Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kasar
“Gue tuh mau angkat lo tadi, soalnya nggak tega mau bangunin lo tidurnya lelap banget sampe ngorok.” Lanjutnya berbohong perkara ngorok. Deeva nggak ngorok sama sekali, gadis itu tidur dengan pulas dan wajah yang teduh. Terlihat jelas jika ia kelelahan hari ini. Sebelum mengangat gadis itu, Shaka berjongkok lumayan lama sambil memandangi wajah Deeva. Ada sedikit rasa menyesal karena mengomeli Deeva sepanjang jalan tadi. Ditambah perut Deeva beberapa kali berbunyi karena lapar membuat Shaka makin merasa bersalah. Niatnya tadi mau langsung pulang tapi berhubung Raffa bilang ada dokumen yang harus ditanda tangani hari ini juga membuatnya mau tak mau harus kembali ke kantor. Rencanya hanya sebentar untuk tanda tangan tapi berakhir lama karena beberapa hal yang Raffa bahas diluar urusan kantor.
“Masa sih aku ngorok, Kak? Nggak pernah kok.” Jawab Deeva.
“Seriusan tadi kenceng banget sampe kedengeran ke luar.”
“Bohong lah, nggak mungkin.”
“Ya udah kalo nggak percaya, ntar kapan-kapan kalo lo tidur gue rekam deh buat bukti.”
“Terserah Kak Shaka lah. Sekarang mau pulang nggak nih? Udah pengen mandi aku nya, nggak nyaman.” Ucap Deeva.
“Pulang, tapi kita makan dulu. Perut lo dari tadi udah bunyi. Mau makan apa biar gue traktir.” Ajak Shaka.
Deeva memeganggi perutnya, sejak tadi ia memang lapar. Apalagi melihat satu kotak cake cokelat yang ada di meja Shaka benar-benar menggugah selera. Lelehan cokelat diatasnya seolah meminta Deeva untuk segara melahapnya.
“lapar banget Kak, tapi sebelum pulang bisa nggak sih kita gajel dulu cacing-cacing yang kelaparan sama itu tuh.” Matanya melirik ke arah cake cokelat. Sudah satu bulan ia tak makan makanan manis terutama jenis kue yang menurutnya menyumbang kenaikan berat badan paling cepat. Maka ia putuskan memakannya hanya sebulan sekali.
Shaka mengikuti lirikan Deeva, seketika wajahnya berubah tak senang. “Nggak, kita makan di luar aja.”
Tapi Deeva sudah secepat kilat mengambil satu kotak cake cokelat itu. Sejak tadi sebelum ketiduran ia sudah ingin memakannya tapi berhubung pemiliknya tak ada maka ia urungkan niatnya.
“Makan di luar aja.” Dengan sedikit marah Shaka menepis kasar potongan kue yang hampir masuk ke mulut Deeva.
Deeva menelan ludah melihat kue cokelat itu jatuh ke lantai, tak hanya itu Shaka juga mendorong sisa kue yang di meja hingga jatuh semua.
“Kak Shaka kenapa sih? Sayang tau ini kue nya. Mana rasa cokelat, kesukaan aku.”
“Kan udah gue bilang kita makan di luar aja. Ntar gue beliin lagi kue yang kayak gitu ada banyak.” Jawab Shaka.
“Tapi sayang Kak, ini masih bisa di makan kok.” Merasakan mencari uang tak mudah karena ia jga berjualan makanan saat di Bandung, Deeva hendak mengambil potongan yang kiranya masih bisa di makan.
“Nggak, buang. Kita makan di luar aja!”
“Tapi kan…” Deeva jadi ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Sedikit kaget juga melihat Shaka yang tiba-tiba begitu emosi hanya karena kue cokelat. Apa lelaki itu tak suka ia menyentuh makanannya? Atau? Belum selesai Deeva dengan segala tebakannya, Raffa masuk dengan membawa buket yang bukan sembarang buket hingga membuatnya melongo. Buket bunga, buket uang hingga buket makanan ringan bahkan buket buah sudah pernah Deeva lihat, tapi kali ini di hadapannya ada buket aneka pakan kucing. Deeva sampai mengerjapkan mata berulang kali melihatnya.
“Lucu banget buket makanan kucing.” Deeva menghampiri Raffa yang hendak menyerahkan buket itu pada Shaka.
“Paket susulan.” Ucapnya seraya menyerahkan buket.
“Buat lo aja!” ketus Shaka.
“Ogah gue nggak doyan makanan kucing, lagian gue nggak punya kucing.” Tolak Raffa dan memberikannya pada Shaka, namun bukan menyimpannya pemuda itu justru langsung membuangnya dengan kasar.
Deeva dengan cepat memugutnya, “Kak lumayan buat si Kopoy ini, mana banyak banget.” Ucap Deeva.
Shaka menghampiri Deeva, mengambil buket itu dari tangan Deeva dan melemparkannya dengan kasar hingga isi buket itu berceceran.
“Kalo gue bilang buang yah buang aja!” teriaknya kemudian berlalu pergi, bahkan pintu saja ia tutup dengan kasar hingga Deeva kaget untuk kesekian kalinya.
“Ya ampun mana lapar malah kena bentak terus.” Gerutu Deeva sambil mengumpulan makanan kucing yang sudah berserakan.
“Om Raffa tau nggak kenapa sih Kak Shaka marah-marah kayak gitu?”
“Om bantuin dong ngumpulin ini pakan kucing.” Lanjutnya karena Raffa tak juga menjawab ucapannya justru sibuk dengan handphone nya.
“Om Raffa!” teriak Deeva.
“Apaan sih bocil? Gue lagi pusing ini. Lo pungutin aja sendiri!” jawabnya sedikit membentak kemudian pergi dan menutup pintu tak kalah keras dengan yang dilakukan Shaka tadi.
“Buset dah orang-orang pada kenapa sih?” gerutu Deeva. “Katanya mau traktir makan diluar tapi malah ditinggal. Huh!” Deeva menghela nafas panjang, tangannya tetap terampil mengumpulkan pakan kucing yang berserakan.
“Mama bilang Arshaka Rahardian calon suami paling oke. Oke dilihat dari mana? tampang oke lah tapi kelakuannya kok gini amat! Gue malah ditinggal kayak gini. mana kasar banget pake bentak-bentak segala. Huh!”
.
.
.
Like komennya jangan lupa guys biar aku makin semangatttt
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Aku ya gitu seperti Deeva, malah tahan diem berhari-hari. mending diam, g nguras emosi.