Luna Delfina berprofesi sebagai seorang penulis di hidupnya, ia memiliki cukup banyak pengikut setia yang selalu mendukung setiap karyanya.
Suatu hari muncul satu komentar misterius di karya tulisannya yang pada akhirnya membawa dirinya ke dalam Dunia Karya Ciptaannya tersebut.
Segala cara telah ia lakukan agar dapat terlepas dari ikatan dunia ini, namun tak ada satupun cara yang berhasil. Satu-satunya jalan terakhir baginya adalah dengan menjodohkan kedua Pemeran Utama sesegera mungkin agar ia dapat segera terlepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang Pemeran yang tidak diketahui Perannya disini.
Apakah ia dapat berhasil menjodohkan mereka di tengah badai-badai konflik yang ditulis olehnya sendiri? Ataukah semua tindakannya ini malah membuatnya terjerumus lebih dalam? Dan.. Siapakah orang misterius itu?
Ayo baca drama seorang Penulis kecil ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MllyyyStar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 Pertemuan
Begitu Leontius bersama dengan yang lainnya tiba di Pusat Desa, tempat itu tampak sepi. Namun kondisinya tampak kacau, area sekitar berantakan dengan beberapa hunian yang telah ambruk dan dengan Akar-Akar yang telah memenuhi jalanan sekitar, tampak baru saja melewati sebuah pertarungan yang sengit, membuat kondisi tampak buruk.
Mereka memeriksa dengan penasaran namun tetap waspada. Hingga ketika sebuah suara hantaman yang keras terdengar dari balik sebuah Pilar Batu yang menjadi Simbol Utama pada Desa The Las Catania.
“Kutanya sekali lagi, dimana pria tua itu berada!” Bentak seorang pria yang dikenal sebagai Marcos, Ketua dari Kelompoknya. Ia bertubuh besar dan gagah dengan pakaian serba hitam. Di sekitarnya disertai beberapa kawanan dan juga Monster Magis berukuran besar yang telah kelompok mereka jinakkan.
“Sudah kubilang bahwa aku tidak tahu!” Hanzel mengerang, tubuhnya ditahan oleh sekelompok Anggota mereka hingga ia tidak dapat bergerak sama sekali.
Hanzel, Penduduk Asli Desa itu dan Pengikut setia Tuan Vinn. Berusia 20-an awal, memiliki penampilan sederhana seorang pria pada umumnya, dengan kulit sawo matang dan bentuk wajah oval. Ia memiliki tinggi rata-rata yang sama dengan Penduduk lainnya, dengan tubuh yang proporsional dengan sedikit otot yang juga menandakan bahwa ia sering melakukan aktivitas fisik seperti bertani atau bekerja di ladang. Tak ada yang mencolok darinya selain tatapannya yang tampak tajam dan seringkali terlihat mengecam.
“Baiklah, kau tidak tahu? Tapi aku tidak yakin dengan mereka.” Pria itu terkekeh, beberapa Anggotanya menarik maju Edwin, Chelsea dan Vandore, kemudian beberapa orang Penduduk Asli Desa itu yang berhasil mereka tangkap.
“Sial, tenagaku sudah terlalu banyak terkuras oleh Pertarungan sebelumnya. Tidak kusangka mereka akan dapat berhasil Menjinakkan Makhluk Magis yang bahkan sulit untuk ditaklukkan itu.” Edwin memandang seekor Makhluk Magis yang dikelilingi oleh beberapa orang.
Alphanic, memiliki bentuk raksasa dengan tubuh yang tertutup sisik berkilauan, memiliki sayap besar dan tanduk panjang di kepalanya. Kebanyakkan kawanan Makhluk ini hidup di pedalaman Hutan, dan mereka diketahui sulit untuk tunduk kepada siapapun, terutama sekelompok Manusia.
Tapi meski begitu, saat ini Makhluk Magis itu malah tampak jinak di tangan sekelompok Pengecoh itu. Mereka Menyerang ketika diperintahkan dan mereka berhenti ketika diberhentikan.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Ini berbeda dengan Misi yang harus kami selesaikan.” Batin Chelsea, masih terengah-engah seraya mengamati situasi sekitar.
“Ck, sudah kubilang lepaskan aku!” Marah Vandore, kesal dengan sekelompok orang itu yang terus menahan tubuhnya meski ia telah memberontak.
“Tenang kawan. Kita bisa membuat sebuah kesepakatan. Katakan dimana Vulwin Holakas berada dan kami akan melepaskanmu, dengan teman-temanmu bersama. Tawaran yang menarik bukan?” Marcos Ketua dari Kelompok mereka mendekat.
“Cih, siapa yang temanmu?” Cibir Vandore, sedikit lebih berbisik. Memutar arah pandangannya dengan malas.
“Kau yakin tidak ingin mengatakan apapun..?” Marcos bertanya kembali.
Disisi lain, Anggota Kelompok mereka mulai melakukan tindakan fisik terhadap Edwin dan Chelsea untuk menekan keputusan yang akan diambil oleh Vandore selanjutnya. Mereka mulai merintih kesakitan setelah tubuh mereka, dimulai dari bahu yang ditekan dengan kuat.
Vandore tak bisa melakukan apapun, ia terjebak. Satu-satunya jalan baginya adalah menyetujui kesepakatan itu dan mereka dapat bebas, atau tetap kekeh melindungi Tuan Vulwin Holakas meski teman-temannya sendiri sedang mengalami situasi yang membahayakan keselamatan mereka.
“Jangan beritahu mereka!” Pekik Hanzel, ia tak ingin jika keselamatan Pemimpin Desa mereka menjadi terancam.
Marcos memberi isyarat kepada Anggotanya untuk membungkam Hanzel, membuatnya agar tak dapat mengatakan sepatah kata pun kembali untuk mempengaruhi keputusan Vandore.
“Sial.” Vandore menunduk, ia merasa kesal kepada dirinya sendiri karena tidak mampu untuk melakukan apapun di situasi mereka saat ini. Sebelumnya ia terlalu percaya diri dengan Kemampuannya sendiri sehingga sempat menganggap remeh lawannya, namun kini situasi menjadi berbeda, mereka jelas-jelas telah kalah. Edwin dan Chelsea cedera cukup parah, dan beberapa Penduduk Desa yang disandera jumlahnya lebih dibandingkan yang diperkirakan.
“Ayolah. Kau tidak ingin melihat sahabatmu ini cedera lebih parah lagi kan?” Pria itu mengintimidasi, ia mendekati Edwin dan menekan bahunya dengan keras membuatnya merintih.
“Berhenti! Akan kukatakan. Tuan Vinn, dia.. Dia-” Vandore gagap berbicara, namun belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, seseorang memotongnya.
“Aku disini, jangan sakiti mereka!” Pekik Vulwin Holakas.
“Chelsea..” Gumam Josie, menatap tak percaya. Ia hendak mendekat namun berhasil dihalangi oleh Elena yang menganggap hal itu akan dapat membahayakan dirinya sendiri nantinya.
"Akhirnya kau datang, Vulwin. Teman lamaku." Marcos berbalik, menyambut dengan suara tawanya.
"Teman lama?" Leontius dan Alsean saling melirik penasaran.
"Marcos? Itu.. Kau?" Vulwin mengerjap dan memastikan selama sesaat seolah ia sendiri tidak menyangka.
"Jadi kau yang menjadi Pemimpin dari sekelompok Pengecoh ini? Bagaimana kau bisa kejam melakukannya kepada Desa ini, ini adalah Desa kita Marcos!" Hardik Vulwin.
"Desa kita? Apakah aku pernah diterima di Desa ini?” Tanya pria itu, diam sejenak.
“Sejak awal aku tidak pernah diterima di Desa ini, Vinn." Lanjutnya berkata lirih, sudut matanya tampak mengenang.
Vulwin Holakas dan Marcos Crimson dulunya adalah sepasang sahabat yang bahkan telah seperti keluarga sendiri. Mereka berada dari latar belakang yang berbeda, Vulwin Holakas tumbuh di Desa itu sedari kecil, berbaur bersama para Penduduk dengan erat. Sedangkan Marcos Crimson merupakan seorang pendatang luar, ia tiba di Desa ini pada saat berumur 12 tahun, masih sangat muda. Orang tuanya meninggalkannya disana tanpa informasi apapun, orang-orang Desa bilang jika ia dibuang.
Vulwin Holakas, berbeda dengan Penduduk yang lainnya. Ia menerimanya, mengajaknya berbaur dan menjadi salah satu bagian dari Penduduk di Desa tersebut, perlahan-lahan mereka menjadi sepasang sahabat, saling bergantung satu-sama lainnya meski terkadang masih ada beberapa anak-anak yang mengejeknya.
Mereka tumbuh bersama hingga pada usia yang ke-19 tahun, Desa itu memiliki Tradisi bahwa setiap pria yang tumbuh di Desa tersebut wajib mengikuti sebuah kebiasaan yang telah diturunkan oleh Leluhur mereka, dan salah satu yang terpilih adalah Vulwin Holakas, tidak dengan Marcos.
Penduduk Desa menganggap bahwa Marcos tidak layak untuk mengikuti Tradisi mereka, tidak sepenuhnya layak meski ia telah menghabiskan beberapa tahun masa hidupnya di Desa tersebut. Dan itulah awal mula dari kehancuran Desa itu, merasa bahwa ia di diskriminasi oleh Penduduk Desa, Marcos masih menahan dirinya sampai beberapa tahun kemudian disaat Vulwin Holakas dipilih menjadi Pemimpin. Dihari itu ia akhirnya pergi, tanpa pamit dan tanpa salam perpisahan apapun, seolah lenyap ditelan malam.
Dan hari ini, tepat 43 tahun telah berlalu. Pria itu, Marcos Crimson kembali muncul di Desa The Las Catania. Bukan datang sebagai Penduduk Desa, melainkan datang sebagai sekelompok Bandit ataupun Pengecoh untuk Merampas apa yang ada pada Desa itu.
“Kau yang memilih untuk pergi Marcos, tidak ada satupun dari Penduduk Desa kami yang mengusirmu. Kau bisa tetap berada di Desa ini meski tidak menjadi Pemimpinnya.” Kata Vulwin.
“Kau pikir hanya karena dirimu terpilih pada saat itu lalu aku segera memilih untuk pergi?” Marcos tertawa.
“Aku sudah tumbuh bertahun-tahun di Desa ini, namun apakah kehadiranku bahkan pernah diakui oleh kalian?” Untuk sesaat matanya tampak sayu, meski kini dengan cepat berganti dengan pandangan sinis.
“Namun tidak masalah. Berkat itu semua aku dapat menjadi diriku yang saat ini, Pemimpin Kelompokku.” Katanya, melentangkan tangannya dengan ketegasan. Beberapa Makhluk Magis yang mereka bawa Menderam, menambah rasa ketakutan pada beberapa Penduduk Awam yang berada disana.
“Jadi, apa yang anda inginkan?” Tanya Leontius, maju beberapa langkah. Ia memandang teman-temannya yang masih ditahan oleh mereka dan beberapa Penduduk Desa itu yang masih menjadi sandera oleh Kelompok mereka.
“Mudah, berikan lebih banyak hasil dari Pertanian dan Tumbuhan yang telah Desa kalian kumpulkan. Lalu aku akan membebaskan para Penduduk serta.. Teman-teman Penyihirmu ini.” Jawabnya, menyeringai.
“Tidak akan lagi! Kau telah Merampas hampir dari seluruhnya milik kami Marcos!” Jerit Vulwin, ia tak ingin Desa yang selama ini tempatnya bertumbuh menjadi hancur sebab Krisis Pangan yang terjadi akibat ulah Marcos Crimson, sahabatnya dahulu.
“Seluruhnya? Masih belum Vulwin, belum sampai seluruhnya.” Marcos menggeleng.
“Aku masih belum menghancurkan Desa tercintamu ini.” Lanjutnya, tertawa bengis.