"Sedang Apa Kalian?"
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin Pak saja! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Baru kali ini, Tika menjejakkan kakinya di rumah Karim. Bukan berkunjung, tapi Karim mengatakan ini juga rumah Mereka berdua.
Setelah Pak Kartono, Bu Kartini dan Tama membantu Tika pindahan yang nyaris hanya membawa pakaian saja, Kini dalam rumah berukuran besar itu Tika duduk di sofa ruang keluarga dan tak sadar melamun.
"Minum dulu, dari tadi Mas lihat Kamu sibuk ngurus ini itu sampai lupa minum." Karim menyodorkan segelas air putih dingin kepada Tika.
"Makasi," Tika menerima gelas berisi air dingin yang terlihat dari dinding gelas yang mengembun.
Tak segera Tika minum, Tika justru menatap Karim. "Ada apa? Kamu mau tanya sesuatu?"
Banyak pertanyaan yang Kartika sebetulnya ingin tanyakan oada Karim. Bahkan, saking banyaknya Kartika bingung harus mulai darimana terlebih dahulu.
"Kenapa milih tinggal disini?" Kartika sudah kerumah keluarga Karim. Pertemuan singkat itu cukup membuat Kartika memiliki penilaian tersendiri akan sosok Karim.
Kartika masih tak habis pikir saja, Karim memilih tinggal dan membeli sebuah rumah yang ada dilingkungannya.
Tentu saja lingkungan tempat tinggal Mereka jauh dari kediaman orang tua Karim yanh Kartika sendiri terkejut saat dianak kesana.
Karim tak segera menjawab, Ia pindahkan dulu beberapa barang yang Kartika bawa dari rumahnya dan kini, Karim siap menjawab apapun yang akan Kartika tanyakan kepadanya.
"Masih butuh jawaban dari Mas?"
Kartika memutar kedua bola matanya malas, "Kalo gak mau jawab ya gak usah, muter-muter gak jelas!"
Karim tersenyum, "Mas cuma mau buka lembaran baru saja dan nyatanya benar, Mas dapat jodoh disini, ya Kamu."
Kartika mencebikkan bibirnya, "Gombalan Basi! Ditanya serius. Ya udah lah sakarepmu saja Mas Karim!"
"Kamu beneran mau kamar disitu?" Karim mengikuti langkah Kartika yang memasuki kamar yanh sudah dipilih Kartika sebagai tempat tidurnya.
"Justru karena ini Gue mutusin pindah dirumah Lo! Jangan bilang Lo mau modus ya karena Kita tinggal berdua aja? Gue paham jalan pikiran Lo!"
Karim tertawa, "Ya aneh sih, twoi kalo emang Kamu nyamannya begitu, Mas ikuti. Tapi kalau ada Bapak, Ibu semua keluarga Kita, Kita tetap harus terlihat seperti Suami Istri loh!" Kerlingan nakal Karim sukses membuat Kartika menimpukkan batal sofa namun naas meleset ditangkap oleh Karim.
"Asal jangan kebablasan aja kayak waktu di kantor! Rugi bandar Gue!"
"Serius? Bukannya sama-sama menikmati? Tapi Mas gak sangka sih, Kamu punya wow!" Karim kembali menghindar, kali ini meski tak tertangkap paling tidak bantal sofa tak mengenai wajahnya.
"Lo juga! Tuh Si Joni bilangin jangan baperan! Cepet banget Ng@#$*&g!"
Karim tak bisa lagi menahan tawanya. Kartika bukan gadis pemalu yang malu-malu kucing jika berbicara soal hal tabu, tapi Karim senang, "Nah tuh! Hapal banget sama kelakuan Joni! Hati-hati loh, lama-lama Kalian bakal soulmate!" Karim mengedipkan sebelah matanya, bahagia sekali menjahili Kartika yang full respon dan ekspresif.
"Idih! Ogah! Amit-amit cabang orok!" Kartika memilih menata pakaiannya ke dalam lemari dan menyusunnya rapi.
"Mau Mas bantu apalagi?" Karim berjalan mendekat namun Kartika yang mode waspada segera berbalik menghentikan langkah Karim, "Stop! Kebaca Bung gerakan Anda! Mending Bapak keluar dulu, Saya mau ganti baju! Gerah habis beres-beres! Lengket juga badan, mau mandi!"
"Bareng?"
"Ok-Ok, Saya keluar. Tapi kalau butuh sesuatu, mungkin butuh digosokin punggungnya Mas siap kok!"
Sebelum Kartika ngamuk dan melempar apapun kearah Karim, memilih keluar menghindari serangan entah apa yang jadi bahan untuk Kartika melempar.
Wajah cemberut Kartika tentu saja menjadi bahan ledekan Tama dan Bu Kartini yang sejak tadi antusias menyiapkan makan malam malah kesal dengan wajah masam Putrinya.
"Makan! Jangan cemberut gitu! Karim bisa mumet kalo lihat tampang Istrinya kayak dompet tanggung bulan begitu! Lecek banget!"
Keluarganya begitu antusias sekali, kembali datang membawakan makanan untuk Mereka dan sama-sama menyantapnya di rumah Karim.
"Tahu nih Mbak, sebagai nyonya rumah itu harus ramah. Ini cemberut terus! Mas Karim, gak sawan punya bojo modelan Mbakku yang mukanya kecut begini?"
"Gak kena!" Tama malah meledek, Kartika membalas namun tak terkejar, membuatnya semakin sebal saja.
"Aww! Bu! Lolos dari Mbak Tika gak selamet sama Ibu!"
"Duduk makanya Tam. Pecicilan aja dari tadi! Malu!" Bu Kartini sudah pasang muka mau nelen manusia hidup-hidup jika menghadapi tingkah laku Tama.
"Ayo sudah. Duduk, Tika, Tama, makan. Rim, sudah biarkan saja, ini anak berdua kalo belum Ibunya keluar Naga belum reda, ribut terus."
"Oh, jadi maksud Bapak Ibu galak?"
"Sopo toh Bu, orang Ibu itu, Istri Bapak yang cuantiknya tiada duanya. Sini duduk sebelah Bapak permaisuriku," Bisa saja Pak Kartono menjinakkan Istrinya yang sudah keluar tanduk jjka menyangkut Tika dan Tama.
Karim tersenyum, kehangatan dan kebersamaan seperti inilah yang Karim rindukan sejak lama.
Tatapan menerawang Karim, bisa Kartika tangkap dan kini Kartika memahami mengapa Karim menyukai kebersamaan Mereka yang riweuh ini.
"Rim, lusa Bapak, Pak RW sama Bapak-Bapak yang lain mau mancing, Kamu mau ikut?"
"Jangan mau Mas, palingan ngantuk barengan para sepuh!"
"Sembarangan!"
"Boleh Pak. Ikut aja Tam,"
"Okelah. Kalau Mas Karim ikut, Tama mau lah ikut juga. Gak boring kalo ada temennya."
"Loh, Bapak ini bagaimana? Katanya mau nemenin Ibu ke pasar?"
"Yah Bu, gak enak sama Pak RW, Udah didaftarin juga, ini tempat pemancingan baru, Bapak gak enak nolaknya, Pak RW yang ngajak."
"Banyak aja alesannya. Bapak sama Pak RW itu sebelas dua belas. Walaupun Bapak sih gak pernah bohong sama Ibu soal mancing, gak kayak Pak RW, bilang sama Bu RW pancingan ngakunya beli dua ratus ribu, ternyata aslinya sepuluh juta! Awas aja Bapak kalo beli mahal-mahal begitu! Tak kasih batal sama selimut, tidur diluar!"
"Loh, bukannya, pancingan Bapak," Tama mendapat kode dari Pak Kartono, dan seketika langsung diem seribu bahasa.
"Apa Tam? Kamu kongkalikong apa sama Bapak?" Mata jeli Bu Kartini segera memperhatikan keduanya.
"Enggak Bu, itu Tama pernah lihat Bapak pakai pancingan pinjem punya Pak RW, yang itu loh Tam."
"Iya Bu, mana mungkin juga Bapak bisa punya pancingan mahal kayak Pak RW, kan uang Bapak sama Ibu semua." Tama dengan sukses mendukung Sang Bapak.
Sedangkan Kartika hanya senyum-senyum saja, Ia sudah tahu alat pancing yang hampir dibocorkan Tama.
Tentu saja Bapak tak membeli sendiri alat pancing itu, Kartika yang memberikan hadiah pancingan yang mahal itu untuk Bapaknya.
Sedangkan Bu Kartini gak tahu menahu soal itu.
"Pokoknya awas aja Kalian kalo bohongin Ibu, Kamu juga Rim, jangan mau diajak sekongkol sama Bapak kalo yang aneh-aneh."
Kartika tertawa saja, "Syukur! Kena juga Kamu Mas!"
Sedangkan Karim mengangguk saja sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.