"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.
"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.
"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - Kalung Daun Maple
Kamil masih tertegun, menatap kalung dengan bentuk unik dan menakjubkan yang masih digenggamnya.
Para petinggi semakin menempel ke Kamil, hendak menyimak kalung itu dengan jarak yang lebih dekat lagi. Hans dan Bu Minah, cuma melongo dengan respon para petinggi itu.
Nadine nampak biasa saja. Bagi dirinya, kalung itu merupakan sahabat pertama dan satu-satunya, yang hingga kini masih membersamainya sejak masih orok.
"..... Kanada? Hah?!" ucap Kamil dengan wajah takjub.
"Maksudnya, kalung ini original buatan Kanada, pak Kamil? Negeri yang terkenal dengan simbol daun maple itu?" sahut petinggi lainnya.
"Iya, Pak Luthfi. Bisa saja, harga kalung ini luNadinen mahal. Apalagi ciri khasnya hampir mirip dengan batu permata atau berlian pada umumnya," ungkap Kamil yang suka mengoleksi perhiasan mahal.
"Sekilas tadi, nampak memantul, mungkin saja saat terkena cahaya lampu di ruangan ini. Tapi, masih belum terang cahaya yang dipantulkannya. Kurang menyilaukan. Belum setara dengan kilau dari pantulan berlian,"lanjut Kamil, memberikan analisisnya.
"Maaf pak, memangnya ciri khas berlian seperti itu?" tanya Bu Minah penasaran.
"Iya, Bu. Karena begitu murni, setiap terpapar sinar maupun cahaya, pantulannya bisa puluhan garis. Membuat silau dan indah sekali. Terus, ciri khas lain adalah berlian sangat kuat, jika sekarang kita injak maupun getok dengan palu," kata Kamil menjelaskan dengan antusias.
"Emangnya nggak apa-apa? Bukannya ntar, jadi rusak kalungnya?" tanya Bu Minah, masih penasaran.
Nadine tidak melongo. Ia cuma terdiam saja mendengar para petinggi menilai dan menaksir kalung yang sudah berumur tua itu.
"Nggak apa-apa kok, Bu Minah. Kalung itu nggak akan rusak sama sekali. Justru... kalo itu bener-bener berlian asli, maka palu nya yang akan hancur berkeping-keping," tambah Hans, ikut memberi penjelasan.
Penjelasan Hans membuat Bu Minah menganga, karena minim wawasan tentang batu permata atau perhiasan mahal. Nadine menatap lurus ke arah kalung tuanya dengan tajam.
"Soalnya, batu berlian adalah salah satu batu paling keras di dunia. Ditempanya saja, harus di kedalaman bumi 150 hingga 200 kilometer, dan butuh miliaran tahun untuk membentuk batu cantik tersebut," tambah Kamil.
Para petinggi yang paham ilmu tersebut, langsung mengangguk, mengiyakan ucapan Kamil. Hans pun demikian.
Hanya Bu Minah dan Nadine yang takjub dengan keunggulan berlian. Tidak salah, menjadi salah satu batu permata dengan nilai paling mahal di dunia.
"Bagaimana kalau kita coba getok di sini? Untuk membuktikan bahwa kalung ini benar-benar batu permata dengan nilai selangit itu!" pinta Kamil kepada sang pemilik kalung.
Hans dan Bu Minah menatap ke arah Nadine dengan tampang sumringah dan berseri-seri. Mereka mendukung saran dari para petinggi itu. Jika memang benar asli, secara otomatis Nadine akan kaya mendadak. Tidak perlu lagi menyapu dan ngepel lantai dengan susah payah.
Mendengar hal itu, Nadine langsung merespon,
"Ja-jangan! Saya nggak sudi, jika kalau kalung ini dihancurkan! Mau itu harganya miliaran atau triliunan kek, saya nggak mau teman saya satu-satunya, hancur karena rasa penasaran nggak jelas dari kalian semua!" ucap Nadine tegas, menolak saran teledor dari Kamil.
Ia langsung mengambil paksa kalung miliknya dari genggaman Kamil.
"Maaf, Pak. Sepetinya, ini bukan kalung mahal yang kalian maksud," segera Nadine menarik kalung tuanya.
Lalu, karena terlalu buru-buru ingin pergi, tiba-tiba kalung itu jatuh dan tidak sengaja terinjak kakinya dengan tekanan keras.
Krekkss.....
Terdengar suara pecahan kecil dari kalung yang Nadine injak sendiri. Lalu, wanita itu mengangkat kakinya dan merespon dengan nada kecewa,
"Yah.... tuh kan, jadi hancur beneran!" ucapnya dengan wajah memelas, sambil berjongkok mengambil kalung daun maple nya penuh kasih sayang.
Hans, Bu Minah, dan para petinggi dibuat bingung oleh keadaan. Mereka yang penasaran, justru malah dibuat serba salah oleh rasa penasaran itu sendiri.
Kalung daun maple itu tidak hancur sepenuhnya, hanya patah sebagian dibagian daun tengah.
"Ma-maaf, Ibu Nadine. Saya pun sebelumnya lupa bilang," ungkap Kamil dengan kata tertahan yang seharusnya dikatakan lebih cepat.
"Kenapa, pak Kamil?" tanya Husein.
"Memang kalung itu punya pantulan cahaya yang membuat saya terpukau. Tapi, jaman sekarang, benda silikon dilapisi kaca pun, memiliki pantulan yang sama. Walaupun tidak seindah kilau dari pantulan berlian."
"Coba jelaskan lebih sederhana!" pinta Husein.
"Maksud yang ingin saya sampaikan, pas saya ketuk-ketuk kalung itu sesekali dengan ujung jari telunjuk, terdengar bunyi yang sangat ringan. Menandakan bahwa kalungnya terbuat dari plastik, bukan berlian. Jika memang berlian asli yang punya kepadatan tinggi, harusnya tidak bunyi atau kalo bunyi sekalipun terdengar berat," kata Kamil panjang lebar.
"Berarti benar analisis saya saat melihat kalung itu!" Husein pun angkat bicara perihal ketertarikan dengan kalung Nadine.
"Emangnya, bapak juga tahu, ciri khas berlian hanya dengan melihat dari jauh kalung nyonya Nadine?" tanya Bu Minah.
"Awalnya, saya mengira itu berlian sungguhan. Sama persis seperti yang dikatakan Pak Kamil. Makanya saya diam dan coba memastikan dengan analisis lain. Tapi, karena pantulannya tidak terang dan penampilan kalung itu tidak sebening berlian seharusnya, maka saya yakin bahwa kalung Nadine merupakan barang imitasi super."
Para petinggi ikut menganggukkan kepala dengan apa yang Husein sampaikan. Setelah beberapa saat, Hans pun mengakui ucapan Husein sangatlah masuk akal, analisisnya tidak main-main.
"Imitasi super maksudnya seperti barang tiruan atau KW super. Dibuat seperti asli dan tidak jarang mengelabui para konsumen dan kolektor batu permata. Untuk membuatnya saja, dibutuhkan dedikasi dan fokus yang sangat tinggi. Karena harus tercapai minimal dua standar, yaitu pantulan cahaya yang berkilau dan tingkat kekerasan yang mendekati batu permata aslinya." tutup Husein dengan penjelasannya.
Nadine masih belum bergerak dari posisinya saat ini. Ia masih berjongkok sambil memeluk kalung kesayangan yang telah membersamainya selama seperempat abad.
Hans dan Bu Minah tidak ingin menganggu waktu Nadine. Mereka paham, sekalipun rasa perhatian keduanya sangatlah besar, masih kalah oleh benda mati yang kini dipeluk dan diajak ngobrol Nadine dengan sangat lembut, sambil berurai air mata.
Para petinggi tidak bersalah dan merasa tidak perlu bertanggung jawab. Karena ini murni keteledoran Nadine.
"Sekali lagi, kami mohon maaf atas situasi ini. Sangat diluar dugaan. Tapi, terkait tawaran untuk jabatanmu menjadi koki, kami tidak main-main. Saya mewakili para petinggi, mohon maaf karena penasaran dengan kalungmu, Nadine." ucap Husein.
Sapaannya pada Nadine, bukan 'Bu Nadine', seolah mereka sudah kenal sangat lama.
Husein lalu ikut berjongkok dan menatap wajah Nadine,
"Sudahlah! Nggak usah nangis begitu, ya? Saya sangat paham, bagaimana rasanya kehilangan barang yang membersamai setelah sekian lama. Tapi, tetap saja itu adalah benda mati. Apalagi ini KW super." ucapnya dengan Nada lembut.
Nadine cuma mengangguk mendengar ucapan Husein, diiringi aliran tangisan yang semakin deras.
"Nanti, setelah kamu resmi jadi koki di sini, kamu bisa menabung dan membeli yang asli dari hasil gajimu. Oke? Jadi, jangan berlarut dalam tangisan itu!" Lalu, setelah memberi semangat kepada Nadine yang masih berjongkok dan wajahnya tertunduk, Husein pamit.
Bersambung......