Wu Lan Cho, adalah sebuah Negeri yang sangat penuh dengan misteri, pertumpahan darah, perebutan kekuasaan. salah satu kekaisaran yang bernama Negeri Naga yang di pimpin oleh seorang Kaisar yang sangat kejam dan bengis, yang ingin menguasai Negeri tersebut.
Pada saat ini dia sedang mencari penerusnya untuk melanjutkan tekadnya, dia pun menikahi 6 wanita berbeda dari klan yang mendukung kekaisarannya. dan menikahi satu wanita yang dia selamatkan pada saat perang di suatu wilayah, dan memiliki masing-masing satu anak dari setiap istrinya.
Cerita ini akan berfokus kepada anak ketujuh, yang mereka sebut anak dengan darah kotor, karena ibunya yang bukan seorang bangsawan. Namanya Wēi Qiao, seorang putri dengan darah gabungan yang akan menaklukan seluruh negeri dengan kekuatannya dan menjadi seorang Empress yang Hebat dan tidak ada tandingannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Tak Di Undang
Pagi itu, sinar matahari menembus celah pepohonan di belakang Kastil Kaki Naga Langit. Embun masih menempel di dedaunan, sementara hawa dingin pagi bercampur dengan semangat dari tiga puluh dua orang yang sudah berdiri rapi di lapangan latihan.
Di barisan depan berdiri Wēi Qiao, dengan rambut panjangnya yang diikat sederhana, tangan bersedekap di dada, menatap tajam seluruh kelompoknya. Di belakangnya, tujuh pemimpin setia sudah siap: Huang Jianwu, Chen Haoran, Han Yoran, Shen Jianguo, Wuan Ce, Liang Riu, dan Xiao Yin. Sedangkan di hadapan mereka, anggota dari klan menengah dan bawah berdiri dalam barisan panjang, wajah-wajah penuh tegang, gugup, tapi juga antusias.
[Wēi Qiao] : Hari ini… kita akan menyusun formasi baru. Kita berjumlah tiga puluh dua orang. Itu berarti… kita harus membagi diri ke dalam kelompok yang lebih kecil agar latihan lebih terfokus.
Suara Wēi Qiao menggaung di udara pagi. Para anggota saling melirik, menunggu keputusan selanjutnya.
[Wēi Qiao] : Aku akan memimpin satu kelompok. Sisanya akan dipimpin oleh tujuh pemimpin kalian—Jianwu, Haoran, Yoran, Jianguo, Wuan Ce, Liang Riu, dan Xiao Yin. Setiap kelompok akan berisi delapan orang. Dengan begitu, latihan bisa berjalan lebih cepat, lebih efektif, dan lebih disiplin.
Bisik-bisik kecil terdengar. Beberapa anggota tampak lega karena akhirnya mereka punya struktur yang jelas, sementara yang lain terlihat cemas membayangkan siapa yang akan jadi pemimpin mereka.
[Huang Jianwu] : (tersenyum sambil menepuk dada) Jangan khawatir! Kalau ikut aku, latihan kita akan lebih banyak tertawa!
[Wuan Ce] : (menatapnya dingin) …Dan kalau ikut aku, jangan harap bisa santai. Aku tidak butuh lelucon, aku butuh hasil.
[Han Yoran] : (menggoda dengan nada manja) Wah, kalau ikut aku… mungkin kalian harus tahan dengan ocehan manisku setiap pagi. Siap-siap jatuh hati ya~
Beberapa anggota langsung tertawa, ada juga yang tersipu malu. Sementara Xiao Yin hanya menunduk sambil menarik napas panjang, wajahnya memerah karena jelas Han Yoran melirik padanya saat bicara.
Pembagian kelompok pun dilakukan. Wēi Qiao membacakan nama-nama dengan tenang, lalu menyuruh mereka berpindah ke sisi masing-masing. Tak lama, lapangan belakang yang tadinya satu barisan panjang kini terbagi menjadi delapan formasi kecil, masing-masing dipimpin oleh satu orang.
Namun setelah pembagian selesai, wajah Wēi Qiao mengeras. Ada sesuatu yang membuatnya tidak tenang. Dengan hitungan sederhana, ia sadar bahwa jumlah mereka masih belum cukup untuk menghadapi Ujian Tahap Ketiga.
[Wēi Qiao] : (dalam hati) …Tiga puluh dua orang. Masih kurang.
Dan saat itu juga, suara yang hanya bisa ia dengar muncul kembali di dalam kepalanya.
[Micro Bots] : Tuan, dengan jumlah ini… kalian akan kesulitan. Formasi ujian tahap ketiga membutuhkan keseimbangan penuh. Angka ini tidak mencukupi.
[Wēi Qiao] : (berdiri kaku, wajah tetap dingin, tapi suara batinnya tajam) Aku sudah tahu itu. Jangan ulangi lagi seakan-akan aku tidak bisa berhitung.
[Micro Bots] : Tetapi waktu kalian terbatas, Tuan. Ujian akan dimulai dalam lima hari. Jika Tuan tidak segera menambah anggota, strategi kelompok akan runtuh bahkan sebelum diuji.
[Wēi Qiao] : Hhh… Kau selalu menyuarakan kecemasanmu dengan cara yang menjengkelkan.
[Micro Bots] : Aku hanya menjalankan fungsiku, Tuan. Jika Tuan terus menunda, aku khawatir—
[Wēi Qiao] : (memotong) Cukup! Aku akan mencari jalan. Tidak perlu kau ingatkan lagi seperti burung gagak yang terus berkicau.
Micro Bots terdiam sebentar, lalu menjawab dengan nada datar.
[Micro Bots] : Baik, Tuan. Aku akan menunggu keputusanmu. Tetapi ingatlah, waktu tidak akan menunggu siapa pun.
Wēi Qiao menutup mata sebentar, menarik napas dalam. Dari luar, tak ada satu pun yang menyadari “perdebatan” yang baru saja terjadi di dalam kepalanya. Namun hatinya semakin berat: hanya lima hari tersisa, dan jumlah mereka masih kurang.
Setelah pembagian selesai, suara langkah kaki memenuhi lapangan belakang Kastil Kaki Naga Langit. Delapan kelompok kecil mulai bergerak menuju sudut-sudut yang sudah ditentukan, masing-masing dipimpin oleh para pemimpin mereka.
Wēi Qiao berdiri di tengah, tangannya terlipat di dada, tatapannya tajam menyapu seluruh lapangan. Ia ingin melihat bagaimana para pemimpinnya melatih dengan gaya mereka sendiri.
---
Kelompok Huang Jianwu
Huang Jianwu berdiri tegak di depan tujuh anggota barunya. Ia tersenyum lebar, lalu mengibaskan tangannya.
[Huang Jianwu] : Baiklah! Hari ini aku tidak akan membebani kalian dengan aturan yang rumit. Kita mulai dengan pemanasan sederhana. Angkat kaki! Lompat ringan! Ingat, tubuh yang lentur lebih penting daripada otot yang kaku.
Para anggota menurutinya. Jianwu berlari kecil sambil sesekali bertepuk tangan memberi semangat.
[Huang Jianwu] : Bagus! Begitu! Jangan takut terlihat bodoh. Ingat, yang terkuat bukanlah yang paling galak, melainkan yang paling bisa bertahan sampai akhir!
Suasananya ringan, penuh tawa. Beberapa anggota bahkan lebih rileks saat berada di bawah Jianwu.
---
Kelompok Wuan Ce
Berbeda jauh, suasana kelompok Wuan Ce kaku seperti baja. Ia berdiri dengan tangan di belakang punggung, matanya dingin menatap tujuh orang di depannya.
[Wuan Ce] : Berdiri lurus. Tarik napas. Buang. Ulangi.
Anggotanya buru-buru menuruti. Nafas mereka terdengar berat, tapi Wuan Ce sama sekali tidak memberi toleransi.
[Wuan Ce] : Terlalu cepat. Ulangi. Kalian… masih seperti anak-anak yang belajar berjalan. Jika pernapasan saja tidak bisa kalian kendalikan, bagaimana kalian akan bertahan di ujian nanti?
Suara dinginnya membuat anggota kelompok terdiam, wajah mereka tegang. Tidak ada satu pun yang berani bercanda.
---
Kelompok Han Yoran
Berbeda total lagi, Han Yoran malah memperlakukan latihannya seperti sebuah permainan. Ia duduk santai di atas batu besar sambil mengibas-ngibaskan kipas lipatnya.
[Han Yoran] : Ayo, gerakan jurus pertama! Eh, jangan tegang begitu. Kalau wajah kalian kaku begitu, jurus kalian juga kaku! Hehe~
Ia melompat ringan, lalu mencontohkan jurus dengan lentur, namun ekspresinya sengaja dibuat berlebihan seperti aktor panggung.
[Han Yoran] : Begini lho! Anggap saja kalian sedang menari. Bayangkan ada lawan di depan, tapi lawan itu jatuh cinta pada setiap gerakan kalian.
Para anggota tertawa geli, meski tetap mencoba mengikuti. Suasana kelompok Yoran penuh canda, tapi tetap serius ketika ia tiba-tiba menghentikan mereka.
[Han Yoran] : Hei! Kamu, tanganmu terlalu kaku. Kalau jurusmu seperti itu, pedangmu akan terpental sebelum mengenai lawan. Ulangi—dan kali ini bayangkan kamu ingin menawan hati seseorang.
Seisi kelompok kembali tertawa, tapi mereka jadi lebih rileks.
---
Kelompok Xiao Yin
Di sisi lain, Xiao Yin masih tampak kaku. Ia menatap tujuh anggotanya dengan wajah serius, tapi suaranya agak gemetar.
[Xiao Yin] : E-ehm… baik, kita… kita mulai dengan kuda-kuda dasar dulu. Letakkan kaki kanan ke depan… lebih lebar lagi… ya, begitu.
Anggotanya berusaha meniru. Beberapa tampak bingung, tapi Xiao Yin perlahan mengoreksi satu per satu dengan sabar. Meski awalnya malu-malu, lama-lama ia mulai lancar berbicara.
[Xiao Yin] : Ingat, dasar adalah segalanya. Jangan remehkan kuda-kuda. Jika kaki kalian goyah, jurus sehebat apa pun akan runtuh.
Para anggota mulai mengangguk serius. Meski Xiao Yin tidak seceria Jianwu atau Yoran, kehangatan dalam koreksinya membuat mereka merasa dihargai.
---
Kelompok lainnya
Chen Haoran melatih dengan disiplin ala militer: tegas, lugas, setiap gerakan dihitung keras-keras.
Shen Jianguo mengajarkan dengan gaya akademis: menjelaskan teori, dasar-dasar tenaga dalam, lalu menyuruh murid mengulangi sampai paham.
Liang Riu lebih santai, tapi diam-diam teliti: ia jarang bicara, namun matanya tajam mengawasi dan langsung turun tangan memperbaiki gerakan jika salah.
---
Sementara itu, Wēi Qiao mengamati dari jauh. Matanya bergantian menatap tiap kelompok. Ada tawa, ada teguran, ada teriakan, ada keheningan yang menegangkan. Semua berbeda, tapi baginya… ini semua adalah warna yang harus dipadukan.
Namun sekali lagi, suara familiar muncul di dalam kepalanya.
[Micro Bots] : Tuan, hasil ini bagus… tapi tetap tidak cukup. Formasi mereka tidak akan lengkap tanpa jumlah yang tepat.
[Wēi Qiao] : (dalam hati, menahan amarah) Aku tahu. Jangan ganggu penglihatanku sekarang.
[Micro Bots] : Aku hanya mengingatkan. Kalian punya lima hari. Empat, jika dihitung dengan persiapan.
[Wēi Qiao] : …Diamlah. Biarkan aku berpikir dengan caraku sendiri.
Ia menarik napas panjang, lalu menatap langit biru di atasnya. Dalam hati, ia sadar waktu semakin menipis. Tapi untuk saat ini, ia harus memastikan satu hal: setiap orang di lapangan ini harus tumbuh lebih cepat dari yang mereka bayangkan.
Wēi Qiao berdiri di sisi lapangan, memperhatikan dari jauh bagaimana kelompok-kelompok kecil yang ia bentuk sedang berlatih. Suara teriakan latihan, dentingan senjata kayu, dan hentakan kaki terdengar ramai.
Namun tiba-tiba… hembusan angin dingin menyapu punggungnya. Bukan angin biasa. Ini seperti hawa tajam yang ingin merobek kulitnya.
Naluri waspada Wēi Qiao langsung bekerja. Dalam sekejap tubuhnya menghilang dari tempat ia berdiri.
Ketika ia muncul kembali, ia sudah berdiri di depan gerbang barat lapangan. Dari balik kabut tipis pagi itu, segerombolan besar orang melangkah masuk dengan langkah serentak.
---
[Micro Bots] : Tuan, jumlah terdeteksi: tujuh puluh dua orang. Formasi mereka rapi, ancaman tinggi. Apakah akan memanggil pasukanmu?
[Wēi Qiao] : (dalam hati, dingin) “Tidak. Jangan ganggu mereka. Biarkan kelompokku tetap berlatih. Ini urusanku.”
---
Tatapannya segera terhenti pada satu sosok di barisan paling depan. Tubuh tinggi tegap dengan pakaian tempur hitam, garis merah menyala di sepanjang bahu, rambut panjang terikat rapi. Wajahnya tenang, namun senyuman tipis di bibirnya justru membuat bulu kuduk berdiri.
Itu adalah Wēi Hanfeng — kakak kelima yang namanya selalu menghantui masa kecilnya.
---
[Wēi Hanfeng] : “Ah, akhirnya… adik manis. Ternyata kau benar-benar ada di sini. Kakakmu sudah lama menunggu saat ini.”
Suara Hanfeng menggema keras, menyapu seluruh lapangan. Meski kelompok Wēi Qiao masih berlatih di ujung lapangan, beberapa di antara mereka mulai melambatkan gerakan, menyadari aura aneh yang menyelimuti tempat itu.
[Wēi Hanfeng] : “Hari ini… aku akan mengalahkanmu, adik manis. Dan setelah itu, aku akan mengoyak setiap orang yang bersembunyi di belakangmu. Aku akan membuat mereka sadar bahwa berlindung padamu hanyalah sebuah kesalahan.”
---
Wēi Qiao berdiri tegak, wajahnya mengeras. Rahangnya menegang, urat di pelipisnya menonjol. Matanya berkilat penuh amarah. Angin yang berputar di sekitarnya mengangkat ujung rambut dan pakaian, seolah bumi sendiri bersiap menyaksikan duel berdarah.
[Wēi Qiao] : “Hanfeng… jika kau berani menyentuh mereka, aku pastikan kau tidak akan pernah melangkah keluar dari tempat ini dengan tubuh utuh.”
Ia merendahkan tubuhnya, memasang kuda-kuda. Tangan kiri condong ke depan, tangan kanan tertekuk di sisi pinggang, siap meluncurkan serangan.
---
[Micro Bots] : Tuan, tekanan aura lawan meningkat. Disarankan bertahan.
[Wēi Qiao] : “…Diam. Aku tidak akan mundur.”
---
Wēi Hanfeng terkekeh, lalu merentangkan kedua tangannya.
[Wēi Hanfeng] : “Hahaha… lihatlah kau sekarang. Adik manis yang dulu hanya tahu menangis ketika terjatuh, kini berani menantangku? Menarik… sangat menarik.”
Aura merah pekat meledak dari tubuhnya, membentuk pusaran yang menghantam tanah hingga retak. Dari kejauhan, kelompok-kelompok latihan berhenti, senjata mereka terhenti di udara, menatap ngeri ke arah lapangan depan.
[Wēi Hanfeng] : “Baiklah, tunjukkan padaku. Sampai sejauh mana kau bisa berkembang. Atau… buktikan pada mereka semua bahwa kau masih sama—beban yang tak berarti.”
---
Wēi Qiao hanya menatap lurus. Nafasnya teratur meski jantungnya berdentum kencang. Ketegangan di udara semakin menebal, hingga orang-orang di kejauhan merasa seperti dadanya dihantam batu besar.
[Micro Bots] : Tuan… deteksi pergerakan. Serangan pertama akan datang. Pilih pertahanan atau serangan balik?
Wēi Qiao memejamkan mata sesaat, lalu membukanya kembali dengan tatapan tajam.
[Wēi Qiao] : “…Serangan balik.”
Hawa ledakan aura menyapu seluruh lapangan. Tanah pecah, debu berhamburan. Di detik berikutnya, kedua sosok itu menghilang, meninggalkan benturan energi yang membuat semua orang berteriak kaget.
To be continued…
Lanjuuuuutttt