reeva dipaksa menikahi seorang pria dewasa penerus grup naratama, kehidupan reeva berubah 180°, entah kehidupan bagaimana yang akan reeva jalani.
dukung karya saya yah 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ewie_srt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga puluh satu
Setelah kejadian malam itu, keesokan harinya birru kembali menghilang dari rumah, reeva benar-benar kecewa, hatinya merasa sakit digantung seperti ini. Reeva ingin kejelasan, apakah rumah tangga ini akan diteruskan atau diakhiri.
Hari keberangkatan reeva ke perancis juga semakin dekat, seandainya saja birru menahannya malam itu, reeva akan memilih tinggal dan menjadi istri sepenuhnya untuk birru, namun laki-laki itu, tiba-tiba saja menghilang, dan itu sangat menyakiti hati reeva.
5 hari sudah pria itu pergi tanpa pamit darinya, beritanya selama 5 hari ini juga tak ada sama sekali, reeva duduk termenung di taman samping memandangi kupu-kupu yang berterbangan di sekitar bunga-bunga yang merekah indah. Namun benak reeva sungguh dipenuhi segala hal yang terjadi belakangan ini.
Sebenarnya, apakah dirinya memiliki arti bagi pria itu, ia hanya memiliki 2 hari lagi untuk membicarakan kelanjutan rumah tangga mereka ini.
Reeva masih duduk termenung memeluk lututnya yqng diangkat ke atas kursi, ketika bu normah memanggilnya dengan wajah sedikit cemas.
"neng..tuan birru sudah pulang"
Bagai mendengar sebuah berita yang sangat ia nanti-nantikan, wajah cantiknya cerah seketika, reeva dengan lincah meloncat dari kursi tempat ia duduk mencangkung tadi.
Reeva berlari kecil, diiringi tatapan iba dari buk normah.
Langkah reeva terhenti seketika, di ruang tengah ia melihat birru duduk di sofa dengan seorang wanita yang sangat cantik bersandar di lengannya dengan mata yang saling terpejam. Dada reeva bergemuruh hebat, pemandangan itu membuat hatinya sakit. Reeva meremas dadanya, sungguh reeva cemburu.
"birru..." panggil reeva, dan panggilan itu membuat 2 orang yang sedang terpejam itu, membuka matanya perlahan. tatapan reeva penuh tanya dan selidik, namun terlihat birru tidak memperdulikan keingintahuan reeva.
Pria itu kembali memejamkan matanya malas, sementara wanita yang bersandar di lengan birru, sama sekali tak bergeming, ia hanya mengamati reeva dari atas ke bawah dengan tatapan sepele.
"kamu menikahi bocah, birru..." ujar wanita itu, dan suaranya terdengar merdu
"semakin hari seleramu semakin aneh saja"
Reeva mengerutkan keningnya tak suka, ucapan wanita dihadapannya itu terdengar sangat melecehkan.
"birru! Aku ingin bicara" suara reeva terdengar tegas, memaksa birru membuka matanya kembali, menatap reeva dengan datar dan dingin.
Tatapan itu, sungguh..tatapan birru itu membuat reeva tersentak, sejak mereka bertemu dari awal pernikahan pun birru tidak pernah memberi tatapan sedingin ini kepadanya.
Jujur hati reeva sakit, sakit sekali. Ternyata selama ini ia hanya berharap sendirian, ternyata selama ini reeva hanya sendirian memiliki rasa ini.
Padahal reeva sudah memutuskan akan menolak beasiswa ke perancis itu, jika birru memintanya. Hati reeva serasa di cubit, cara birru menatapnya membuat reeva sadar, bahwa selama ini rasa di hatinya ternyata bertepuk sebelah tangan. Birru bangkit dengan malas, kedua tangannya berada di saku celana. sementara wanita cantik yang duduk bersandar di lengan birru tadi, sudah menegakkan tubuhnya, duduk dengan anggunnya.
"kamu mau bicara apa?" mata birru masih menatap malas, ke arah reeva yang berdiri terdiam. Belum sempat reeva menjawab, mata birru beralih ke buk normah yang keluar dari kamar tamu,
"bawa barang nyonya vania ke kamar tamu bik"
Reeva menoleh, menatap buk normah yang terlihat sedih menatapnya, lagi-lagi hati reeva serasa tercabik. Ia merasa dirinya seperti tak ada arti, hati reeva berdesir nyeri, tanpa memperdulikan birru yang berdiri di depannya dan juga wanita cantik yang memandangnya angkuh, reeva beranjak meninggalkan ruangan itu. Reeva ingin menangis, namun ia berusaha keras menahannya. Pria itu, birru memang tidak pernah menganggapnya ada, ia membawa cinta pertamanya ke rumah, sementara reeva masih menjadi istrinya.
Reeva berusaha tenang, ia meninggalkan birru dan wanita itu. Reeva ingin mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa ke perancis, saat ini tekad reeva sudah bulat, tanpa seijin birru, reeva akan tetap pergi.
Tanpa sepengetahuan reeva, birru mengikutinya dari belakang tanpa suara.
"kamu bilang mau bicara denganku!" tegur birru mengagetkan reeva, pintu kamarnya sudah terbuka, reeva menoleh ke belakang.
"tadinya iya, tapi sekarang tidak lagi" jawab reeva tak kalah dinginnya.
"aku mau membereskan semua barang yang akan aku bawa ke perancis lusa"
Birru memicingkan matanya tak suka, hatinya tersinggung mendengar nada bicara reeva yang dingin. Dan apa, gadis itu akan pergi tanpa menunggu ijinnya.
"kamu tetap akan pergi, walau aku tidak akan mengijinkanmu?"
Reeva mengangguk mantap,
"iya"
"reeva..." suara birru terdengar meninggi, alisnya sebelah terangkat, birru terlihat menahan marah.
"apamenurutmu rumah tangga kita tak penting?apakah menurutmu hal sepenting itu tak perlu menunggu ijin dariku?"
"apakah kamu meminta ijinku, membawa cinta pertamamu itu kerumah ini?, apakah kamu pernah menganggapku sebagai istrimu?"tanya reeva balik, matanya menatap tajam tepat ke mata abu-abu birru yang terlihat terhenyak.
"aku bukan siapa-siapa bagimu, lantas mengapa aku harus menganggapmu sesorang yang berarti dalam hidupku"
Ucapan reeva itu sangat menohok ke hati birru, gadis itu melangkah mengemasi pakaiannya, mengeluarkan dari lemari dan memasukkan ke kopernya tanpa memperdulikan kehadiran birru.
Birru menutup pintu kamar reeva dengan kasar, suara pintu yang dibanting itu, tidak membuat reeva bergeming. Gadis itu tetap tenang mengemasi pakaiannya.
"begitu kamu meninggalkan rumah ini, aku anggap kita tidak memiliki hubungan apapun lagi"
"hhhhhhhh..." dengus reeva kasar, tawa sumbang terdengar dari mulutnya.
"dari awal kita memang tidak memiliki hubungan apapun, mengapa aku harus perduli?"
"reeva...." potong birru cepat, matanya menatap nanar. Mengapa gadis ini terlihat begitu tidak perduli padanya, apakah dia tahu sejak malam kejadian itu, birru hampir mati menahan rindu dan keinginan menggebunya kepada reeva.
Reeva menatap tajam, menelisik mata elang birru yang terlihat marah.
"bukankah aku sudah minta cerai darimu!, bukankah itu berita baik untukmu?"
"apa maksudmu?" tanya birru tak yakin, sebenarnya ia sudah bisa membaca arah pembicaraan reeva, pasti ini tentang vania.
"aku tahu birru, kamu masih mencintai wanita dibawah sana!, sejak pertama kali aku mendengar nama itu dari bibirmu, sejak itu kamu berubah, aku tidak keberatan untuk berlalu dari hidupmu..." ujar reeva terlihat tenang, namun kepalanya menunduk sangat dalam.
"lagian aku sudah terbiasa di tolak dimanapun aku berada, aku memang tidak seberharga itu" gumamnya sendu.
Birru tersentak, gumaman reeva memang lirih namun ia masih bisa mendengarnya.
"tapi jangan khawatir birru, aku akan berlalu dari hidupmu dengan tenang dan tidak akan berisik, hanya kumohon jangan batalkan beasiswaku ke perancis, aku akan berusaha sebaik-baiknya agar bisa lulus di sana" suara reeva terdengar riang, lebih tepatnya diriang-riangkan, sembari tetap berusaha terlihat tenang mengemasi buku-buku kuliahnya.
"kamu ngomong apa sih?" tanya birru dengan nada suara yang semakin meninggi,
"vania tidak ada urusannya dengan urusan kita saat ini?, aku tidak akan mengijinkan kamu pergi reeva, saat ini aku masih suami kamu, dan kamu harus patuh padaku!"
"kenapa hanya aku yang harus mendengarmu?, mengapa kamu tidak anggap aku istrimu, saat kamu membawa wanita itu untuk tinggal disini?"
"vania hanya sementara tinggal di sini, sampai ia menemukan tempat tinggal yang layak untuknya" sahut birru cepat, senyum sinis reeva terlihat di wajah cantiknya itu mendengar jawaban klise birru.
"maaf birru...aku tidak perduli..." ujar reeva terdengar dingin, namun sudut matanya terlihat berembun. Kini reeva semakin sadar ternyata ia memang tidak memiliki sedikitpun arti bagi birru.
"reeva...." birru mencengkeram pundak reeva, gadis itu memalingkan wajahnya, ia tak mau birru melihat air matanya yang hampir jatuh.
"dengarkan aku dulu"
"tidak perlu birru.." tolak reeva tegas, ia melepaskan dirinya dari cengkeraman birru berlari masuk ke dalam kamar mandi, tanpa menoleh sedikitpun ke arah pria itu.
Reeva ingin menumpahkan sesak di hatinya, tempat teraman satu-satunya saat ini adalah kamar mandi.
Bersambung...