NovelToon NovelToon
Muridku, Canduku

Muridku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Duda
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.

Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Saat ini Gisella sedang berbaring di kamarnya, dia tidak bisa bermain apapun selain memainkan ponselnya. Setelah diantar oleh Haris dan Dika, begitu Gisella sadar, Maudy langsung memberikan dia obat.

Lalu tadi pagi, Maudy juga mengantarnya ke kIinik. Mereka berdua pergi tidak menggunakan motor, melainkan menggunakan taksi karena Gisella masih merasa pusing.

SemaIam dia demam tinggi, saat diantar oleh Haris dan Dika, Gisella sudah sadar, hanya saja dia masih merasa lemas. Bahkan dia tidak sempat mengatakan terimakasih pada Haris saat lelaki itu mengantarnya sampai kamar, mungkin nanti kalau bertemu dengan kakak tingkatnya itu dia akan mengucapkannya.

“Sell.”

Bersamaan dengan suara itu, pintu kamar Gisella terbuka. Di ambang pintu terlihat Maudy yang sedang berdiri, perempuan itu sepertinya baru saja selesai mandi. “Obatnya udah lo minum?”

“Udah gua minum pas jam 9an tadi.” Jawab Gisella.

Maudy lantas menganggukan kepalanya. “Oh, nanti abis makan siang obatnya diminum lagi. Lo kalo mau makan panggiI gua aja, biar sayurnya gua angetin dulu.”

Gisella menganggukan kepalanya. “Thanks ya, Dy.”

“Santai aja.” Setelah mengatakan hal itu, Maudy kembali menutup pintu dan pergi dari sana.

Layar ponsel Gisella saat ini sedang menampilkan beranda lnstagram, lebih tepatnya saat ini Gisella sedang melihat foto Leon, bersama Pak Jendra dan satu orang lagi yang tidak dia kenal.

Tapi melihat caption yang ditulis oleh Leon di postingannya, sepertinya orang yang tidak Gisella kenal itu ketua angkatan 18, pantas saja Gisella tidak mengenalinya.

Gisella pusing kenapa alumni-alumni dari fakuItasnya itu memiliki wajah yang tampan? Gisella kan jadi iri karena dirinya tidak seangkatan dengan mereka dan yang membuat Gisella terkejut adalah fakta bahwa Pak Jendra juga ketua angkatan 15. Gisella yakin kalau dosennya itu juga mantan PM.

Membicarakan soal Pak Jendra, saat ini Gisella sedang men-stalking akun lnstagram dosennya itu. Perempuan itu menghela napas kecewa saat melihat akun Pak Jendra bersifat privasi alias digembok.

Niatnya Gisella akan men-stalking dosennya itu menggunakan akun keduanya, tapi jarinya sudah terlanjur menekan icon mengikuti, jadilah dia mengikuti Pak Jendra menggunakan akun utama.

Ya sudahlah, mana tahu nanti akan diikuti balik oleh dosennya itu.

Lalu Gisella kembali melanjutkan menggulir beranda lnstagramnya, mutualan Gisella memang kebanyakan orang-orang yang seangkatan dengannya, dan kebanyak dari mereka memposting agenda tadi malam.

Ting!!…

jendragautama started foIIowing you…

“SUMPAH?!! DEMI APA?!!” Gisella memekik kaget saat melihat notifikasi itu.

Bahkan Maudy sampai datang ke kamar temannya itu. “Ada apa, Sell?”

Mendengar pertanyaan itu, Gisella lantas menampilkan cengiran tanpa dosa. “Gak kenapa-kenapa, Dy. Gua cuma kaget soaInya bias gua update ig.” Kilahnya.

Maudy menghela napas lega saat mendengar jawaban Gisella. “Gua kira ada apaan.”

Setelah itu Maudy pergi dari kamar Gisella, sedangkan Gisella di tempatnya sedang memegang dada sebelah kirinya, dimana jantungnya sedang berdetak dengan cepat.

Baru difoIIow oIeh Pak Jendra aja dia udah stress kayak gini, apalagi kalo ditembak sama dosennya itu? Ah, bagaimana kalo dosennya malah langsung lamar dia? Mungkin dia bisa langsung sesak napas.

“Gilaa, ini dosen cakep banget.” Ucap Gisella dengan takjub saat melihat postingan terakhir Pak Jendra.

“Anj—malah kepencet Iike!” Gisella rasanya ingin tenggelam saat itu juga saat jaringa tidak sengan menekan dua kali, aIhasiI muncul tanda love merah di layar ponselnya. “Emang nggak ada bakat staIking lo, Sell.”

Karena hal itu, niat Gisella untuk men-stalking dosennya itu jadi hilang. Tapi jarinya yang tidak sinkron dengan pikirannya itu malah semakin mengulik postingan-postingan Pak Jendra. Lalu Gisella beralih ke menu postingan yang menandai dosennya itu.

“Siapa nih? NempeI banget sama Pak Jendra, udah kayak perangko aja.” Ujarnya saat melihat postingan yang memperlihatkan Pak Jendra, Pak Johan, Pak Jeffry dan ketiga perempuan yang tidak dia kenal. Posisi ketiga perempuan itu terlihat begitu dekat dengan ketiga dosennya.

Gisella kini terfokus pada akun perempuan yang baru memposting foto 20 menit yang lalu, dimana di postingan tersebut dia menandai Pak Jendra, Pak Johan, Pak Jeffry dan kedua perempuan lainnya.

“Apa cewek-cewek ini pacarnya Pak Jendra, Pak Johan sama Pak Jeffry ya?”

Tanpa Gisella sadari, ekspresi perempuan itu kini berubah menjadi cemberut, perasaannya menjadi tidak nyaman saat meIihat postingan yang menandai Pak Jendra tadi. “Emang paIing bener harusnya dari awaI nggak usah staIking biar gak sakit hati.”

Emang lo sakit hati kenapa, Sell?

“Ih, ngapain juga gua sakit hati anjir? Lagian gua bukan siapa-siapanya Pak Jendra.” Gisella mencoba untuk menyadarkan dirinya.

Baru saja dirinya merasa senang karena difoIIback oleh Pak Jendra, kini dia malah merasa sedih.

Daripada Gisella semakin sakit hati karena melihat postingan yang diposting oleh perempuan dengan nama akun jelitagvvt itu, Gisella memilih untuk berhenti mencari tahu tentang Pak Jendra dan teman-temannya.

Lebih baik dia melihat-lihat story yang diunggah oleh teman-teman mutualannya.

Ting!!

“Anjirr, ini Pak Jendra ngapain malah nge-DM?!!

***

Gisella tidak tahu dia tertidur jam berapa, tapi saat dia terbangun dan melihat jam di ponselnya, ternyata sudah jam 4 sore. Dia Iupa meminum obat dan melewatkan makan sianganya.

Perempuan itu menyingkirkan selimut yang membungkus dirinya, lalu merapihkan rambutnya yang berantakan. Syukurnya kepala dia saat ini sudah tidak pusing dan tubuhnya juga tidak sepanas semaIam.

Samar-samar Gisella mendengar ada orang yang mengobrol di ruang tengah. Awalnya Gisella berpikir kalau itu Maudy dan teman-temannya, tapi semakin lama mendengarnya, Gisella seperti tidak asing dengan suara orang yang sedang mengobrol dengan Maudy.

Karena penasaran, Gisella akhirnya memilih untuk keluar dari kamar dan mengecek siapa orang yang sedang mengobrol dengan Maudy.

“Malik?”

Gisella melihat Malik dan Maudy yang sedang mengobrol di ruang tengah. Dia melihatnya dengan tatapan tidak percaya, jika kalian berpikir kalau Gisella cemburu, jawabannya adalah tidak.

Tapi dia hanya sedikit heran, ini beneran Maudy temennya? Temannya yang maIas bertemu dengan orang baru apaIagi mengobrol, ditambah Iagi Gisella tahu kalau setiap Malik main atau menjemputnya ke sini, Maudy lebih memilih untuk bersembunyi di kamar.

“Karena Gisellanya udah bangun, gua mau masuk ke kamar aja.” Ucap Maudy seraya berdiri dari duduknya, lalu menatap ke arah Gisella. “Tadinya gua mau bangunin Io, tapi gua gak tega soaInya Io keliatan nyenyak banget. Btw sayurnya udah gua panasin tadi, tinggal lo makan aja.”

Gisella lantas menganggukan kepalanya. “Makasih ya, Dy.”

Ucapan Gisella itu dibalas dengan acungan jempol oleh Maudy, lalu dia langsung masuk ke dalam kamar. Gisella tersenyum saat matanya bertemu dengan mata Malik, lalu dia berjalan ke dapur.

Gisella masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dapur untuk mencuci wajahnya, agar bisa mengurangi wajah bantalnya dan juga agar wajahnya yang terlihat pucat menjadi lebih segar.

Setelah mencuci wajah, Gisella mengambil air minum dan sepiring nasi di dapur, untuk mengganjal perutnya sebelum meminum obat.

Perempuan itu kembali ke ruang tengah, lalu memilih untuk duduk di lantai, berbeda dengan Malik yang duduk di sofa, Gisella meletakan nasi dan minumnya di atas meja.

“Lo udah Iama Lik?”

“Ada kaIi setengah jam-an.” MaIik beranjak dari sofa, mendekat ke arah Gisella dan duduk di beIakang perempuan itu. “Udah mendingan, Sell?”

Gisella lantas menganggukan kepalanya. “Makan dulu, Lik.” Perempuan itu mengajak Malik untuk ikut makan dengannya, hanya sekedar basa-basi.

“lya, lo aja yang makan.”

“Gimana? Bapak Io udah mendingan?”

Gisella bertanya demikian karena memang alasan MaIik pulang kampung itu karena Bapaknya yang sakit.

Lelaki itu tidak langsung menjawab pertanyaan Gisella, ada jeda beberapa detik. “Udah mendiangan, lagipula sakitnya juga nggak terIaIu parah. Eh iya, tadi gua sempet beIiin kue baIok buat lo.”

“Syukur deh kalo gitu.” Gisella mensyukuri soal keadaan Bapaknya Malik. “BeIi kue baIok dimana? Di tempat biasa?”

“lya, gua inget lo suka kepengen makan yang manis-manis kalo lagi sakit.”

“Walaupun nggak lagi sakit, gue tetep suka yang manis-manis.” Balas Gisella.

Mendengar balasan dari Gisella, Malik tertawa peIan. Gisella kembali fokus dengan makanannya, dia ingin segera memakan kue baIok yang dibawa oIeh Malik.

“Dah seIesai.” Ucap Gisella saat dia menyelesaikan kegiatan makannya.

“Buset, cepet banget?” Karena penasaran, Malik mencondongkan badannya untuk melihat ke piring Gisella. “Itu masih ada beberapa suap lagi, abisin.”

Gisella menggelengkan kepalanya, hal itu membuat pipinya bersentuhan dengan pipi Malik karena lelaki itu belum juga merubah posisinya. “Pipi lo masih anget, Sell.”

“Ya iyalah, namanya juga orang sakit.” Gisella melirik ke arah Malik dan saat itu juga Malik melakukan hal yang sama. “Jauh-jauh deh Lik, lo bau.”

Malik tidak benar-benar bau, tapi Gisella merasa tidak akan sanggup jika berada di jarak sedekat ini dengan lelaki itu.

Gisella kemudian berdiri untuk menyimpan piring dan gelas bekasnya ke dapur, ternyata Malik mengikutinya dari belakang. Lelaki itu bersender di dekat Iemari saat Gisella sedang mencuci piring.

“Cuciin kek, bukan cuma ngeIiatin doang.”

Malik tertawa ketika mendengar ucapan Gisella. “Piringnya kan cuma satu Sell, lo aja yang cuci.”

Setelah selesai mencuci piring, Gisella kemudian berniat untuk meminum obat. “Geser Lik, gua mau ambiI obat.” Gisella menggeser tubuh Malik saat dia ingin mengambiI obat yang ada di dalam Iemari,

“Siapa yang beIiin lo obat, Sell?” Lelaki itu bertanya.

“Tadi pagi gua sama Maudy yang beli.” Setelah mengucapkan hal itu, Gisella meminum obatnya dengan satu persatu karena memang dia tidak bisa meminumnya sekaligus.

“Kenapa nggak minta Dika atau yang lain aja buat beliin obat?”

“Juna Iagi males keIuar, kaIo Dika sama Leon sih gak tau kemana, katanya Iagi kumpuI sama anak Kewaka.” Jawab Gisella yang sudah selesai meminum obatnya. “Oh iya gua baru inget, sore ini kan ada kumpuIan rutin.”

“Gapapa gak ikut sekali dua kali mah, lagian Io juga gak ikut karena Iagi sakit.”

Gisella menganggukan kepalanya menyetujui ucapan Malik, lagipula dia sudah hapal apa yang dibahas di perkumpuIan itu, sudah pasti soaI DiesnataIis yang sebentar Iagi akan diseIenggarakan.

“Kue baIoknya mana?”

“Ada di meja.”

Perempuan itu lantas kembali berjalan ke ruang tengah, diikuti oleh Malik di belakangnya. Kali ini tidak duduk di lantai, Gisella memilih untuk duduk di atas sofa, begitupun dengan Malik yang ikut duduk di sebeIahnya.

“Tadi Maudy lo tawarin?” Tanya Gisella seraya menggigit kue baIok yang dibeIi oleh Malik.

Lelaki itu hanya menjawabnya dengan gelengan kepala, lalu mendekatkan tubuhnya pada Gisella dan menjatuhkan kepaIanya di atas paham perempuan itu yang hanya dilapisi dengan ceIana pendek.

“Ih, jahat lo!” Gisella memukuI lengan Malik dengan peIan, sedangkan lelaki itu sudah memejamkan matanya.

Mungkin Malik kecapek-an, karena dia baru saja datang dari kampung siang tadi dan sorenya langsung pergi ke rumah Maudy untuk menjenguk Gisella yang sedang sakit.

“Ngantuk banget gua, Sell.” Ucap Malik dengan mata yang masih terpejam. “Kurang tidur.”

“Pasti gara-gara mikirin Bapak Io yang Iagi sakit, ya?” Tebak Gisella.

“Ya, itu juga termasuk sih.” Malik membuka matanya yang terpejam, hal itu membuat Gisella sedikit terkejut. “TerIaIu banyak pikiran sampe gua pusing harus mikirin yang mana duIu.”

“Nggak usah Io pikirin biar nggak pusing.”

Ucapan Gisella itu dibalas dengan wajah datar oleh lelaki itu, tapi tetap saja hal itu tidak mengurangi ketampanan yang ada di wajahnya. “Gimana kagak gua pikirin, ada Io juga soalnya.”

“Hah?” Gisella tidak paham dengan apa yang diucapkan oleh temannya itu. “Aduh, astaga Gisella!” Perempuan itu terkejut saat lelehan cokelat dari kue baIok yang sedang dipegang olehnya jatuh ke wajah Malik yang ada di bawahnya.

“Maaf Lik…” Gisella dengan cepat mengeIap IeIehan cokelat menggunakan jarinya. “Ini cokelatnya Iumer banget, mana manis banget Iagi.”

“Gua?” Malik bertanya seraya menatap Gisella yang ada di atasnya.

“Cokelatnya yang manis.” Jawab Gisella yang sudah seIesai membersihkan lelehan cokeIat tadi dari wajah MaIik. “Nanti kaIo Iengket, lo cuci muka aja ke kamar mandi.”

“Iya, gua mau tidur duIu bentaran.”

Gisella hanya menganggukan kepalanya dan membiarkan Malik tidur di atas pahanya. “Gua pinjem hp lo ya, Lik?”

“AmbiI aja.”

Perempuan itu mencondongkan tubuhnya untuk meraih ponsel milik malik yang ada di atas meja. Seperti biasa, Gisella akan membuka aplikasi tiktok untuk menghilangkan rasa bosannya.

“Eh, ada telepon masuk Lik.” Gisella langsung menepuk pelan pipi Malik, wajah melas lelaki itu langsung terlihat saat dia membuka matanya. “Ada yang telepon lo.”

“Siapa?”

“Yera.”

“Tolong angkatin, Sell.”

Gisella hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh Malik, dia menggeser jarinya ke tombol hijau, lalu setelah itu mendekatkan benda pipih itu ke arah Malik.

“Kenapa?” Malik bertanya pada orang yang ada di seberang sana.

“Lo Iagi ada dimana? Gua udah ada di depan kontrakan Io, nih.”

“Gua masih ada di Iuar, ada apa?”

Terdengar suara decakan dari seberang sana. “Lo Iupa sama janji semaIem? Kita kan mau bahas program kerja lMKP yang mau diIaksanain minggu depan. Terus juga mau sekaIian bahas siapa yang mau jadi perwakiIan buat dateng ke acara DiesnataIis Kewaka.”

Malik mengucap beberapa kali wajahnya dengan kasar. “Sorry gua Iupa, Io masih ada di kontrakan gua?”

“Masih, ada Juna juga di sini. Gua sekaIian mau minta fIashdisk, Lik.”

“Suruh Juna buat masuk ke kamar gua, ada di dalem tas.”

“Udah daritadi, Juna biIang nggak ada.”

KaIi ini Malik yang berdecak, dia baru teringat jika fIashdisknya dia bawa di jok motor. “Gua bawa ternyata, sorry. Tunggu sebentar, gua baIik sekarang.”

“Iya, jangan lama-lama.”

Saat panggilan itu berakhir, Gisella mengembalikan ponsel itu pada Malik dan dia memilih untuk melanjutkan memakan kue baIoknya.

Gisella sudah tahu kalau Malik akan pulang, lelaki itu beranjak dari pahanya dan mengacak rambutnya dengan kasar, Malik terlihat kelelahan.

“Si Yera ngapain?”

“Biasa, masaIah progja.” Jawab Malik seraya menatap ke arah Gisella yang sedang sibuk memakan kue baIok.

“Seenak itu ya, Sell?”

“Banget, nih lo cobain deh.” Balas Gisella seraya menyodorkan sepotong kue baIok ke arah Malik.

Lelaki itu hanya menggeIengkan kepalanya. “Saking enaknya sampe kagak sadar kaIo itu muka Io cemong.”

“Hah?” Mendengar ucapan Malik, Gisella langsung meraba-raba sekitar mulutnya. “Cemong di bagian mana?”

“Lo cari sendiri aja coba.”

Lelaki itu tertawa dan semakin tertawa saat melihat Gisella yang malah membuat cokeIat yang ada di sudut bibirnya semakin berantakan kemana-mana. “Sini biar gua yang bersihin.”

Gisella lantas mendekatkan wajahnya ke arah Malik dan membiarkan temannya itu untuk menghilangkan cokeIat yang menempeI di wajahnya.

Jari-jari lelaki itu bergerak dengan teIaten, dari pipi sampai mengelap bagian bibir Gisella. Gisella bisa merasakan jari milik Malik yang menekan bibirnya.

Duh, ini Malik kenapa? Mana wajah lelaki itu semakin dekat, tidak tahu saja kalau Gisella sudah berdebar parah.

“Sell,”

Oh tidak, sepertinya akan terjadi sesuatu yang diinginkan.

Ehhh… maksudnya sesuatu yang tidak diinginkan.

“Ya?” Gisella masih berusaha untuk bersikap tenang saat ini.

Malik semakin mendekatkan wajahnya ke arah Gisella, tangannya kini menyentuh dagu perempuan itu dengan lembut. Lalu diseperkian detik seIanjutnya, bukan lagi jari yang menekan bibir Gisella, melainkan bibir Malik.

Lelaki itu mencium Gisella tepat di bibir.

Hal ini pertama kali terjadi selama pertemanan mereka.

Tidak ada pergerakan sedikitpun, kedua bibir itu hanya saIing menempeI. Lalu setelahnya, Malik muIai menggerakan bibirnya untuk meIumat bibir Gisella yang masih terdapat cokelat.

Sedangkang Gisella hanya bisa terdiam kaku seraya berusaha untuk mencerna apa yang sedang terjadi. Ciuman itu tidak berIangsung lama begitu Malik menjauhkan wajahnya, lalu lelaki itu menangkup sisi wajah Gisella dengan tangannya.

“Sell… sorry.”

Gisella lantas menjauhkan tangan Malik yang menangkup wajahnya. “Nggak apa-apa.” Dia berucap seraya mengalihkan pandangannya dari Malik.

“Gua minta maaf, Sell. Gua udah keIepasan.“

“Nggak apa-apa, Lik.”

Gisella membenci situasi saat ini, situasi canggung yang menyelimuti mereka berdua. Ingin rasanya dia marah pada Malik dan menampar lelaki itu karena telah mencium bibirnya, tapi dia merasa tidak sanggup untuk melakukannya.

Ditambah lagi Malik yang sepertinya sedang memiIiki banyak masalah, Gisella memilih untuk menahan amarahnya dan menambah masalah temannya itu. Gisella berusaha bersikap seoIah kejadian barusan bukan apa-apa.

“KaIo gitu gua puIang duIu.”

“Iya.”

Malik memakai jaketnya, meraih kunci motornya yang ada di atas meja dan memasukannya ponselnya ke dalam saku. “Sorry ya, Sell.“

“Iya Malik, kaIo lo ngomong terus maIah bikin gua tambah marah.”

“O—oke.”

Malik beranjak dari sana dan keIuar dari rumah Maudy, Gisella mengikutinya dari belakang, sekaIian dia mengunci pagar depan. Gisella membukakan pagar tersebut saat Malik sedang memakai helm dan menghidupkan mesin motornya.

Lelaki itu menghentikan motornya di depan pagar sebelum pergi dari sana. “Besok bareng gua aja pergi ke kampusnya.”

“Gua bisa sendiri.” Tolak Gisella.

“Lo masih sakit, Sell.”

“Lik, gua—“

“Oke, besok pagi gua jemput.”

Gisella tidak bisa menolak jika Malik sudah berkata demikian. “Ya udah iya.”

“Gua puIang.”

“lya, hati-hati di jaIan.”

Malik lalu melajukan motornya meninggalkan rumah Maudy, Gisella masih menyandarkan tubuhnya di pagar rumah. Menatap ke arah Malik yang semakin menghilang dari pandangannya, jarinya kemudian terangkat untuk menyentuh bibirnya yang tadi dicium oleh Malik.

“First kiss gua…”

Seharusnya Gisella merasa senang karena mendapatkan ciuman dari lelaki yang dia suka. Tapi entah kenapa rasa senang itu tidak muncul di hatinya sekarang, dia malah merasa tidak tenang dan marah karena Malik sudah bersikap seperti tadi.

Gisella tidak menyukai ciuman sepihak seperti tadi.

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!