NovelToon NovelToon
Bukan Kamu Boss...Tapi Barista Berotot Itu

Bukan Kamu Boss...Tapi Barista Berotot Itu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Persahabatan / Romansa / Satu wanita banyak pria
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: whatdhupbaby

Vivian Shining seorang gadis dengan aura female lead yang sangat kuat: cantik, baik, pintar dan super positif. Dia tipe sunny girl yang mudah menyentuh hati semua orang yang melihatnya khusunya pria. Bahkan senyuman dan vibe positif nya mampu menyentuh hati sang bos, Nathanael Adrian CEO muda yang dingin dengan penampilan serta wajah yang melampaui aktor drama korea plus kaya raya. Tapi sayangnya Vivian gak sadar dengan perasaan Nathaniel karena Vivi lebih tertarik dengan Zeke Lewis seorang barista dan pemilik coffee shop yang tak jauh dari apartemen Vivi, mantan atlet rugbi dengan postur badan bak gladiator dan wajah yang menyamai dewa dewa yunani, juga suara dalam menggoda yang bisa bikin kaki Vivi lemas sekita saat memanggil namanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon whatdhupbaby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 33 ANCAMAN DARI NATHANAEL

Nathanael dan Noah yang di usir paksa sekarang duduk di sebuah meja kecil yang nyaris terlalu dekat dengan gazebo tempat Vivian dan Mia sedang asyik bercengkerama. Suasana di meja mereka berdua jauh lebih dingin dibandingkan dengan tawa hangat yang sesekali terdengar dari gazebo.

Nathanael mengangkat cangkir kopinya, menyesap perlahan sebelum menatap Noah. "Jadi, kamu kenal Vivian?" tanyanya, suaranya datar namun penuh dengan keingintahuan yang terselubung.

Noah membalas tatapan itu dengan santai. "Teman lama. Kebetulan bertemu lagi setelah sekian tahun," jawabnya sambil tersenyum ringan. "Lalu, bagaimana denganmu, Nathanael? Aku masih merasa hubunganmu dengan Vivian... jauh dari sekadar bos dan karyawan biasa." Senyumnya tetap ada, tapi matanya menantang, seolah sudah mengetahui sebuah rahasia.

Nathanael tidak langsung menjawab. Dia menempatkan cangkirnya dengan pelan, suaranya rendah dan berisi ketika akhirnya berbicara. "Menurutmu itu salah, jika seorang atasan memiliki perasaan pada bawahannya? Bukankah itu hal yang wajar, manusiawi?" Dia tidak menyangkal. Malah, dia balik menyerang dengan jujur. "Lagipula, Vivian dia istimewa."

Tidak menyangka dengan kejujuran itu, Noah sedikit terpana, tapi segera pulih. Senyumnya melebar, kini lebih mengandung arti. "Kalau begitu, tentu saja sama manusiawinya jika aku, sebagai teman lamanya, juga memiliki perasaan padanya, bukan?"

Udara di antara mereka langsung berubah, seolah suhu turun beberapa derajat. Nathanael memandang tajam ke arah Noah, garis rahangnya mengeras. "Maksudmu?" suaranya mendesis, penuh peringatan.

Noah hanya mengangkat bahu, tetap santai meski berada di bawah tatapan mengintimidasi Nathanael. "Aku kira tidak perlu dijelaskan lebih detail."

Tiba-tiba, Nathanael tertawa. Suaranya pendek, dingin, dan sama sekali tidak mengandung humor. Namun, aura dingin di sekitar mereka tidak berkurang sedikit pun.

"Kalau begitu, silakan berjuang lebih keras, Noah," ucap Nathanael, suaranya kembali datar namun mematikan. "Tapi," lanjutnya, sambil mencondongkan tubuh sedikit ke depan, "jika perasaanmu itu sampai membebani Vivian, mengganggu ketenangannya, atau membuatnya tidak nyaman..." Matanya menyala dengan intensitas yang mengerikan. "...Akulah yang akan mengejarmu sampai ke ujung dunia."

Ancamannya menggantung di udara, begitu nyata dan berbahaya hingga seolah bisa dipegang.

Noah hanya memandangnya, awalnya tidak percaya, lalu tiba-tiba tertawa. Bukan tertawa nervous, tapi tertawa yang seolah menikmati situasi ini. "Astaga," ujarnya, menggeleng-geleng, "Seram sekali bos yang satu ini."

Nathanael tidak membalas tawanya. Dia hanya mengangkat tubuhnya dari kursi, melemparkan satu tatapan terakhir yang penuh arti kepada Noah, sebelum berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Noah yang masih tersenyum sendiri di meja, namun dengan pikiran yang kini jauh lebih waspada.

_____________

Area retail di dalam 'The Cliffside Cafe'. Rak-rak kayu yang tinggi dipenuhi dengan kemasan-kemas an elegan berisi biji kopi. Aroma kopi sangrai yang kaya memenuhi udara.

Setelah suasana di gazebo mereda, kata-kata Nathanael masih terngiang di telinga Vivian. Dengan tekad baru, dia berjalan menuju area toko kecil yang terletak di bagian dalam kafe, sementara Mia—yang sudah melupakan insiden dengan dua pria itu—langsung terpana oleh rak-rak yang dipenuhi mug keramik cantik dengan motif tropis.

"Lihat yang ini, Vi! Lucu banget!" seru Mia, mengacungkan sebuah mug bergambar ikan doodle yang sedang memakai kacamata hitam.

Vivian hanya melambai, matanya sudah terpaku pada lautan pilihan biji kopi di hadapannya. Kopi Gayo, Arabika Flores, Robusta Temanggung, Kopi Luwak... Namanya asing dan membingungkan. Vivian menghela napas. Dia hanya mengenal satu jenis kopi: Kopi Zeke. Kopi racikan sempurna yang selalu dibuatkan Zeke untuknya, dengan rasa yang selalu pas, tidak pernah terlalu pahit atau terlalu asam.

Dia berdiri termangu, jari-jarinya melayang di atas berbagai kemasan, merasa sangat tidak kompeten.

"Ada yang bisa saya bantu, Miss?"

Seorang pegawai toko yang ramah, mengenakan apron, mendekatinya dengan senyum.

"Um, iya. Saya ingin membeli biji kopi sebagai oleh-oleh," jelas Vivian, merasa lega. "Untuk... seseorang yang sangat menyukai kopi. Tapi saya tidak terlalu paham jenisnya. Saya ingin yang spesial, yang mungkin tidak mudah ditemukan di tempat biasa."

Pegawai itu mengangguk, memahami sekali. "Oh, kalau untuk pecinta kopi sejati, saya rekomendasikan yang ini." Dia mengambil sebuah kemasan hitam elegan. "Single Origin Arabika Aceh Gayo. Karakternya kuat, ada rasa rempah dan cokelat gelapnya. Sangat populer."

Vivian ragu. "Apakah itu... terlalu kuat? Dia biasanya membuat kopi yang smooth, tidak terlalu... menyerang."

Pegawai itu tersenyum. "Ooh, kalau begitu mungkin ini." Dia menukar kemasan itu dengan yang lain berwarna cokelat tanah. "Arabika Toraja. Lebih balanced, fruity, dan ada rasa caramel-nya. Aman dan disukai banyak orang."

Vivian masih ragu. Dia membayangkan Zeke membuka oleh-olehnya. Dia ingin melihat ekspresi senangnya, yang tulus, bukan sekadar sopan.

"Apakah ada sesuatu yang... unik? Mungkin yang prosesnya berbeda?" tanyanya, mencoba mengingat-ingat obrolan Zeke tentang kopi.

Si pegawai langsung bersinar. "Ah! Kalau untuk yang unik, kami punya White Wine Processed Robusta. Proses fermentasinya mirip white wine, jadi rasa buahnya sangat kuat dan asamnya sparkling. Sangat tidak biasa dan hanya sedikit tempat yang menjualnya."

Itu dia. Sesuatu yang unik. Sesuatu yang akan membuat Zeke penasaran dan tertantang untuk meraciknya. Sesuatu yang akan membuatnya berpikir tentang Vivian yang membawakannya sesuatu yang spesial dari liburannya.

"Saya ambil yang itu," kata Vivian dengan keyakinan, senyum kecil mengembang di wajahnya.

Sementara itu, dari seberang ruangan, terdengar suara Mia, "Aku ambil tiga yang ini! Satu untuk aku, satu untuk kamu, Vi, dan satu untuk... siapa, ya? Ah, terserah!" Dia memeluk tiga mug dengan desain yang berbeda-beda.

Vivian hanya geleng-geleng sambil membayar untuk biji kopi pilihannya. Dia sudah tidak bisa menunggu untuk melihat ekspresi Zeke ketika menerima bungkusan ini.

Nathanael memang benar ini adalah oleh-oleh yang sempurna.

___________

# Bab Bonus: Kesunyian di Kedai Kopi

Sore itu, matahari mulai merangkak turun, mengecat langit di balik jendela kedai kopi milik Zeke dengan warna jingga keemasan.

Suasana di dalamnya ramai seperti biasa. Desing mesin espresso, gemericik susu yang diseduh, dan riuh rendah obrolan pelanggan memadu menjadi simfoni akrab yang setiap hari menyambut Zeke.

Dengan cekatan, Zeke menyerahkan cangkir flat white pada seorang pelanggan dengan senyum khasnya. "Enjoy," ucapnya hangat.

Tapi, jika ada yang cukup jeli memperhatikan, ada sesuatu yang hilang dari senyumnya sore ini. Biasanya, ada cahaya tertentu yang menyala-nyala, terutama saat matanya secara refleks mencuri pandang ke arah sudut favorit di dekat jendela.

Sudut itu kini ditempati oleh seorang mahasiswa dengan laptopnya. Bukan oleh seorang wanita dengan senyum malu-malu dan tawa yang selalu berhasil membuat harinya lebih terang.

Dunianya terasa sepi.

Beberapa kali, tanpa disadari, jarinya menyentuh ponsel di saku apronnya. Refleksnya ingin membuka aplikasi pesan, hanya untuk mengirim satu chat singkat. 'Hey, gimana liburannya?' atau 'Pemandangannya bagus di sana?' atau mungkin sekadar 'Miss you.'

Tapi setiap kali, jemarinya berhenti. Ingatannya melayang pada pesan yang diterimanya dari Vivian.

[ Vivian ]: Hey Zeke! Liburan ini mau full offline dan nikmati waktu sama cewek-cewek aja. NO BOYS ALLOWED ya! 😊 Mohon jangan chat atau telpon dulu. Nanti aku yang update kalo ada yang seru. Promise!

Pesan itu—yang sebenarnya diketik dan dikirim oleh Mia yang licik dari ponsel Vivian—terbaca begitu jelas di kepalanya.

Peringatannya jelas. ' No Boys Allowed.'

Dia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Dengan sedikit menggeleng, dia mengembalikan ponselnya ke dalam saku apron yang dalam. Sebuah senyum tipis, sedikit getir, menguar di bibirnya.

Biarlah, batinnnya. Biarkan dia menikmati liburannya sepenuhnya. Aku tidak akan mengganggunya dengan chat ku.

Dia membalikkan badan, berusaha fokus pada deretan biji kopi yang harus digiling. Saat itulah, Mocca, kucing hitam gemuknya, melangkah mendekat dengan anggun. Dia mengusapkan kepalanya yang bulat ke betis Zeke yang kekar, mendengkur pelan seolah memahami kesedihan sang pemilik.

Zeke membungkuk, mengelus kepala Mocca dengan lembut. "Dia lagi senang-senangnya, Mo. Kita jangan ganggu, ya?" bisiknya pada kucingnya, mencari penghiburan pada makhluk berbulu itu.

Mocca menatapnya dengan mata ke emasannya, lalu mengusapkan kepalanya sekali lagi, seolah berkata, "Tenang, Tuan. Dia akan pulang."

Zeke pun kembali bekerja, mencoba mengisi kesunyiannya dengan aroma kopi dan dengkuran kucingnya, berharap waktu berjalan lebih cepat hingga "No Boys Allowed" itu dicabut dan sudut favorit di dekat jendela itu kembali menemukan penghuninya.

________

1
Naurila Putri
kereenn lanjutt terussssss kakkk
ethereal: terimakasih kak🙇🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!