Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
“Halo?” suara Diego terdengar dari seberang.
“Diego! Kau harus datang ke sini sekarang!” jerit Jennifer. “Ada pencuri di butik ini! Dia memakai kartumu! Perempuan rendahan dengan kacamata jelek!”
Hening sejenak di ujung telepon. “Perempuan dengan kacamata tebal dan tompel di pipi?” tanya Diego dengan nada datar.
“Iya! Itu dia! Cepat panggil polisi, Sayang! Dia bahkan berani menamparku! Aku ini seorang model, wajahku tidak boleh terluka sedikitpun!” ucapnya sambil menjejakkan kaki di lantai mirip anak kecil.
Terdengar helaan napas berat dari Diego. “Jennifer, dengarkan aku.”
“Tidak! Aku tidak mau dengar apa-apa! Cepat—”
“Aku yang memberikan kartu itu padanya,” potong Diego, suaranya tegas dan tidak menyisakan ruang untuk perdebatan. “Namanya Elise. Dia asisten baruku. Aku yang menyuruhnya membeli beberapa gaun. Jadi, berikan berhenti mempermalukannya dan tinggalkan dia sendiri. Aku sedang rapat.”
Wajah Jennifer berubah dari merah padam menjadi pucat pasi. Matanya menatap Elise, dipenuhi kebingungan dan kebencian yang semakin dalam.
“Apa? Kau... kau yang memberikannya? Tapi... kenapa? Untuk apa perempuan seperti ini butuh gaun-gaun mahal?”
“Itu bukan urusanmu,” jawab Diego dingin. “Sekarang aku harus pergi.”
Klik.
Panggilan berakhir.
Untuk sesaat, dunia seakan berhenti berputar. Jennifer menatap ponselnya, lalu menatap Elise. Penghinaan karena dibantah oleh tunangannya sendiri di depan umum membuatnya kehilangan akal sehat.
“Dasar jala-ng!” pekik Jenifer. Ia menerjang Elise seperti binatang buas yang terluka. Kukunya yang panjang dan runcing teracung, mengincar wajah Elise.
Elise bergerak sigap. Pengalaman bertahun-tahun latihan bela diri sebagai seorang bangsawan tidak hilang hanya karena sebuah penyamaran.
Elise menepis tangannya, lalu memutar pergelangan tangannya dengan satu gerakan cepat hingga ia memekik kesakitan, dan mendorongnya menjauh.
Jennifer tersandung ke belakang, menabrak rak pajangan hingga beberapa tas tangan berjatuhan ke lantai. Tidak terima, ia bangkit dan mencoba menjambak rambut Elise.
Elise mengelak, menangkap lengannya, dan dengan sedikit dorongan, membuatnya kehilangan keseimbangan hingga jatuh terduduk di lantai marmer yang dingin dengan tidak anggun.
Gaun sutranya tersingkap, memperlihatkan pemandangan yang memalukan.
Napas mereka sama-sama terengah.
Elise berdiri menjulang di atasnya, kacamata tebalnya sedikit melorot di hidung. Seluruh butik menatap dalam diam, seolah menonton adegan drama yang tak terduga.
Elise membungkuk sedikit, menatap lurus ke matanya yang kini dipenuhi amarah.
“Lain kali, kalau ingin mempermalukan seseorang, pastikan kau tahu siapa yang kau hadapi, Nona Jennifer,” bisik Elise dengan suara yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.
Setelah berkata begitu, Elise menata gaun yang kusut di tangannya, lalu melangkah pergi meninggalkan butik.
Jennifer hanya bisa menatap punggung Elise yang semakin menjauh, menahan amarah dan rasa malu yang bercampur.
“Argh, sialan! Awas kau wanita aneh!” geramnya.
***
Diego bersandar santai di kursinya. Tatapan matanya tak lepas dari layar ponsel yang menampilkan video pendek—rekaman insiden di butik siang tadi.
Di sana, Elise dengan tenang menampar Jennifer di depan banyak orang, lalu pergi dengan kepala tegak. Bibir Diego melengkung kecil, menahan tawa yang tak bisa ia sembunyikan.
“Luar biasa,” gumamnya, nyaris seperti bisikan. “Wanita itu memang tidak bisa diremehkan.”
Sementara di sisi lain meja, Jimmy hanya bisa menggeleng pelan. Ia memandangi ekspresi bosnya yang jelas-jelas sedang menikmati tontonan itu.
“Sir, saya jadi heran. Anda yang menyuruh Elise belanja, anda juga yang memberi tahu lokasi itu pada miss Jennifer. Sebenarnya, apa anda memang sengaja ingin melihat dua wanita itu bertengkar?”
Diego mengangkat wajahnya, menatap asistennya itu dengan seringai licik.
“Mungkin,” jawabnya pelan sambil menautkan jemari di depan wajah. “Aku hanya ingin tahu siapa di antara mereka yang benar-benar berani mempertahankan harga dirinya.”
Jimmy mendesah panjang. “Dan ternyata, Elise yang menang.”
“Sudah jelas,” balas Diego cepat. “Jennifer hanya tahu cara tampil sempurna di depan publik. Tapi Elise, dia tahu bagaimana melindungi kehormatannya. Itu jauh lebih berharga.”
Jimmy berdehem kecil, sedikit tak nyaman melihat senyum Diego yang nyaris seperti pria jatuh cinta.
“Sir, saya tidak mengerti anda akhir-akhir ini. Anda tersenyum seperti anak remaja yang baru pertama kali naksir seseorang.”
Diego menoleh pelan, menatap Jimmy tajam namun tak marah. “Aku tidak salah pilih. Setelah perjamuan keluarga nanti selesai, aku akan menikahinya.”
Kata-kata itu membuat Jimmy sontak membelalak.
“Apa anda serius, Sir?”
“Apa di mataku terlihat seperti sedang bercanda?” tanyanya datar.
“T–tidak, Sir. Tapi saya rasa, Elise itu bukan tipe wanita yang mudah ditaklukkan,” ucap Jimmy langsung menegakkan tubuh.
“Justru itu yang membuatku tertarik padanya,” balas Diego sambil kembali menatap layar ponsel. Kali ini, videonya berhenti di wajah Elise—tatapan tegas, bibir sedikit terbuka, penuh keberanian. “Dia menampar wanita seperti Jennifer di depan publik tanpa takut reputasi. Bayangkan kalau dia berdiri di sisiku. Siapa yang berani menentangnya?”
Jimmy hanya bisa menghela napas panjang. Dalam hati, ia berpikir, bosnya benar-benar sudah gila.
“Bagaimana kalau Elise menolak?” tanya Jimmy.
Diego mengangkat alis, lalu tersenyum miring. “Menolak? Itu tidak mungkin. Aku akan membuatnya goyah dan datang sendiri padaku.”
Jimmy menatap bosnya lama, tak yakin apakah Diego benar-benar yakin atau hanya berusaha menenangkan egonya sendiri.
“Kalau begitu anda harus memulainya dari Alex. Dapatkan hati bocah itu, jika anda ingin mendapatkan Elise seutuhnya, Sir!” Jimmy menasehati.
Diego memutar kursi, menatap keluar jendela besar yang menampakkan langit Milan siang itu.
“Alex, ya...” gumam Diego.
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..