Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cincin itu di lihat oleh Carl
Di sebuah villa mewah, di balkon lantai tiga.
Terlihat tangan kanan dari orang yang paling berambisi mendapatkan Cincin Hitam itu sedang duduk.
Wajahnya muram karena baru saja ia di marahi oleh majikannya yang menganggap kalau ia tidak becus dalam berkerja.
Sudah selama ini namun Cincin itu masih saja belum ketemu.
"Sebenarnya dimana Cincin itu? Bahkan meskipun kami sudah sedekat ini tapi keberadaan Cincin itu belum ketemu juga!" Ia bergumam sendiri.
Kemudian ia tiba-tiba teringat akan wajah seseorang yang secara tidak sengaja ia temui di kota ini.
Yaitu wajahnya Karina.
"... Ngomong-ngomong. Aku tidak menyangka kalau nona akan muncul di sini setelah ia kabur dari tuan besar!"
"Sayang sekali aku tidak bisa membawanya kembali karena ada beberapa pihak yang membelanya yang mana tuan sendiri tidak bisa dengan bebas membawa kembali dirinya ke rumah!" Setelah merenung beberapa saat ia kemudian bangun.
Ia berjalan masuk ke arah sebuah laptop yang sudah menyala.
Di laptop itu terlihat ada email masuk dari sumber yang tidak di ketahui dan itu cukup membuatnya penasaran.
Segera ia membuka isi dari emailnya.
"Hm?..." Alis matanya seketika berkerut ketika melihat isi dari email itu.
Di sana terlihat ada fotonya Carl yang sedang berbaur dengan dengan warga biasa.
"Ini adalah orang yang terakhir kali terlihat membawa Cincin itu!" Dengan penuh rasa penasaran ia membaca pesan yang tertulis di sana.
Isi pesannya sendiri adalah wilayah tempat Carl bersembunyi sekarang yaitu di wilayah tempat pondok pesantren berada.
Tanpa banyak pikir dan tanpa penasaran sedikitpun dengan pihak yang mengirim email itu ia langsung pergi.
Semua anak buahnya langsung di panggil untuk menelusuri wilayah yang di maksud itu.
Kembali padaku yang sedang berada di sekitaran sekolah setelah pulang.
Pada waktu itu aku sedang dalam perjalanan pulang seorang diri karena dia Perempuan itu tidak ada.
Entah kemana mereka berdua hingga absen di waktu yang bersamaan.
Tapi karena mereka tidak ada jadi aku bisa sedikit merasakan ketenangan.
Langkahku santai di atas trotoar jalan dimana di sini juga ada banyak orang yang berlalu lalang. Tapi tiba-tiba saja aku menabrak seseorang secara tidak sengaja.
Bugg!!
"Ah! Maaf!" Refleks aku meminta maaf pada pria yang aku tabrak dan melihat ke arahnya yang mana ternyata orang yang aku tabrak adalah Carl.
"Tidak apa-apa, saya juga salah di sini!" Ia membalas tapi dengan wajah yang datar.
Kemudian kami membungkuk untuk mengambil barang masing-masing yang terjatuh karena tabrakan tadi.
Ketika Carl sedang mengambil barang-barangnya yaitu bahan-bahan masakan ia melihat sesuatu yang membuat matanya terbelalak.
Itu adalah Cincin Hitam yang tidak sengaja jatuh dan keluar dari wadahnya.
"Syukurlah ini tidak apa-apa. Bisa berabe kalau Cincin ini rusak, aku tidak akan sanggup menggantinya!" Aku memoles cincin itu karena takut akan rusak.
Carl dengan wajah serius kemudian bertanya padaku. "Itu milik anda!?" Dengan wajah datar ia bertanya.
"Tidak, ini bukan punya saya. Tapi seorang teman menitipkannya pada saat entah karena apa jadi untuk sekarang saya yang memegang Cincin ini!"
"Begitu ya...!" Ia mengerutkan keningnya.
Setelah itu aku lanjut berjalan pulang. "Kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum!" Ketika aku pergi Carl hanya terdiam.
Tatapannya makin lama makin tajam memperhatikan aku yang berjalan menjauh.
Niatnya ia ingin mengikutiku dari arah belakang tapi kemudian ia secara tidak sengaja melihat seseorang yang membuatnya terkejut.
"Itu orangnya!! Tangkap dia!!" Itu adalah tangan kanan dari pewaris Cincin Hitam itu yang mana mulai dari sini kita panggil saja dia Catarina.
Segera semua anak buahnya yang ada di dalam mobil mengejar Carl secara membabi-buta hingga orang-orang di sekitar di buat keheranan oleh mereka.
"Sial!!" Segera Carl berlari dengan panik hingga barang-barang ia lempar begitu saja.
Ia lari ke gang yang sempit kemudian melakukan parkour ketika ada tembok tinggi yang menghalangi jalannya.
Tentu saja orang-orang yang mengejar juga adalah orang-orang yang terlatih yang langsung bisa mengikuti gerakan Carl.
Entah apa yang akan terjadi pada Carl setelah ini tapi sejenak kita berpindah ke tempat di mana Karina dan Devina berada.
Keduanya melakukan pertemuan di atas sebuah gedung tinggi.
Di atas sana hanya ada mereka berdua saja yang duduk di satu meja bersama.
Tatapan keduanya begitu tajam dan penuh kewaspadaan pada satu sama lain, karena jika salah satu dari mereka lengah sedikit saja itu akan jadi kesempatan untuk yang lainnya bertindak.
"Aku rasa tidak perlu lagi kita basa-basi di sini karena aku yakin baik kau maupun aku telah menemukan identitas kita masing-masing!" Ucap Karina.
Devina pun tersenyum.
"Jadi apa yang mau kamu lakukan sekarang. Nona besar Karina!?" Tanya Devina dengan nada bicara yang seakan meremehkan Karina. Padahal sejujurnya ia melakukan itu hanya agar terlihat kuat.
"Tenang saja. Aku tidak akan melakukan apa-apa karena kita memiliki latar belakang yang sama jadi akan buang-buang tenaga jika kita berperang!"
"Aku mengundangmu datang ke sini hanya untuk membuat kesepakatan denganmu!" Alis mata Devina langsung tertekuk.
"Tidak aku sangka anak dari orang angkuh itu akan mau membuat kesepakatan denganku...!" Tiba-tiba saja raut wajah Karina menjadi gelap.
Ia marah ketika nama hubungannya dengan ayahnya di sebut.
Dan itu di sadari jelas oleh Devina.
"Oke, oke. Aku minta maaf soal itu. Sekarang berhenti menatapku dengan tatapan yang menyeramkan begitu karena itu menakutkan!"
"Jadi kesepakatan seperti apa yang mau kamu buat!?" Devina mulai memasang wajah serius di sini.
Ia melipat kedua tangannya di dada dan bersandar.
"Kesepakatanku hanya satu. Yaitu aku minta bantuanmu untuk melindungi Raihan dari orang-orang yang mengincar Cincin Hitam itu!" Baik ekspresi maupun nada bicaranya terlihat sangat serius.
"Kalau itu aku tidak masalah karena aku sedari awal memang mau melindungi Raihan!"
"Tapi apa keuntungannya untukku kalau aku melindungi cincinnya juga?!"
"Kau tahu kan kalau aku mau aku bisa saja melemparkan Cincin itu ke orang-orang yang mengincarnya agar Raihan tidak lagi di incar!" Karina mengangguk pelan. "Aku tahu itu!"
"Maka dari itu aku akan menawarkan kesepakatan jangka panjang antara kita berdua!" Pembahasan di sini mulai menjadi penuh serius.
Intinya jika mereka berhasil dalam kerjasama ini mereka tidak hanya akan berdamai tapi juga akan saling membantu.
Itu adalah perjanjian yang mereka buat setelah berbincang selama beberapa saat.
"Baiklah. Aku rasa kerjasama ini akan menguntungkanku karena aku memang butuh dukungan untuk sekarang ini!"
"Jadi... Aku harap kau tidak berkhianat setelah tujuan kesepakatan ini tercapai!" Devina langsung mengulurkan tangannya.
Begitu juga dengan Karina sambil membalas perkataan Devina tadi. "Penggal kepalaku kalau aku berkhianat!"
"Aku rasa kau punya kemampuan untuk itu bukan!?" Keduanya sama-sama tersenyum tapi bukan senyaman ramah.
Itu hanya senyuman karier dan di balik senyuman itu mereka berdua sama-sama punya niatan tersembunyi.
Entah apakah kesepakatan mereka akan membuahkan hasil baik atau tidak. Itu semua benar-benar tidak bisa di tebak.
"Baiklah. Karena sudah tidak ada lagi yang perlu di bicarakan aku akan pergi dulu untuk mengunjungi calon mertuaku!" Devina pergi duluan.
Sementara Karina yang tadinya mau pergi tiba-tiba tertahan ketika ia mendapatkan panggilan.
"Ada apa!?..." Alis matanya berkerut setelah mendengar perkataan orang yang bicara di telepon.
Entah apa yang di dengar Karina tapi setelah itu ia langsung berlari dengan tergesa-gesa.