Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
Andini melangkah lemah menuju rumahnya, rasa sakit yang menyelimuti seluruh tubuhnya membuatnya kesusahan untuk berjalan.
Setiap langkah yang diambilnya
seolah merasa sakit yang tak
tertahankan Pertempuran semalam di ranjang bersama Jansen membuatnya merasa hancur dan tak berdaya. Di rumah, untungnya hanya ada pembantu wanita yang tinggal
bersamanya. Andini bisa merasa sedikit lebih lega karena tidak perlu menjelaskan keadaannya pada orang tuanya yang mungkin akan sangat kecewa dan marah.
Seandainya saja mereka ada di rumah, Andini pasti akan kesulitan menjelaskan mengapa jalannya aneh dan penuh rasa sakit.
"Sialan Jansen itu, mengapa dia sangat brutal sekali, membuat tubuhku rasanya remuk gumamnya sambil
meringis kesakitan. Rasa perih di
perutnya semakin menjadi, terlebih
saat bagian yang luka tergesek oleh
celananya.
Andini mencoba menahan rasa sakitnya sambil berjalan pelan menuju kamar tidurnya. Di sana, ia berharap bisa beristirahat sejenak dan mencoba
mengenang kejadian semalam yang begitu menyiksa dan juga indah untuk dirinya.
Malam itu adalah pertama kalinya dia tidur dengan laki-laki dan Jansen adalah orang yang beruntung mendapatkannya.
Dia berusaha menahan rasa sakit
yang menggelayut di tubuhnya, sambil menggumam perlahan, "Sekarang, aku hanya perlu seperti biasa sebelum hidupku seperti di penjara."
Dengan susah payah, Andini bangkit dari tempat tidur dan berjalan perlahan menuju kamar mandi.
Dia merendam tubuhnya dalam air
hangat, berharap bisa menghilangkan
rasa sakit yang menyiksa bagian
tubuhnya yang saat ini agak lebam
akibat cumbuan kasar Jansen
semalam.
Di luar rumah, sepasang suami istri
datang mengetuk pintu. Mereka ingin
menemui Andini, tetapi tidak tahu bahwa gadis itu baru saja mengalami malam yang begitu berat. Pembantu yang mendengar
ketukan pintu dan bel yang berbunyi
bergantian segera membuka pintu,
menyapa dengan rumah, "Selamat pagi,
Tuan dan Nyonya" "Mana Andini?" Tanya Suryo Atmajaya dengan suara keras dan wajah
murka
"Nona muda ada di kamarnya,
Tuan. Ujar pembantu itu dengan suara ketakutan, sambil menunduk agar menghindari tatapan tajam Suryo. Keduanya masuk dan berdiri di ruang
tamu yang hening.
"Panggilkan dia Perintah Suryo
lagi, ia merasa tubuhnya membakar
pemih amarah dan sulit duduk santai
sebelum bertemu putrinya.
Fatma, istrinya, mencoba
menenangkan suaminya. "Sudah.
Sayang, turunkan amarahmu. Kita bisa
membicarakan hal ini dengan baik."
Suryo menatap istrinya dengan kesal, "Kamu yang terlalu memanjakan dia, makanya dia jadi begini. Tidak
penurut.
Fatma membela diri, "Mengapa menyalahkan aku? Kamu juga ayahnya, tanggung jawab bersama. Ia tidak mau disalahkan sendiri, menyadari bahwa
dalam mendidik anak, keduanya
memiliki peran yang sama pentingnуа.
"Ah, sudahlah." Fatma
menghempaskan tubuhnya pada kursi empuk, menahan rasa jengah yang melanda.
Menunggu Andini turun.
Sementara Suryo masih resah
berdiri, matanya menatap khawatir ke
arah kamar putrinya
Rumah Andini merupakan hasil kerja kerasnya, sebuah rumah dua lantai yang dibelinya tanpa campur tangan orang tua. la berharap hidupnya
akan lebih tenang dan lepas dari
tekanan. Sayangnya, harapannya terasa
begitu naif.
"Nona suara ketukan pintu
terdengar lembut. Namun, Andini yang
sedang asyik mendengarkan musik
dengan headsetnya tidak menyadari
ketukan pintu dan panggilan itu.
Tak lama, pembantu kembali
turun ke lantai dasar, "Tuan, sepertinya
Nona Muda baru mandi," ujarnya
pelan. "Apakah Tuan dan Nyonya ingin
disajikan minuman?"
"Tidak perlu," sahut Suryo singkat,
Izin sya, Tuan Nyonya," ucap
pembantu itu. Belum jauh, suara Suryo
memanggilnya kembali.
"Buatkan aku kopi hitam tanpa
gula
"Baik, Tuan! Bi Evi langsung
melangkah ke dapur sambil
menggerutu dalam hati.
Lama tak kunjung turun. Suryo
pun berkata pada istrinya dengan nada
cemas, "Ma, naiklah. Pinta dia turun."
Fatma langsung bangkit, rasa kesal
terpancar di wajahnya, berjalan
menaiki tangga sambil menarik nafas
panjang lalu mengetuk pintu kamar
Andini dengan keras
Setelah itu, dia mengait handle
pintu. Untunglah pintu tidak terkunci,
jadi dia bisa segera masuk. Saat itu,
Andini baru saja selesai mandi, handuk
melingkar di kepalanya dan badannya,
ibu, mengejutkan aku saja seru
Andini dengan ekspresi terkejut di
wajahnya, la segera mendekati ibunya
dan memberikan pelukan hangat yang
penuh kerinduan, mengingat mereka
sadah beberapa waktu tak bertemu.
Meskipun begitu, mereka sering
menjaga komunikasi lewat video call
untuk mengurangi rasa rindu.
ibu datang karena ada beberapa
hal penting. Cepat berpakaian, ya
Ayahmu sudah menunggu di bawah
dengan cemas" ujar Fatma dengan
nada tegas namun penuh kelembutan.
Pada saat itulah, Andini sadar
bahwa situasi ini bukanlah sekedar
pertemuan biasa, melainkan ada hal-
hal yang harus dihadapinya bersama
keluarganya
Andini mengenakan pakaian santai
di rumah dan turun dari lantai dua ke
lantai dasar dengan langkah cepat.
Saat itu, dia tersenyum sumringah
melihat ayahnya yang sedang berdiri di
ruang tamu. Dengan penuh rasa
hormat, Andini menjulurkan tangan
dan mencium tangan Ayahnya, Suryo,
yang kemudian berkata, "Duduklah,
Nak.
Andini pun menurut dan duduk di
hadapan ayahnya. Tanpa diduga, Suryo
merogoh sesuatu dari sakunya dan
dengan tatapan tajam,
menghempaskan beberapa foto di atas
meja. Andini sontak terkejut, matanya
membulat dan detak jantungnya
seketika berpacu kencang.
Jelaskan pada Ayah, apa
maksudnya ini?" pinta Suryo dengan
suara tegas dan lirih.
Andini tak dapat mengelak, karena
foto-foto itu jelas menampilkan
wajahnya dan wajah Jansen, yang saat
itu sedang minum-minum bersama
dengannya.
Bahkan ada foto ketika Andini
menarik tangan Jansen ke arah kamar
dengan pandangan misterius. Total ada
sekitar lima foto dengan sudut dan
adegan yang berbeda.
"Jadi inilah alasannya kamu pindah
rumah? Ingin menjadi wanita liar?!"
Plakt
Wajah Andini memerah saat
tamparan keras mendarat di pipinya.
Fatma sontak membentak, "Apa
yang kamu lakukan pada putriku!" Dia
memeluk Andini erat. "Tidak
seharusnya kamu bersikap begitu
kasar serunya dengan wajah yang
semakin cemberut.
Surya, ayah Andini, mengepalkan
tangannya, marah.
"Dia sudah mempermalukan
keluarga kita Apa kamu tahu?
Perusahaan yang ku bangun hampir
ambruk, dan pertunangannya dengan
putra Zakir adalah harapan terakhir
untuk menyelamatkannya. Tapi apa?
Dia mengacaukan semua rencana yang
kita susun Ujarnya sambil menunjuk
Andini dengan tudingan. "Apa kamu
tidak sadar betapa aku berjuang keras
demi perusahaan ini, berharap dia mau
menyelamatkannya agar usaha kita
tidak hancur begitu saja?!"
Andini hanya bisa menangis dalam
dekapan ibunya, merasa hatinya luluh
lantak oleh kekecewaan sang ayah. Air
mata yang mengalir di pipinya
mencerminkan pergolakan perasaan
yang tak tertahankan, menelanjangi
betapa lara jiwanya dalam menghadapi
cobaan ini
"Memintaku menikahi Zai, sama
saja seperti menjerumuskan diriku ke
dalam rawa berlumpur. Nafasku akan
terasa berat, pandanganku kabur, dan
tak sanggup melihat apa pun di
sekelilingku. Desahan tersedu Andini
saat mengungkapkan perasaannya.
Andini tiba-tiba teringat perkataan
Jansen pada tadi malam, la langsung
berkata, "Bagaimana jika ada seseorang
yang bersedia menyuntikkan dana ke
perusahaan Ayah? Apakah Ayah akan
berhenti memaksaku menikahi Zai
Jika ada..." ujar Ayahnya dengan
wajah muram, la telah mencoba
menjalin koneksi dengan berbagai
pihak, namun tak satupun yang
bersedia membantu.
Ia pun menyadari bahwa Andini tak
memiliki teman lain yang dapat
diandalkan, dan yang la belum ketahui
adalah orang yang ada di foto bersama
Putrinya itu.
Keputusasan yang mendalam
terasa mengepung Andini, membuatnya
bertekad untuk mencari cara keluar
dari jerat nasib yang telah dituliskan