?" Kanaya malah balik bertanya, rau wajahnya mulai berubah kesal mendengar pertanyaan itu. "Gue hampir aja basah kuyup gara- gara dia, kalau lo gak datang tepat waktu tadi. Dia juga mau kunci gue di dalam toilet, dia nampar gue, dia..."
"Artinya gue udah jadi penyelamat lo?" sela Angga, sambil menatap intens sepasang mata Kanaya dengan jarak yang sangat dekat.
Kanaya mengangguk, tampak banget gugup sambil memundurkan wajahnya sedikit ke belakang.
"Dia sadar gak sih, kita lagi dimana. Emang harus ya, sampai sedekat ini?" batinnya dalam hati.
"Kalau gitu, gimana cara lo berterimakasih sama gue?" tanya Angga, kini sambil menarik pelan punggung Kanaya yang semakin menghindar darinya.
"L-lo mau apa? Gue akan kasih apapun yang lo gue juga gak mau punya hutang budi!" sahut Kanaya gugup.
"Apalagi sama lo!" sambungnya dalam hati.
"Apapun?" tanya Angga memastikan, sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Hm apapun." Kanaya langsung menganggukkan kepalanya yakin. "Lo mau berapa, gue..."
"Apa wajah gue kelihatan kayak orang yang kekurangan uang?" sela Angga memotong cepat ucapan Kanaya. "Gue gak butuh uang lo!" imbuhnya, tampak sedikit kesal.
"Terus, k-kak Angga mau apa?" tanya Kanaya makin gugup. Karena mungkin hanya tinggal satu senti lagi hidung mancung Angga akan bersentuhan dengan pipinya.
"Gue mau tubuh lo," bisik Angga, tepat di samping telinga Kanaya, sambil mendengus geli setelah selesai mengucapkan itu.
Deg!
"Dasar mesum!" Kanaya langsung melotot lebar mendengar kalimat itu. Spontan banget kedua tangannya mendorong dada bidang Angga, tapi kedua tangan pria itu sudah lebih dulu menahannya dengan cepat.
"Bercanda kali," ucap Angga, sambil mendengus geli menatap ekspresi wajah Kanaya yang sukses menggelitik perutnya.
"Tapi kalau lo beneran mau, gue gak akan keberatan. Bukankah seharusnya memang jadi milik gue, hm?" tanyanya menggoda, sambil melingkarkan kedua tangan ke belakang punggung Kanaya agar gadis itu tak bisa bergerak kemana-mana.
"Kak, lo tau kita lagi dimana kan? Lepas, gue..."
Cup!
Kanaya membulatkan matanya sempurna. Bola mata berwarna coklat itu seakan ingin melompat keluar dari tempatnya, sesaat setelah tanpa aba-aba Angga langsung mencium bibirnya tanpa permisi. Gerakannya begitu cepat, sampai dia gak sempat menolak apalagi menghindar.
"Bangke! Lagi-lagi dia nyuri ciuman gue hua!!" teriak Kanaya dalam hati.
Dan anehnya, dia seperti gak berniat menghindar, malah hanya diam mematung seakan pasrah dengan apa yang Angga lakukan. Sedangkan Angga, malah tampak tersenyum puas, terbukti dari kedua matanya yang sampai terlihat menyipit.
"Bibir lo manis. Mungkin pelan-pelan gue bakalan berhenti ngerokok, nyesap punya lo ternyata lebih nikmat." celetuk Angga tanpa beban, sesaat setelah sedikit menjauhkan wajahnya. Kali ini enggak sampai neko-neko, beneran cuma nempel doang, takut khilaf dan berakhir kebablasan.
Lagi, Kanaya kembali dibuat melotot mendengar kalimat vulgar yang tanpa filter sedikitpun itu. Dia jadi reflek memukul dada bidang Angga sedikit kuat, malu bercampur kesal mendengar ucapannya.
Bugh!
"Mesum!" ucap Kanaya, sambil bersilang dada dan melengos ke samping membelakangi Angga.
"Wajah gue, rasanya kayak terbakar!" batinnya, sambil menyentuh pipinya yang terasa memanas.
Angga mendengus pelan, geli. "Telinga lo kenapa memerah lo sakit?" tanyanya menggoda, meksipun sudah sangat tau apa jawabannya.
"Sial lo Angga! Udah tau jawabannya pakai nanya!"batin Kanaya, tanpa berniat menyahuti ucapan Angga.
Set! Grep!
"Eh?"
"Kalau gak salah lihat, lo pergi dari kantin tadi sama sahabat lo kan? Tapi kenapa pas di toilet tadi gue kayak gak liat dia? " tanya Angga tiba-tiba, sesaat setelah mengangkat tubuh Kanaya dan memindahkannya ke atas pangkuannya. Enteng banget dia bertindak, tanpa memperdulikan Kanaya yang kini melotot tak terima kearahnya.
"Ck, turunin gak! Kak, kita lagi gak di rumah loh! Kenapa lo sembrono banget sih, kalau ada yang liat gimana coba!" ucap Kanaya, sambil menabok pelan lengan Angga.
"Kalau di rumah berarti boleh hm?" Angga semakin mengikis jarak, sambil memiringkan kepala dan menyelipkan anakan rambut Kanaya ke belakang telinganya.
"Gue serius, pas lo di toilet tadi, dia beneran gak ada di sana?" tanyanya lagi, tepat di samping wajah Kanaya.
Kanaya jadi mengerutkan keningnya, spontan menoleh ke samping bermaksud ingin menatap wajah Angga. Tapi justru karena hal itu, pipinya jadi bersentuhan dengan bibir Angga, saking dekatnya jarak diantara mereka.
Cup!
Glek!
Kanaya kembali membulatkan matanya, dia sampai meneguk ludahnya kasar tanpa sadar, sesaat setelah merasakan benda kenyal itu menempel pada kulit pipinya.
"Astaga, apa lagi ini!" batinnya dalam hati.
"Beneran gak mau menyingkir? kayaknya lo demen banget gue cium," celetuk Angga, tanpa berniat menjauhkan wajahnya barang sedikitpun.
"Ck lo duluan yang mulai! Perasaan tempatnya masih luas deh, kenapa mesti sedekat ini sih!" omel Kanaya, secepat mungkin langsung menjauhkan wajahnya dari Angga. Jantungnya semakin terpacu cepat di dalam sana!
"Gue emang ke toilet sama Riska tadi, tapi setelah gue keluar dia udah gak ada. Mungkin lagi ada urusan, jadi langsung pergi." ucap Kanaya, langsung memilih mengalihkan topik sebelum ucapan Angga semakin merambat kemana-mana.
“Ada apa? Kak Angga ada perlu sama dia?" tanyanya, sambil melirik Angga penuh selidik.
"Cuma nanya." sahut Angga singkat, sambil menggelengkan kepalanya. "Gue harap lo enggak akan cemburu cuma gara-gara pertanyaan ini," imbuhnya, sambil mendengus geli.
"Dih, memiliki tingkat percaya diri yang sampai diatas rata-rata itu gak baik. Jadi lo jangan kepedean!" sahut Kanaya. Kakinya sudah menjuntai ke bawah ingin turun dari atas pangkuan Angga, tapi sang empunya malah lebih dulu menahan tubuhnya. Seakan tak mengizinkannya bergerak apalagi melepaskan diri.
"Kak, lo..."
"Di sini aja, kayak gini gak akan ada yang masuk, aman." sela Angga, kini sambil melingkarkan kedua tangan ke perut Kanaya dan memeluknya dari belakang.
"Jadi, teman lo pergi kemana pas lo di toilet kah?" tanyanya kembali membahas topik awal mereka, agar Kanaya gak terus mencoba menjauhkan diri.
Kanaya terdiam mendengar itu, otaknya lagi mencoba berpikir. "Gue juga gak tau, dia gak ada pamit sama gue. Kali aja ada urusan mendesak, makanya sampai buru-buru."
"Sampai membiarkan lo sendirian di sana?" tanya Angga lagi, sambil menaikkan sebelah alisnya. "Gue rasa gak akan, kecuali kalau lo gak terlalu penting buat dia." imbuhnya.
"Maksud kak Angga gimana?" Kanaya balik bertanya, sambil menolehkan kepalanya ke samping.
"Kalau dipikir pakai logika, apa masuk akal seorang sahabat pergi tanpa pamitan atau meninggalkan pesan sebelum pergi? Ini modern Kanaya, semuanya serba canggih. Gunanya fitur WA buat apa, kalau gak memudahkan kita dalam berbagai hal?" ujar Angga.
"Bener juga, kenapa Riska gak ninggalin pesan ke gue kalau emang dia ada urusan mendesak? Bahkan sampai sejauh ini, dia belum ada menampakkan batang hidungnya. Apa jangan- jangan dia kenapa-napa?" batin Kanaya menerka- nerka.
"Gue tau lo cewek yang baik, lo banyak yang suka. Tapi lo juga harus ingat gak semua orang bisa berpikiran sama dan bisa berpihak ke lo semua. Saran gue lo lebih hati-hati. Di dunia ini gak ada yang gak mungkin kalau kita memang pelakukannya." ucap Angga, terdengar seri banget kali ini.
"Hah?" Kanaya mengerutkan keningnya, tampak ling-lung dengan ucapan Angga.
"Dia lagi ngomongin apa sih? Kenapa susah banget buat dicerna otak gue!" batinnya dalam hati.
"Maksudnya kak Angga gimana, gue gak ngerti." tanya Kanaya, matanya ketap-ketip menatap wajah Angga yang kini berada persis di depannya.
Angga malah mendengus, antara gemas dan kesal. "Bukan apa-apa,"
"Ck tuh kan! Lo udah dua kali bikin gue penasaran!" decak Kanaya, sambil mengerucutkan bibirnya sebal.
"Lo masih terlalu kecil, masih belum paham sama yang gini-ginian!" kata Angga, setengah mengejek.
"Dih, usia kita cuma terpaut satu tahun btw!" ucap Kanaya, tampak tak terima mendengar ucapan Angga.
"Tetap aja masih bocil, buktinya lo belum bisa bedain mana yang benar dan mana yang salah."
Kanaya malah mengerutkan keningnya mendengar kalimat itu, agak bingung mendengarnya.
"Kenapa dari sekian banyaknya orang yang lo kenal, lo lebih memilih menghubungi gue tadi? Bukannya kemarin lo bilang kalau kita gak saling kenal hm?" celetuk Angga. Wajahnya semakin mendekat, beneran dekat banget seakan ingin mencium wajah Kanaya.
Deg!
"Emm gue..." Kanaya jadi sedikit gelagapan mendengar pertanyaan itu.
"Kalau dipikir-pikir iya juga ya. Kenapa gue malah nelpon dia tadi, sedangkan gue awalnya kan pergi sama Riska. Terus sekarang, Riska dimana? Dia gak mungkin gak tau insiden gue di toilet tadi kan? Secara banyak banget tadi yang datang kesana, " gumam Kanaya dalam hati.
"Sorry mungkin gue reflek tadi, dan gak sempat lihat namanya dulu." cicit Kanaya berbohong, karena nyatanya, dia memang berniat menghubungi Angga tadi murni kesengajaan.
"Kak Angga jadi keganggu ya? Sorry.."
"Gak lo kan emang tanggung jawab gue." sela Angga, seakan sudah tahu apa yang ingin Kanaya ucapkan. "Gue malah seneng kalau lo mau bergantung sama gue," imbuhnya.
"Tetap aja gak seharusnya gue menghubungi lo. Selain mengganggu kesibukan lo, endingnya pasti bakalan jadi makin rumit." ucap Kanaya pelan, setelahnya langsung menunduk.
"Kalau bukan gue, terus siapa? Cowok lo?" tanya Angga sinis.
"itu jauh lebih baik, tapi sayangnya kita gak satu sekolah..."
"Lo beneran suka sama dia?" sela Angga, tiba-tiba banget hatinya terasa panas di dalam sana.
"Kenapa gak, dia co..."
Cup!
Sekali lagi, Angga kembali mencuri ciuman dari bibir Kanaya tanpa permisi, hingga dengan spontan menghentikan kalimatnya. Kali ini bukan hanya sekedar menempel, tapi bergerak beberapa detik dan menyesap bibir tipis berwarna merah muda itu, sampai membuat sang empunya melotot kearahnya.
"Putusin cowok lo. Kalau lo gak mau bilang, biar gue yang bilang sama dia!"