NovelToon NovelToon
Istri Muda Paman

Istri Muda Paman

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / CEO / Cinta Terlarang / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:40.3k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

Kecelakaan yang menimpa kedua orang tua Mala, membuat gadis itu menjadi rebutan para saudara yang ingin menjadi orang tua asuhnya. Apa lagi yang mereka incar selain harta Pak Subagja? Salah satunya Erina, saudara dari ayahnya yang akhirnya berhasil menjadi orang tua asuh gadis itu. Dibalik sikap lembutnya, Erina tentu punya rencana jahat untuk menguasai seluruh harta peninggalan orang tua Mala. Namun keputusannya untuk membawa Mala bersamanya adalah kesalahan besar. Dan pada akhirnya, ia sendiri yang kehilangan harta paling berharga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CINTA BUTA

"Bang Yudha yang membebaskanku!"

Degh.

Kemala dan Tama tercengang. Mereka mendengar dengan seksama apa yang terjadi sebenarnya. Tentang Vino, Yudha, juga Angel yang ternyata dibalik ini semua. Orang-orang yang sama sekali tidak Kemala maupun Tama kenal.

Vino melanjutkan ceritanya. Menerangkan secara detail siapa Angel, dan apa motifnya memerintahkan Yudha untuk membantu Erina? Vino juga mengatakan jika Angel punya niat untuk mencelakai Kemala. Dia ingin semua keluarga Erina hancur.

"Siapa Angel itu? Dia dendam pada Erina, tapi kenapa Kemala dan orang tuanya yang jadi korban?"

Vino menarik nafas dalam-dalam. "Karena Angel tahu, siapa yang selama ini membiayai hidup Erina. Katanya dulu, kakak Erina yang tak lain ibu Kemala juga tak segan menyuap pihak kampus saat Erina melakukan pembullyan hingga membuat orang lain terluka fisik maupun mentalnya. Erina hampir di d.o saat itu. Dengan uang, Erina menjadi seenaknya. Angel yang dulu merupakan gadis baik-baik, sangat murka melihat kesombongan Erina yang selalu berbuat semena-mena pada orang-orang di bawahnya. Dan itu semua tidak akan terjadi jika tanpa sokongan dana dari kedua orang tua Kemala."

Kemala kembali tertampar dengan kenyataan ini.

Banyak yang ia tidak tahu tentang keluarganya. Tentang penghianatan ayahnya, juga tentang ibunya yang selalu saja menuruti apa yang diinginkan oleh tantenya itu. Uang telah membutakan Erina dan menjadikan wanita itu sebagai wanita angkuh dan tak punya perasaan.

"Gak mungkin ibu seperti itu. Selama ini, setiap kali tante Erina minta uang, ibu memang selalu memberikannya. Tapi ibu selalu menasehati agar Tante Erina tidak berfoya-foya dan bisa merubah gaya hidupnya. Gak mungkin kalau ibu sampai bisa menyuap pihak kampus demi menutupi kesalahan tante Erina," ucap Kemala masih tidak percaya.

"Tapi itu kenyataannya, Kemala. Aku memang tidak mengenal ibu dan ayahmu, tapi aku mengenal dekat Erina. Dia sudah berhubungan cukup lama dengan Bang Yudha. Dia sering ke rumah dan menceritakan tentang keluarganya. Dan Angel... Dia seperti itu karena dendam."

Hening. Kemala hanya diam, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Vino. Kenyataan demi kenyataan tentang kedua orang tuanya yang ia pikir baik-baik saja. Subagja merupakan juragan yang terhormat dan disegani banyak orang, begitupun dengan Indira yang menjadi motivator untuk UMKM dan juga komunitas ibu-ibu sosial.

Tak ada cela pada diri kedua orang tuanya itu. Tapi sekarang, setelah mereka pergi, baru semua ini terkuak.

"Aku mau ketemu sama si Angel itu! Berarti dia biang masalahnya!" Kemala nampak berapi-api.

"Jangan. Kamu gak tahu siapa dia! Dia wanita gila. Dia psikopat, Mala. Bahaya kalau kamu mendatanginya. Dia

Juga bersenjata," ucap Vino melarang keras Kemala untuk mendatangi Angel.

"Lantas, apa rencana Yudha? Kenapa dia membebaskanmu?" tanya Tama yang sejak tadi diam, emosinya mulai mereda.

"Bang Yudha ingin mengakhiri semuanya. Dia tidak mau terus menerus menjadi budak wanita gila itu. Aku dibebaskan untuk memberi tahu kalian. Aku ingin Kemala berhati-hati. Dan aku siap menjadi pelindungnya!" ucap Vino yang kembali membuat Tama meradang.

"Apa kau bilang?" Tama mengepalkan tinju dan bersiap untuk menghajar pria yang wajahnya sudah babak belur itu.

"Mas, jangan!" teriak Kemala. Ia mengelus lengan suaminya, mencoba meredakan amarahnya.

"Kita butuh dia, Mas. Vino rela berkorban demi aku selamat. Lihatlah, dia bahkan hampir mati."

"Tapi, Sayang..."

"Please, Mas... Biarkan dia disini dulu. Kita butuh informasi lebih banyak."

Tama menghela nafasnya. Entah mengapa ia tak suka dengan cara Vino menatap Kemala. Dan dari cara bicaranya saja, Vino sudah menunjukkan ketertarikan secara terang-terangan pada wanita yang telah sah menjadi istri Tama itu.

"Baiklah. Tapi aku yang akan melindungimu, Kemala. Bukan dia!" tegas Tama seraya melirik Vino dengan tajam.

Kemala tersenyum seraya mengusap lengan suaminya

Dengan lembut.

"Vin, habiskan sarapannya! Aku sudah panggil dokter untuk memeriksakan kondisimu."

Vino tersenyum manis, namun senyumannya itu membuat Tama makin cemburu buta. Ia harus waspada.

Apalagi Vino terlihat seperti mencari kesempatan dalam kesempitan. Mencari perhatian Kemala dan seolah-olah ingin menjadi pahlawan untuk wanita itu.

"Gak usah, Mala. Kamu sudah jadi obatnya kok," ucap Vino yang membuat Tama makin meradang.

"Kurang ajar! Beraninya kau...!!"

Kemala menahan tawa kemudian mendorong tubuh suaminya, mengajaknya keluar dari kamar tamu itu.

"Sudah, sudah. Ayok, sarapan!"

Vino memperhatikan mereka hingga pintu ditutup oleh Kemala.

Cemburu. Tentu saja.

Namun ia tidak egois. Setelah memastikan Kemala aman dan Yudha menepati janji untuk menyelesaikan semuanya, maka ia pun akan pergi. Vino akan fokus mengurus ibunya yang saat ini masih terbaring sakit itu.

Vino terdiam, menatap langit-langit kamar. Teringat kata-kata Yudha semalam.

"Apa yang membuatmu mau melakukan ini, Vino?

Kamu menyukai Kemala, kenapa tidak mendekatinya saja?

Kenapa membiarkan dia bersama dengan suami dari tantenya? Padahal, kamu bisa mencari kesempatan untuk mendekati gadis itu! Kenapa kamu berani berkhianat dan

Menaruhkan nyawamu? Kamu tahu 'kan bagaimana Angel?"

Vino tersenyum tipis. Darah di sudut bibirnya sudah mengering, namun ia tidak merasa takut sama sekali. Jika pun harus mati di tangan kakaknya, ia tidak masalah.

"Karena cinta sejatinya tidak harus memiliki.

Melihatnya bahagia, itu sudah menjadi kebahagiaanku.

Beberapa kali aku melihat Kemala dijemput oleh om-nya.

Meski aku tahu hubungan mereka salah, tapi siapa yang

bisa memisahkan dua insan yang sedang jatuh cinta?

Lagipula Erina telah menghianati pria itu dengan cara berselingkuh, dan jika pria itu saat ini bersama Kemala, ya mungkin itu sudah takdirnya."

Mendengar itu, hati Yudha yang keras dan dipenuhi ambisi, seolah melunak. Dia diam untuk beberapa saat, kemudian tanpa diduga melepaskan ikatan pada tangan adiknya itu.

"Pergilah. Temui Kemala dan bilang pada mereka untuk waspada. Kita gak tahu apa yang akan diperbuat Angel. Dia wanita berdarah dingin, membunuh orang yang disukainya saja dia sanggup."

Vino terkejut. Tak menyangka jika kakaknya akan membebaskannya begitu saja. Padahal jelas, dirinya yang telah membuat kekacauan ini. Membocorkan rencana jahat mereka.

"Lalu bagaimana denganmu, Bang?" tanya Vino, raut wajahnya masih terlihat tak percaya.

"Jangan pikirkan aku. Ini ambillah! Di dalam kartu itu ada uang untuk pengobatan ibu. Tenang saja, uang itu

Halal. Pemberian Erina, bukan uang dari Angel," ujarnya.

Vino terdiam sejenak kemudian tersenyum sinis.

"Pemberian Erina pun sama saja, Bang. Kau telah menipunya selama ini. Memanfaatkan uangnya dan mengumpulkannya untuk pengobatan ibu.".

"Yang penting bukan uang haram dari jual beli nark*ba ataupun uang dari Angel, Kan? Sudah, ambil saja dan cepat pergi dari sini! Ibu membutuhkanmu! Tolong rawat dia. Dan jaga diri baik-baik!"

Yudha keluar dari ruangan itu. Tapi sebelumnya ia mengikat kembali tangan Vino, ikatan yang longgar seolah-olah Vino masih dalam penyekapan.

"Tengah malam nanti, para penjaga bakal pesta.

Mereka pasti minum dan mabuk berat. Itu adalah kesempatan buat kamu kabur. Pergilah, Jangan pikirkan aku! Sampaikan salam untuk ibu. Katakan aku menyayanginya!"

"Pilihanku hanya dua. Menjadi budak Angel selamanya, atau membuktikan cintaku pada Erina. Mungkin aku pria bodoh. Dan mungkin cinta ini buta, tapi aku akan melakukan apapun supaya Erina yang sedang mengandung anakku bisa bebas!"

DEGH.

Vino bergeming. Matanya berkaca-kaca. Yudha ternyata masih memiliki sisi baik, dia masih memiliki hati untuk melindungi orang-orang yang dia sayangi.

Dan kini, kakak beradik itu telah membuktikan semuanya. Vino yang rela memendam perasaannya demi orang yang dia sukai, dan Yudha yang rela melakukan

Apapun asal bisa melindungi Erina dan lepas dari jerat Angel.

Vino keluar dari kamar, namun ia malah melihat pemandangan yang membuat dadanya panas.

Kemala dan Tama, berci-uman di dapur. Disana terlihat Kemala yang seperti berusaha meredakan kekesalan Tama karena ada Vino di rumah itu dengan cara yang agak lain. Dengan ciu-man dan godaan nakal, wanita itu berhasil meluluhkan suaminya.

Vino kembali ke kamarnya. "Kau benar, Bang. Cinta itu buta. Aku memang bodoh, tapi aku tidak mau jadi orang ketiga. Mungkin Kemala bahagia dengan Om menyebalkan itu," gumamnya.

Suasana di depan kantor kepolisian metropolitan sore itu mendadak ricuh. Beberapa wartawan yang biasa mangkal di sana tiba-tiba berhamburan ketika sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang. Dari balik kemudi, seorang pria dengan lengan bertato turun dengan wajah lusuh dan mata sembab. Kemeja putihnya kusut, dan rambutnya terlihat acak-acakan.

Pria itu adalah Yudha-buronan yang selama ini dicari-cari oleh polisi. Dan pada hari ini, tanpa diduga Yudha menyerahkan dirinya.

Langkahnya pelan, namun tegas. Ia berjalan menuju pintu masuk, diiringi tatapan kaget dari para petugas yang berjaga. Salah satu polisi yang mengenalnya langsung menghampiri.

"Yudha Prasetya?" tanya polisi itu.

Yudha hanya mengangguk.

Di ruang interogasi, suasana berubah sunyi. Hanya suara napas Yudha yang terdengar. Beberapa penyidik telah menyiapkan tape recorder dan kamera untuk merekam pengakuannya. Tak ada tekanan. Semua seakan menunggu kalimat jujur yang selama ini terkubur dalam pelarian panjangnya.

"Aku yang menyebabkan kematian orang tua Kemala," ucap Yudha, memecah keheningan. "Itu bukan kecelakaan biasa. Mobil mereka memang kusabotase."

Semua orang menegang. Salah satu penyidik mencondongkan tubuhnya ke depan. "Ceritakan yang sebenarnya!"

"Aku mengendorkan remnya. Menyuruh orang membocorkan jalur mereka akan lewat. Aku memang berniat membuat kecelakaan itu terjadi. Dengan kesadaran penuh, aku melakukannya."

"Alasannya?" tanya penyidik.

Yudha menjawab dengan tegas. Jawaban penuh kebohongan. Semua itu hanya demi menyelamatkan Erina. "Aku ingin membalas dendam. Aku benci pada mereka. Aku iri dengan kesuksesan mereka."

Para penyidik saling pandang. "Dan kau bersekongkol dengan Nona Erina?"

Yudha menggelengkan kepalanya, "Waktu itu... Erina tahu aku akan melakukan sesuatu. Tapi dia sudah

Melarangku. Tolong catat ini-Erina nggak tahu rencana pastinya. Dia nggak bersalah. Aku yang bersalah sepenuhnya."

Pernyataan itu membuat semua penyidik hening.

Seolah mereka tahu, di balik pengakuan itu, ada keohongan yang disembunyikan. Namun Yudha begitu meyakinkan para petugas. Tatapan matanya tulus, tanpa beban. Bahkan saat ia mengucapkan satu hal lagi yang mengejutkan semua orang.

"Lepaskan Erina. Aku akan memberi informasi tentang lokasi markas Angel. Markas rahasia gembong narkoba itu."

Detik itu juga, seorang penyidik beranjak dari kursi, menghubungi tim lapangan. Yudha memberikan alamat, denah, dan bahkan waktu-waktu aktif gembong tersebut. Dia tahu segalanya. Dan keterangannya begitu detail.

Malam itu, penggerebekan berlangsung dramatis. Polisi menyerbu gudang tua di kawasan pelabuhan yang selama ini dijadikan markas rahasia Angel dan komplotannya.

Namun sayangnya, mereka tidak menemukan Angel disana. Seolah wanita itu sudah mencurigai jika orang yang paling dia percaya telah berkhianat.

Dan hari itu juga, Erina dibebaskan dari semua tuduhan. Bukti sebelumnya kini tak lagi relevan karena Yudha sudah menggantikan semuanya. Yudha menjadi martir, satu-satunya yang memikul semua dosa dan membebaskan wanita yang ia cintai dari jerat hukum.

Erina melangkah keluar dari ruang tahanan dengan setelan baju sederhana. Rambutnya digerai, wajahnya yang semula pucat karena mual muntah di trisemester pertama kehamilannya itu kini terlihat lebih segar.

Siapa yang tidak senang jika dibebaskan.

"Yudha memang bodoh," gumamnya pelan. "Bisa-bisanya dia mengaku? Hukumannya bakal berlapis dan mungkin dia akan dihukum mati. Lalu, aku harus kemana sekarang?"

Erina kebingungan. Ia mengusap perutnya yang kini mulai terlihat itu. Ada kehidupan di dalam sana. Yudha sangat yakin jika itu adalah anaknya, namun Erina berharap ini adalah anak dari Tama, suami yang telah direbut oleh keponakannya sendiri.

"Mas Tama..."

"Ya, aku sedang mengandung anaknya. Aku akan pulang. Dia pasti mau menerimaku karena aku hamil. Kemala, dia juga harus memaafkan aku. Aku sudah terbukti tidak bersalah. Yudha sudah mengakui semuanya. Aku bisa pulang dan hidup enak bersama mereka."

Erina menyeringai. Ia masih memiliki tempat untuk pulang. Dan dia yakin baik Tama maupun Kemala masih mau menerimanya dalam kondisi seperti ini.

"Bye, Yudha! Kau laki-laki bodoh. Aku juga mencintaimu, tapi aku tidak mau berkorban untukmu. Hidup itu harus realistis. Terima kasih karena sudah membebaskanku," ucap Erina seraya memandangi gedung

Lapas yang sudah menahannya beberapa hari itu sambil menyeringai.

Erina merasa kemenangan di tangannya. Tanpa dia sadari, kesenangan itu hanya sesaat. Apa yang dia tanam, akan dia tuai. Dan Karma akan datang menghampiri tanpa diundang.

Langit mendung menggantung di atas kepala Erina ketika ia menjejakkan kaki di trotoar luar gerbang kantor polisi. Mobil tumpangan ojek online yang ia pesan pun tak kunjung tiba. Ia menghela napas panjang, lalu melangkah menyusuri jalan raya, menggandeng tas jinjing kecil yang menjadi satu-satunya harta bawaannya saat ini.

Tak mungkin langsung ke rumah Tama. Ia butuh tampil meyakinkan, minimal dengan riasan wajah yang segar dan pakaian layak. Ia butuh pinjaman uang. Maka langkahnya membawanya ke kawasan perumahan elite, tempat tinggal salah satu mantan rekan sosialitanya, Dinda.

Dinda adalah teman yang dulu sering menraktirnya kopi mahal dan perawatan kulit di salon premium. Tapi kini, ketika bel rumah itu berbunyi, dan Erina berdiri di depan pagar dengan wajah setengah memelas, respons yang ia dapatkan jauh dari hangat.

Dinda keluar dengan baju santai, lengkap dengan sandal rumah dan ekspresi wajah datar.

"Erina?" sapa Dinda pelan, matanya menyapu tubuh mantan temannya itu dari ujung kepala hingga kaki.

"Iya, Din... ini aku." Erina tersenyum paksa.

"Maaf mendadak, aku baru keluar dari... urusan yang panjang. Aku cuma butuh sedikit bantuan."

Dinda melipat tangan di dada. "Kau butuh apa?"

"Uang," jawab Erina jujur. "Aku sedang hamil. Aku enggak punya siapa-siapa sekarang. Aku janji bakal balikin, kalau Mas Tama-"

"Tama? Kamu masih mengharapkan Tama?" Dinda tertawa kecil, getir. "Er, kabar kamu udah tersebar di mana-mana. Grup sosialita udah keluarin kamu. Semua orang tahu kamu ditahan karena kasus itu. Dan sekarang kamu muncul minta uang?"

"Aku enggak bersalah! Yudha udah ngaku. Aku cuma salah tempat dan waktu. Ayolah, Din, dulu aku selalu ada buat kalian semua. Sekarang aku cuma butuh lima juta aja buat nyalon. Aku mau balik ke rumah, gak mungkin tampil begini doang."

Dinda menggeleng. "Maaf, Erina. Aku enggak mau terlibat lagi. Geng kita bukan tempat untuk orang yang namanya masuk berita kriminal. Maaf, tapi kamu bukan bagian dari kami lagi."

"Dinda..." suara Erina tercekat.

"Pulanglah. Ke mana pun kamu bisa. Tapi jangan ke sini lagi," ucap Dinda, lalu menutup pintu pagar perlahan namun pasti.

Erina terduduk di pinggir jalan. Kaki yang semula berdiri tegak itu tak sanggup menopang harga dirinya yang runtuh. Sekilas matanya memandang ke arah langit yang kini mulai menitikkan gerimis. Ia memeluk perutnya, dan untuk pertama kalinya setelah keluar darikantor polisi, air mata itu jatuh begitu saja.

Tak ada satu pun dari mantan teman-temannya yang menjawab pesan singkat yang ia kirim sepanjang jalan tadi. Bahkan Nana, yang dulu paling akrab dengannya dan selalu bilang bahwa mereka soul sister, kini bahkan memblokir nomornya.

Erina kini benar-benar sendiri. Ia bahkan tidak punya cukup uang untuk menyewa kamar kos murahan. Pilihannya tinggal dua: tetap bertahan dengan sisa harga diri, atau menyingkirkan semua gengsi dan mengemis ampunan pada Tama dan Kemala.

Namun benaknya penuh pertanyaan.

Apakah Tama benar-benar akan menerimanya?

Apakah Kemala yang sedang hamil itu akan membuka pintu untuk wanita yang pernah ingin merebut hartanya?

Tak ada jawaban.

Erina bangkit perlahan, tubuhnya gemetar menahan rasa dingin dan pilu. Ia melangkah. Tujuannya sekarang bukan lagi pusat perbelanjaan mewah atau kafe mahal. Ia mampir ke warteg pinggir jalan, sekedar mengisi perutnya yang kosong sebelum menyiapkan mentalnya untuk menemui Tama, laki-laki yang ia harapkan mau menerimanya kembali.

***

Bersambung

1
Nunung Sutiah
Aku nangis baca bab ini. Yola dan Rendra. 😭😭😭
Hasri Ani: 😁😁😁 kuat bund
total 1 replies
Rika Anggraini
karma itu nyata
aku
jahat gk sih aq ngetawain ningsih 🤣🤣🤣
Herta Siahaan
Erina memang sangat salah dan jahat.. tapi kemala dan tama jg lebih jahat. dan hasil dari keserakahan Erina dan dendam Kemala dan tama adalah anak dalam kandungan jd korban tdk jelas status nya dan kalau sdh lahir akan kena bully jd anak haram. nah Vino sebagai adik Yuda jg g sadar telah ikut terlantar kan keturunan Abang nya. intinya sianak yg jd korban
Happy Kids
ya kan.. silau harta emang. ujung2nya duit
Happy Kids
emang yaa ga bsa dibaikin dikit. bsa jd subagya dijebak atau digoda
Towa_sama
Wah, cerita ini seru banget, bikin ketagihan!
✨HUEVITOSDEITACHI✨🍳
Ngakak banget!
im_soHaPpy
Datang ke platform ini cuma buat satu cerita, tapi ternyata ketemu harta karun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!