Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin Terus Bersamanya
Mencoba lebih akrab dengan kekasih. Merasa tidak puas jika pergerakan saja diawasi. Semoga saja kami bisa lebih dekat mesra lagi, sebab sudah lama tidak bertemu berduaan.
"Hai sayang, makan yuk! Aku sudah pesan pizza nih! Pasti kamu sudah laper 'kan,?" ujar Dilla yang sudah masuk keruangannya sendiri.
"Iya nih! Aku laper banget, sebab ini 'kan jam waktu makan siang," Suaraku manja menimpali omongan Dilla.
"Tapi suapi aku, ya!" imbuh kemanjaanku.
"Tentu dong, sini ... sini, sayang."
"Oke!" Bibir kumonyongkan memberikan ciuman jauh.
"Uluh ... uluh pacarku yang tampan," balik jawab Dilla.
Aku tak tahu atas respon Dilla sekarang, apakah memang rindu ingin bermanja ria padaku, atau sedang ada pengawalnya saja, sebab baru kali ini Dilla menyuapi aku makan, yang sebelum-belumnya tak pernah sama sekali. Mata sang pengawal berkali-kali melirik kearah kami dan aku tahu itu, walau kelihatan sekali matanya telah fokus ke layar gawai.
Aksinya yang jengah sempat membuat hatiku dongkol, kini akan kutirukan aksi Dio saat diriku tadi baru awal-awal masuk keruangan Dilla.
"Ya ampun, sayang. Wajah kamu kok sedikit belepotan, sih!" cakapku yang pura-pura mengelap menggunakan jari jempol, kemudian kumasukkan ke dalam mulut.
"Masak sih, sayang? Makasih, yah!" Senyuman lebar Dilla diberikan padaku.
"Ciiiieh," decih suara pengawalnya.
"Karena aku lapar, jadi semuanya ini untukku," ucap pengawal yang tiba-tiba mengambil semua pizza.
"Haaaaiiiist, Dio. Itu 'kan baru kami makan dua potong saja!" keluh Dilla.
"Habisnya kalian drama banget makan saja. Nih aku contohin makan itu kayak gimana," jawabnya yang sudah mengunyah cepat-cepat.
"Dasar pengawal rakus," hina Dilla tak senang.
"Sudah gak pa-pa, sayang. Nanti akan kubelikan lagi untukmu, dan kalau kamu masih lapar, gimana kalau kita makan diluar saja?" tanyaku mengajak.
"Nah, cowok kamu saja ngak marah dan pelit. Masak majikan sendiri pelit plus medit amat sama anak buah," sautnya berucap.
"Hiiich, kamu ini Dio. Menjawab ... menjawab, kalau majikan berbicara," kegeraman Dilla sedikit emosi.
Ternyata Dilla benci banget. Sempat salah menduga kalau dia ada rasa sama pengawal Dio.
"Sudah ... sudah, sayang. Biarkan dia mengambilnya, mungkin memang lagi lapar," jawabku pura-pura baik, walau hati sudah dongkol.
"Joan ... Joan, good! Suka sama cowok tidak pelit," ujarnya memberikan dua acungan jempol, sambil mulut sudah mengunyah penuh makan.
"Awas kamu Dio! Aku tak akan mengalah seperti ini lagi, sebab kamu akan menerima akibat perbuatan kamu hari ini. Jangan bilang hari ini aku mengalah, lalu diriku akan membiarkan kamu begitu saja. Ingatkah janjiku atas rasa tak senang yang barusan kamu torehkan," guman hati yang sedang ngedumel marah-marah.
Dengan terpaksa kali ini aku mengalah sama pengawal, dan lain kali aku tak akan membiarkannya mengganggu urusanku.
Ternyata kepolosannya tak bisa diremehkan juga, dan aku harus lebih banyak hati-hati padanya.
Acara apel sama pacar sudah selesai kujalani, dan kini akan mampir pulang kerumah keluarga besarku.
"Hey, Joan. Gimana kabar kamu, nak!" tanya papaku, yang kini ikut kumpul duduk disofa ruang tengah.
"Seperti apa yang Papa lihat sekarang! Ya, pastinya Joan baik-baik saja," jawabku.
"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja, Nak!" saut mama berucap.
"Gimana sama calon yang kamu ceritaiin kemarin? Siapa namanya Dilla apa?" tanya Mama.
"Iya, Ma. Namanya Dilla."
"Entahlah, Ma. Joan juga binggung sama dia, sebab ingin kulamar segera, tapi sepertinya dia belum siap," imbuh jawabku lesu.
"Kamu jangan menunggu dia siap, sebab perempuan itu suka laki-laki yang maju duluan, untuk mengungkapkan maksud dan tujuannya," tutur Mama memberitahu.
"Aku tahu, Ma. Tapi kayaknya Dilla ini wanita yang susah untuk diajak yang lebih serius lagi. Aku ingin lebih dekat lagi padanya, sehingga cinta kami nanti bisa menguatkan hubungan yang lebih serius," jelasku.
"Tapi sampai kapan? Umur kamu tak muda lagi. Lagian bukankah kalian sudah 5 tahun berpacaran. Itu sih bukan waktu yang sebentar untuk sama-sama mengenal satu sama yang lain," keluh beliau.
"Iya, Ma. Joan paham sekali. Tapi kalau si perempuan belum ingin, mau gimana lagj?Selain menunggunya untuk siap," ujarku.
"Baiklah, kalau itu memang menjadi keputusan kamu. Sebagai orang tua kami hanya bisa mendukung dan mendoakan saja," simbatan kepasrahan Papa.
"Iya, Pa. Nanti akan Joan pikirkan lagi apa kata kalian barusan."
"Baiklah, kami akan tunggu kabar baiknya."
Aku sebenarnya tak mau dijuluki sebagai anak tak penurut pada orang tua, hanya saja aku tak mau memaksa kehendak Dilla untuk menjadi istriku. Butuh banyak sekali pengorbanan yang harus kujalankan, agar lebih bisa meluluhkan hatinya yang terlihat masih ada sesuatu yang membeku, dan aku tak tahu apakah itu? Terlihat Dilla didepanku seperti benar-benar mencintaiku, tapi sikapnya itu sangat menunjukkan bahwa dia masih belum bisa menerimaku sepenuhnya menjadi kekasih. Aku tak mau menyerah begitu saja, sebab bagiku dialah wanita yang selalu menancap dihati dengan sejuta rasa cinta, agar mencapai kekalnya keabadiaan cinta.
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️