Duda tapi masih perjaka? Loh kok bisa? Percaya nggak? Buktiin yukk cap cuss!
---
Hanya othor remahan yang masih amatiran bukan othor profesional. Masih banyak belajar 😌 harap maklum dengan segala kekurangan❣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Flashback
Malam itu, langit mendung disertai petir yang menggelegar memekakkan telinga. Gandhi baru pulang bekerja pada pukul 22.00 WIB, karena ada pekerjaan mendadak.
Saat mobilnya melalui sebuah jembatan yang cukup besar, matanya menangkap sesosok perempuan berambut panjang di tepi jembatan. Kakinya perlahan naik, ia memejamkan mata sambil mendongak. Kedua tangannya merentang.
Gandhi menginjak remnya kuat-kuat. Ia berlari lalu menangkap pinggang wanita itu. "Apa yang kamu lakukan?" teriak Gandhi beriringan dengan petir yang menyambar-nyambar.
"Lepasin aku! Lepas! Biarin aku mati! Lepas!" berontak wanita itu meronta berusaha melepaskan lilitan tangan Gandhi.
Tentu kalah kuat dengan Gandhi. Pria itu menurunkan wanita asing yang mencoba bunuh diri, menjatuhkan dirinya di ketinggian puluhan meter. Yang mana di bawah juga sama ramainya lalu lalang kendaraan.
"Mati tidak akan menyelesaikan masalah. Justru menambah masalah, kamu nggak mikirin gimana perasaan keluarga kamu? Seenggaknya pikirkan aib yang akan menggunjing orang tuamu. Jangan egois. Dan lagi, Allah sangat murka dengan orang-orang yang mengakhiri hidupnya. Sudah cukupkah amalmu? Sudah sempurnakah ibadahmu? Sampai kau berani mengambil keputusan ini!" berang Gandhi setelah menurunkan perempuan itu melepaskan lilitan tangannya.
Wanita itu tertunduk, lalu meluruh ke tanah. Ia menangis sejadi-jadinya. Hujan deras mengguyur malam itu, membasahi tubuh keduanya.
"Aku malu! Aku takut! Aku sudah melempar kotoran di wajah orang tuaku. Aku mengecewakannya. Aku mau mati saja!" pekiknya dalam tangis seolah tak mendengar ucapan Gandhi.
Dan benar saja, wanita itu berlari menaiki pagar pembatas dengan cepat lalu melompat ke bawah. Namun Gandhi dengan sigap menarik lengannya. Tubuh wanita itu bergelantung.
"Lepasin aku!" pekik gadis itu mendongak menggerak-gerakkan kakinya.
Gandhi menggeleng, sekuat tenaga ia menariknya lagi. Meski kesulitan karena wanita itu tak ada keinginan kembali.
"Enggak! Jangan lakukan itu!" sahut Gandhi yang tangannya mulai kebas. Satu tangannya menahan tubuhnya sendiri berpegangan pagar pembatas.
"Aku nggak mau melahirkan tanpa suami! Aku nggak mau menahan malu! Lepasin aku!" perempuan itu meronta.
"Jangan gila! Kamu mau jadi pembunuh juga? Kamu mau ke neraka jalur express!" pekik Gandhi marah.
"Jangan ikut campur! Lepasin aku!" Wanita itu masih keras kepala.
Malam semakin larut, tak banyak pengguna jalan saat itu. Jika pun ada mereka seolah tak peduli pada pria dan wanita yang tarik ulur meregang nyawa.
Gandhi yang mendengar kata bayi semakin berusaha menaikkan wanita itu. Ia sangat mencintai anak-anak. Ia murka jika ada wanita yang berusaha membunuh darah dagingnya sendiri.
"Oke! Aku akan menjadi ayah dari anak itu. Aku akan menikahimu. Tolong, jangan bunuh bayi tak berdosa," ucap Gandhi lantang yang sudah berkaca-kaca. Namun tak tampak, tersamarkan oleh derasnya air hujan.
"Enggak, aku nggak percaya!" teriak wanita itu.
"Aku berjanji!" seru Gandhi. "Naik ya, tanganku sudah kram," lanjutnya lebih lembut.
Entah apa yang ada di pikiran Gandhi saat itu hingga terlontar kalimat yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Sebab angan-angannya menikah hanya dengan Chaca dan masih menunggu satu tahun lagi. Namun, apa ini? Takdir seolah menuntun nuraninya untuk bertindak di luar perkiraannya.
Akhirnya perempuan itu menurut. Kakinya berusaha berpijak tepian jalan, kedua tangannya menggenggam erat lengan Gandhi. Dan pria itu menggunakan sisa tenaganya hingga berhasil membuat perempuan itu terangkat. Keduanya terjatuh, perempuan itu menindih Gandhi.
"Sekarang di mana rumahmu?" tanya Gandhi beranjak bangun dan memegang kedua lengan wanita itu.
"Namaku Ayu. Rumahku di pemukiman di ujung jalan ini," jawabnya lirih menundukkan kepala.
"Baiklah, ayo aku antar pulang," ajak Gandhi menarik lengannya lalu membukakan pintu mobil. Selama perjalanan mereka terdiam. Hati Gandhi carut marut. Degub jantungnya tak beraturan kala mengingat wajah Chaca. Hatinya menggeram marah. Kenapa tidak dibiarkan saja wanita di sampingnya ini? Sungguh ribuan jarum menghujam jantungnya.
"Maafin aku, Cha," gumam Gandhi lirih.
"Kamu bilang apa?" tanya Ayu yang sudah lebih tenang. Hanya gelengan kepala saja balasan dari Gandhi.
Gandhi memgantarkannya pulang sekaligus membicarakan niatnya untuk menikahi putrinya. Awalnya Gandhi mendapat bogem mentah dari Bapak Ayu. Dikiranya, dialah yang menghamili anaknya.
Saat ini memang tak dapat membela diri. Karena Ayu diam saja sedari tadi. Ia juga tidak punya bukti apa-apa. Sekedar menepati janji yang baru terucap beberapa jam yang lalu.
Tak mau berlama-lama, Gandhi pamit pulang dengan beberapa luka lebab di wajahnya. Ia pulang ke rumah Bunda, terkejut kala wanita itu duduk meringkuk di teras.
"Bunda! Kenapa masih di sini? Kenapa nggak tidur?" Sapa Gandhi berlari menghampirinya.
"Bunda nungguin kamu, Bunda khawatir sama kamu. Ke ...." Ucapannya terputus kala menatap putra sulungnya yang basah kuyup disertai lebam kebiruan di wajahnya. "Ya Allah, Nak! Kamu kenapa?" pekik Bunda memegang kedua pipi Gandhi.
"Kita masuk ya, Bun," ajak Gandhi menuntun sang bunda memasuki rumah.
Sudah sepi, lampu ruangan tengah juga sudah padam semua. Hanya teras dan kamar-kamar yang masih menyala. Mereka tidak mempunyai lampu tidur, hanya lampu utama saja.
Buru-buru bunda merebus air untuk mandi putranya. Sedangkan Gandhi menyiapkan pakaian gantinya lalu dibawa masuk kamar mandi.
"Nak, jangan mandi air dingin!" pekik Bunda dari dapur yang tak jauh dari kamarnya.
"Iya, Bun," sahut Gandhi.
Tak menunggu lama, Bunda menuangkan air panas dalam bak mandi lalu mengisinya dengan air dingin sampai kehangatannya pas untuk mandi.
"Terima kasih, Bun," ucap Gandhi tulus melenggang masuk kamar mandi.
Sang bunda kembali ke dapur. Ia membuatkan teh hangat untuk putra kesayangannya. Tak lupa juga menghangatkan makanan, kalau-kalau pria itu belum makan malam juga.
Hingga beberapa saat, Gandhi sudah keluar dengan pakaian santai. Handuk kecil mengacak kepalanya yang basah.
"Bun, Gandhi mau bicara," ucap Gandhi pelan memeluk sang Bunda menopangkan kepalanya di bahu wanita yang merawatnya sedari bayi.
"Makan dulu. Nih teh hangat biar anget badan kamu." Bunda meraih gelas dan menyodorkannya pada Gandhi.
Diteguknya hingga habis tak bersisa lalu mengajak bundanya duduk di sofa ruang tengah. Di bawah remang cahaya rembulan yang menerobos melalui celah jendela rumah sederhana itu.
Gandhi merebahkan kepalanya di paha bunda. Ia memejamkan mata sejenak, hingga tak terasa air matanya menetes. Tangan renta wanita itu membelai kepala Gandhi dengan lembut. Memberi kenyamanan pada Gandhi meski hanya sedikit.
"Bun," panggil Gandhi pelan.
Gandhi lalu menceritakan apa yang ia alami tadi. Tak sedikit pun yang ketinggalan. Ia bercerita sambil menangis. Tangis memilukan, karena dalam hatinya ia tidak tega menyakiti gadis yang sangat dicintainya. Apalagi ia sangat merindukan Chaca, sudah beberapa hari tidak bisa dihubungi.
Bunda pun sama terkejutnya. Ia tak menyangka takdir akan membolak balikkan hidupnya. Bunda tahu bagaimana perasaan Gandhi dan Chaca yang saling mencintai. Karena Gandhi juga sudah membicarakan rencananya pada sang bunda. Menikahi gadis itu saat lulus SMA nanti.
"Gandhi bingung, Bun. Gandhi sudah mengkhianati Chaca. Gandhi sangat mencintainya. Gandhi ...." Tubuhnya semakin bergetar hebat. Tangisnya pilu. Malam ini menjadi malam yang berat dalam memutuskan kehidupannya. Bunda juga tak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa mendukung apa pun keputusan Gandhi.
"Kalau memang kalian ditakdirkan berjodoh, kalian akan tetap bersatu bagaimana pun caranya kelak," pesan Bunda.
Hingga hari itu pun tiba. Hari dimana Gandhi melakukan pernikahan dengan wanita lain yang bahkan baru dikenalnya. Orang tua Ayu mendesak agar secepatnya dilaksanakan.
Flasback end.
Bersambung~
Tapi sekalinya baca novel atau nonton drama tentang ditinggal pergi selamanya oleh sesorang, rasanya seperti ngalamin kejadian itu sendiri 😭😭
sakit banget ini hati...
air mata juga ampe ngalir 😭
ampe merinding bacanya tuh
bener banget
hati-hati sama orang penyabar dan pendiam 😄
sekalinya kecewa langsung keluar dari mulut talak tiga...
kan kan kan
dasar buaya!
jeburin aja ke danau 😊
sombong amat!
kasihan sama orang lain tapi gk kasihan sama diri sendiri dan chaca...
kesel sama si gandhi 😤😡
eh pas disamperin udah jejer sama cewe lain 😭
sakitnya luar biasa
Bapak kandung apa bukan sih?
setidaknya kalau gk bisa beri perhatian ya gk usah main tangan lah 😭😭
kemarin kan sabtu katanya...
apa iya hari minggu kerja? 🤭