NovelToon NovelToon
Immortality Through Suffering

Immortality Through Suffering

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:25.3k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di desa terpencil yang bahkan tidak tercatat di peta, Xu Hao lahir tanpa bakat, tanpa Qi, dan tanpa masa depan. Hidupnya hanyalah bekerja, diam, dan menahan ejekan. Hingga suatu sore, langit membeku… dan sosok berjubah hitam membunuh kedua orang tuanya tanpa alasan.

Dengan tangan sendiri, Xu Hao mengubur ayah dan ibunya, lalu bersumpah. dendam ini hanya bisa dibayar dengan darah. Namun dunia tidak memberi waktu untuk berduka. Diculik perampok hutan dan dijual sebagai barang dagangan, Xu Hao terjebak di jalan takdir yang gelap.

Dari penderitaan lahirlah tekad. Dari kehancuran lahir kekuatan. Perjalanan seorang anak lemah menuju dunia kultivasi akan dimulai, dan Xu Hao bersumpah, suatu hari, langit pun akan ia tantang.


Note~Novel ini berhubungan dengan novel War Of The God's.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jalan Sesat Yang di Benci Surga

Xu Hao yang masih mencerna ucapan Ling’er merasa pikirannya semakin dipenuhi pertanyaan. Sorot matanya menajam, lalu ia berkata dengan penuh rasa ingin tahu. “Kalau begitu… mengapa nona yakin bahwa dirimu adalah giok esensi jiwa yang dimaksud pria tua berpakaian Konfusianisme itu?”

Ling’er menoleh padanya, tersenyum samar, tetapi tidak menjawab. Senyum itu indah, namun justru membuat Xu Hao semakin gelisah karena ia seolah sedang menyimpan rahasia yang tak dapat disentuh siapa pun. Sesaat kemudian tatapan Ling’er menjadi kosong, seperti menembus waktu dan ruang, hingga wajahnya tenggelam dalam kenangan lama yang jauh di masa silam.

Dua ratus tahun yang lalu.

Alam rahasia masih diselimuti kabut tebal yang menyelimuti lembah dan pegunungan, sementara di dalam sebuah gua kuno, Ling’er sedang tertidur panjang dalam bentuk manusianya. Rambut hitamnya terhampar bagaikan arus sungai, tubuhnya memancarkan cahaya samar dari darah Serigala Mistis yang berkilauan seperti bintang. Namun tidurnya terusik ketika ruang di luar gua bergetar. Sebuah pecahan ruang terbuka di pegunungan timur benua Qiyuan, dan di depan celah itu seorang pria muda tersedot masuk.

Pria itu tampan dengan wajah tenang, pakaiannya bergaya Konfusianisme yang sederhana namun memancarkan wibawa. Ia tidak bermaksud masuk, namun pusaran ruang membawanya hingga jatuh di hadapan gua tempat Ling’er beristirahat.

Ling’er yang terusik terbangun, dan amarahnya seketika meledak. Tubuhnya bergetar, aura Serigala Mistis keluar, menggetarkan dinding gua. “Berani sekali manusia asing masuk ke wilayahku!” Dengan gerakan cepat, cakarnya terhunus, serangan demi serangan diarahkan pada pria itu.

Namun sepanjang pertarungan, pria itu tidak menunjukkan niat jahat. Gerakannya halus, lebih banyak menghindar daripada menyerang. Di sela-sela itu ia berkata, “Nona, aku tidak berniat mengganggumu. Aku hanya terjebak dalam pecahan ruang dan terbawa ke sini. Aku mohon, dengarkan dulu penjelasanku!”

Amarah Ling’er perlahan mereda, meski matanya tetap tajam. Ia berhenti menyerang, berdiri anggun di hadapan pria itu dengan napas teratur. Setelah obrolan singkat, akhirnya ia percaya bahwa kehadiran pria itu memang bukan kehendak dirinya.

Mereka pun mulai berbicara di dalam gua. Hari berganti tanpa terasa, perbincangan semakin panjang. Ling’er, yang awalnya dingin, perlahan membuka hatinya. Ia menceritakan tragedi besar klan Serigala Mistis yang dimusnahkan oleh para dewa kuno dan buddha, juga pesan terakhir ayahnya yang menyuruhnya melahirkan banyak keturunan demi kelangsungan darah Serigala Mistis.

Mendengar itu, pria muda tersebut menatapnya dengan sungguh-sungguh. Dengan nada tulus ia berkata, “Kalau begitu… biarkan aku yang membantumu. Aku bersedia menjadi pasanganmu untuk melanjutkan keturunan.”

Ling’er terdiam, lalu tersenyum tipis. Senyum itu indah, namun penuh penolakan. “Tidak. Aku hanya mau melakukannya dengan orang yang benar-benar kucintai. Dan ada satu syarat lain yang tak bisa ditawar. Orang itu harus memiliki jiwa murni seorang petarung. Hanya dengan begitu, anak-anakku akan lahir dengan bakat bawaan tempur yang luar biasa.”

Pria itu sedikit terkejut, lalu tersenyum dengan percaya diri. “Aku sangat kuat. Bukankah itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku memiliki jiwa murni seorang petarung?”

Ling’er menggeleng. Matanya bersinar tajam seolah mampu menembus inti jiwa lawan bicaranya. “Kekuatan tidak menentukan kemurnian jiwa. Bahkan seorang bayi yang baru lahir pun, jika takdir dan alam menghendaki, dapat terlahir dengan jiwa murni seorang petarung. Itu adalah anugerah, bukan sesuatu yang bisa dipaksakan dengan kekuatan semata.”

Pria itu terdiam, lalu tersenyum pasrah. Perbincangan mereka berlanjut semakin dalam, hingga akhirnya mengikat sebuah janji. Ling’er meminta sesuatu yang sangat penting kepada pria itu. Meskipun berat, pria itu menyanggupi, namun dengan sebuah syarat.

“Satu keturunanmu harus menikah dengan satu keturunanku di masa depan. Itulah balasan yang kuinginkan.”

Ling’er tertegun, namun akhirnya mengangguk. “Baik, aku setuju.”

Setelah saling menyetujui janji itu, Ling’er membuka celah spasial dengan kekuatan darah Serigala Mistis. Pria itu bersiap pergi, namun sebelum melangkah, ia menoleh untuk terakhir kalinya. Tatapannya mengandung sesuatu yang sulit dijelaskan.

“Kau sangat cantik, Ling’er, dan aroma tubuhmu begitu manis. Aku yakin setiap pria yang melihatmu akan kehilangan kendali. Kau bagaikan giok esensi jiwa yang… ah, sudahlah. Sampai jumpa, nona.”

Dengan langkah tenang, pria itu masuk ke celah spasial, lalu lenyap. Tinggal Ling’er yang tertegun di dalam gua, memandang ke arah tempat pria itu menghilang dengan sorot mata yang penuh pertanyaan dan emosi tak terucapkan.

“Nona… nona…” Suara Xu Hao membuyarkan lamunannya. Ia menoleh, melihat Ling’er menatap kosong ke kejauhan. Xu Hao sedikit mengernyit, lalu memanggil lagi dengan suara lebih keras. “Nona Ling’er!”

Ling’er tersentak sadar, wajahnya sedikit merah karena ketahuan melamun terlalu lama. Ia tersenyum tipis dan berkata, “Aku hanya… teringat pada kenangan lama.”

Xu Hao menatapnya penuh penasaran, dahinya mengernyit. “Oh, begitu rupanya.” Ia tidak mendesak lebih jauh, meski hatinya diliputi rasa ingin tahu yang semakin besar.

Langit perlahan tenggelam dalam balutan kelam. Awan-awan hitam melayang lambat, menutupi sisa cahaya jingga yang masih menggantung di ufuk barat. Angin lembut berhembus, membawa aroma hutan yang lembap, disertai suara dedaunan yang bergesekan satu sama lain. Malam benar-benar mulai merayap, dan suasana di sekitar mereka seolah menutup diri dari dunia luar.

Ling’er menoleh pada Xu Hao, cahaya matanya berkilau di bawah sinar remang. Dengan suara lembut ia berkata, “Buatlah api unggun. Setelah itu, aku akan menjawab semua rasa penasaranmu.”

Xu Hao mengangguk tanpa banyak bicara. Ia berdiri, melangkah masuk ke kegelapan sekitar untuk mencari ranting kering. Suara langkahnya teredam oleh tanah lembap dan rerumputan, sesekali terdengar bunyi ranting patah ketika ia mengumpulkannya. Tidak lama, ia kembali dengan seikat ranting di tangannya. Dengan gerakan cekatan, ia menyusun kayu, lalu menggosok batu api hingga percikan melahirkan lidah api kecil. Api itu perlahan membesar, melahap kayu kering, dan menari liar.

Cahaya oranye dari api unggun memantul di wajah Xu Hao dan Ling’er. Api unggun sengaja ia letakkan agak jauh, agar sinarnya menyinari sekitar namun tidak terlalu dekat mengganggu. Meski begitu, kegelapan yang mengurung mereka terasa mundur, berganti dengan lingkar cahaya hangat yang menenangkan.

Xu Hao duduk kembali di samping Ling’er. Matanya terfokus pada wajah wanita itu, lalu ia berkata dengan nada serius, “Sekarang… bisakah nona memberitahuku, mengapa nona yakin bahwa giok esensi jiwa yang dimaksud pria tua itu adalah dirimu?”

Ling’er tersenyum lembut, senyum yang tampak bagaikan bunga mekar di bawah sinar rembulan. Ia menjawab dengan nada santai, “Itu hanya sebutan. Dahulu, pria itu memuji keindahan tubuhku, menyamakannya dengan giok esensi jiwa.”

Xu Hao terdiam sebentar, lalu mengernyitkan dahi. Dengan nada sedikit kesal ia berkata, “Hmph… jadi pria tua itu ternyata mesum juga.”

Melihat ekspresi Xu Hao yang berubah, Ling’er terkekeh pelan. Tawanya seperti bunyi lonceng perak, ringan dan merdu, membuat suasana sejenak terasa lebih hidup. “Kau benar-benar polos dalam bereaksi,” ujarnya sambil tersenyum menatap Xu Hao.

Namun setelah itu, wajahnya berubah menjadi serius. “Xu Hao, sebaiknya kau urungkan niat membentuk inti spiritual dengan esensi jiwa. Lebih baik gunakan Qi murni dan bentuklah inti di dalam dantianmu.”

Xu Hao menatap Ling’er dengan bingung. “Mengapa begitu? Apakah pria tua itu berbohong padaku?”

Ling’er menggeleng pelan, rambut hitamnya bergoyang lembut seiring gerakan. “Tidak. Pria itu tidak berbohong. Hanya saja… membentuk inti spiritual dengan esensi jiwa adalah jalan baru. Jalan yang sangat berbahaya. Hanya ada satu orang di dunia ini yang berhasil menapakinya hingga puncak semesta.”

Mata Xu Hao melebar terkejut. “Satu orang? Siapa dia?”

Ling’er memandang nyala api unggun, seakan mencari bayangan wajah seseorang di sana. Lalu ia menjawab dengan suara dalam, “Dialah pencipta jalan baru itu.”

Xu Hao terdiam, hatinya bergetar hebat. Rasa penasaran dan rasa hormat bercampur, membuat dadanya terasa berat. Ling’er melanjutkan dengan nada tenang, “Setelah memulai jalan baru dengan membentuk inti spiritual dari esensi jiwa, perkembangan kultivasimu akan berbeda dari kultivator pada umumnya. Setiap kali kau menerobos, langit tidak akan membiarkanmu melangkah mudah. Kau akan selalu dihadang oleh petir surgawi.”

Xu Hao mengerutkan dahi, rasa penasaran semakin kuat. “Kenapa demikian? Mengapa para dewa begitu murka terhadap jalan itu?”

Ling’er menarik napas panjang, suaranya mengandung kegetiran. “Karena jalan itu mampu memutuskan ikatan takdir. Jika seseorang mencapai tingkat tertentu, ia akan bebas dari belenggu hukum langit. Tidak terikat pada apa pun. Bahkan takdir sekalipun tidak bisa menyentuhnya. Maka dari itu, para dewa dan dewi di surga menyebut jalan ini sebagai jalan sesat, dan mereka tidak akan membiarkan penganutnya hidup dengan tenang.”

Xu Hao tertegun. Pandangannya beralih ke langit malam. Bintang-bintang mulai bermunculan, berkelip seakan menjadi mata-mata langit yang memperhatikan mereka. “Hanya karena pembentukan inti dari esensi jiwa… membuat dewa dan dewi marah hingga sedemikian rupa.” Suaranya lirih, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

Kemudian ia menghela napas, lalu berkata dengan nada getir, “Kalau begitu… tidak ada harapan bagiku untuk membentuk inti dari esensi jiwa.”

Ling’er memandangnya lekat-lekat. Matanya bersinar lembut namun tajam. “Tidak, apa kau tidak takut menjadi incaran para dewa?”

Xu Hao menoleh perlahan, menatap mata Ling’er. Suasana mendadak hening. Api unggun terus berkobar, memercikkan suara kayu yang retak, sementara hutan di sekitar menjadi sunyi seakan menahan napas. Xu Hao ingin menjawab, tetapi lidahnya kelu. Kata-kata seakan tertahan di tenggorokan.

Ia hanya bisa duduk terpaku, tatapannya penuh keheningan, menghadapi kenyataan bahwa jalan yang terbentang di hadapannya bukan hanya jalan menuju kekuatan, tetapi juga jalan menuju permusuhan dengan surga itu sendiri.

Api unggun berkobar tenang, percikan kecilnya sesekali beterbangan ke udara malam yang semakin pekat. Bau kayu terbakar bercampur dengan hawa lembap hutan, membuat suasana terasa asing namun menenangkan. Ling’er memandangi wajah Xu Hao dengan seksama, melihat kerut halus di kening pemuda itu, seolah pikirannya sedang diseret ke pusaran pilihan yang mustahil.

Ling'er menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada lembut namun penuh ketegasan. “Jika kau benar-benar sanggup menanggung segala risiko di masa depan, aku bersedia membimbingmu membentuk inti spiritual. Tapi… pikirkanlah dengan baik. Apakah jalan itu akan lebih banyak memberi keuntungan, atau justru merugikanmu? Jika tidak ada alasan yang benar-benar kuat, lebih baik urungkan niatmu.”

Xu Hao menatap mata Ling’er. Sorot matanya bergetar, lalu perlahan ia menundukkan wajahnya semakin dalam, seolah ingin menyembunyikan luka lama yang tiba-tiba kembali terkuak. Dengan suara lirih, hampir seperti bisikan, ia berkata, “Ketika aku berusia empat belas tahun… kedua orang tuaku dibunuh tepat di depan mataku. Pelakunya adalah seorang pria berjubah hitam. Sejak saat itu, aku bersumpah… aku akan membalas dendam. Bukan hanya pada dirinya, tetapi juga pada seluruh keturunannya, hingga keluarganya pun akan kuhancurkan.”

Mata Ling’er membesar, hatinya seolah diguncang oleh angin ribut. Ia tidak menyangka alasan Xu Hao sedalam itu. Dengan suara agak gemetar ia berkata, “Alasanmu memang kuat… namun bahkan dengan alasan sekuat itu, kau tetap harus memikirkan jalan ini matang-matang. Karena sekali melangkah, tidak ada jalan untuk kembali.”

Xu Hao mengangguk pelan. Api unggun menari di matanya, seakan memantulkan kobaran dendam yang tak pernah padam. Dengan suara rendah ia bertanya, “Kalau begitu… dari segi kekuatan, mana yang lebih unggul? Membentuk inti spiritual dengan esensi jiwa… atau dengan Qi murni di dantian?”

Ling’er menatap Xu Hao dalam-dalam, lalu menjawab tanpa ragu, “Jika hanya melihat kekuatan di tingkat yang sama, maka jalan baru, inti dari esensi jiwa, akan jauh lebih unggul. Namun…” Ia berhenti sejenak, mengatur nada suaranya, “jalan ini memiliki kelemahan besar. Kau tidak akan bisa mengendalikan Qi sebaik kultivator yang membentuk inti di dantian. Karena inti spiritualmu tidak berada di sana, kendalimu terhadap Qi akan berbeda, bahkan lebih kasar.”

Xu Hao terdiam, kedua matanya menyipit tajam. Ia tampak merenung dalam waktu lama, lalu tiba-tiba berkata, “Bagaimana jika aku membentuk inti spiritual dengan Qi… kemudian setelah itu membentuk satu inti spiritual lagi dengan esensi jiwa?”

Ling’er terperangah. Bibirnya terbuka, namun butuh waktu untuk mengeluarkan suara. Akhirnya ia berkata dengan nada kaget, “Apa kau berniat menciptakan jalan baru… sebuah jalan yang bahkan belum pernah dilewati siapa pun?”

Xu Hao mengangkat wajahnya, sorot matanya berkilat penuh tekad. Ia mengangguk perlahan. “Jika memang memungkinkan… mengapa tidak dicoba?”

Ling’er menggeleng cepat, rambut hitam panjangnya berayun mengikuti gerakan kepala. “Tidak bisa! Itu mustahil. Jika kau gagal, tubuhmu akan meledak, bahkan tidak akan ada abu yang tersisa di dunia ini!”

Xu Hao justru menatap ke langit malam, wajahnya diterangi cahaya oranye dari api unggun. “Tapi… bagaimana jika berhasil? Bukankah itu akan menjadi jalan Dao terkuat yang pernah ada? Dengan memiliki dua inti, kekuatan akan seimbang… seperti Yin dan Yang yang saling melengkapi.”

Ling’er terdiam membeku. Kata-kata Xu Hao menusuk ke dalam hatinya. Ia sendiri, yang hidup selama berabad-abad, tidak pernah membayangkan kemungkinan itu. Perlahan, ia berbisik, “Bahkan jika berhasil… kau akan menjadi musuh surga. Mereka tidak akan menganggapmu sebagai kultivator biasa. Kau akan dicap sesat.”

Xu Hao menoleh padanya, sorot matanya berkilau oleh api dendam sekaligus tekad baja. “Berapa lama mereka bisa mengetahui jika aku menapaki jalan sesat itu?”

Ling’er terdiam, lalu menjawab lirih, “Jika itu adalah jalan baru yang baru saja diciptakan… mungkin butuh waktu yang sangat lama bagi surga untuk menyadarinya.”

Seketika, Xu Hao mengangkat wajahnya, matanya bersinar terang penuh semangat. Senyum tipis muncul di bibirnya, meski di dalam senyum itu tersimpan ketegangan luar biasa.

Malam semakin larut. Mereka berdua duduk berdampingan, menatap langit yang dipenuhi bintang. Api unggun terus berkobar, menari liar di tengah kegelapan hutan. Cahaya merah-oranye itu jatuh ke tubuh Ling’er, menyorot gaun merah mudanya yang terbuka di beberapa bagian. Keindahan tubuhnya terpancar samar dalam gelap, memantulkan pesona yang seakan tidak berasal dari dunia fana. Xu Hao menoleh sekilas, lalu buru-buru mengalihkan pandangan, namun dalam hatinya ia sadar, malam itu bukan hanya membakar kayu di depan mereka, tetapi juga jalan panjang yang akan ia tempuh melawan surga itu sendiri.

1
Christian Matthew Pratama
author sdh mulai bingung buat lanjuti critanya, mknya macet updatenya
Christian Matthew Pratama
macet updatenya
Daniel Simamora
Thor, jangan banyak pengulangan kata dong.
plotnya juga terlalu santai.
Andi Widodo
semakin ke sini semakin berbelit2 nih cerita..tinggal ngaku aja..terus masa baru 4 THN dah nggak ingat wajahnya..aneh
Nasution Muktar
bagus ..
Daniel Simamora
ini layak ditunggu.
baru 1 bab aja udah kelam banget
Didi Mahardeka
hi
Muh Hafidz
keren
Untung Prasetyo
ceritanya terlalu berbelit-belit,masak MC kok kalah Mulu,lama banget menaikkan kultivasi, dasar autor gila lu
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Xu Huo... gulungan kuno mungkin memilihmu
Daryus Effendi
bertele tele/lilir
Christian Matthew Pratama
macet updatenya
y@y@
🌟👍🏾👍🏻👍🏾🌟
y@y@
💥👍🏼👍🏿👍🏼💥
y@y@
🌟👍🏿👍🏼👍🏿🌟
Muh Hafidz
update thor
Muh Hafidz
mantap
Muh Hafidz
good
Muh Hafidz
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!